"LO sendiri ngapain di sini malem-malem, nemuin kuntilanak disini?" Tanpa rasa takut dan curiga, dibentaknya laki-laki ini dengan suara meningginya. Tak peduli keadaan seluruh wajahnya yang memerah akibat menangis ini. Bahkan tanpa ia sadar setelah berteriak malah membuat isakan tangisnya kembali terdengar.
"Lho emang disini ada kuntilanak ya?" Laki-laki itu menatap Anna tajam dengan alis terangkat, menantang. Anna gelagapan sendiri, diedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman. Pohon beringin atau yang Anna kenal dengan pohon rambut nenek, kemudian suasana sepi mencekam, dan lampu-lampu taman yang hidup segan mati tak mau. Kemungkinan besar, kuntilanak bersarang disini.
"Eh? Enggak ada lah bego," Anna langsung kembali menatap laki-laki iti dengan tajam. Kini malah terdengar tawa renyah dari laki-laki itu. "Pinjem jas lo!" Kini Anna menggenggam kuat kedua tangannya. Dia merasa menggigil. Cuaca mendung dan malam hari, apalagi ini sudah hampir jam 9.
Laki-laki di hadapannya mengkerut malas. "Apa? Jas yang gue laundry sejuta perminggu harus gue kasih buat lo, cuma buat ngapus air mata lo? Ogah!" Kini tawanya berubah menjadi tawa meremehkan. Membuat Anna mendengus sebal dan segera berdiri kemudian menginjak kaki laki-laki sialan di hadapannya.
"Laki-laki macam apaan lo!" bentak Anna dan berjalan meninggalkan laki-laki itu. Anna berdiri beberapa meter dari tempat sebelumnya. Di tarik panjang nafasnya kemudian ia buang. Sepertinya lebih baik pulang ke apartemen.
Belum sempat melangkah, langkahnya di hentikan dengan sebuah jas yang kini tersampir di bahunya. "Gue laki-laki gentle kok. Ayo, gue bawa lo pulang."
"Eh?" Anna menyilangkan tangannya di depan dada, mendengar ucapan laki-laki aneh di hadapannnya ini.
"Maksud gue, gue anterin lo pulang," ujarnya sekali lagi membuat Anna menghela nafas lega dan mengikuti langkahnya menuju mobil.
"Gue harus manggil lo apa nih? Mas, abang, atau om?" tanya Anna tanpa hati-hati.
"Samudra. Nama gue Samudra." Anna mengangguk mendengar ucapan Samudra. Kemudian matanya menatap kemana mobil ini berbelok.
Coffee shop ini. Matanya kembali memerah saat menatap halaman cafe ini. "Ayo turun. Gue mau ngopi dulu. Sebentar doang, abis itu gue anterin lo pulang." Anna tak menoleh pada Samudra, pandangannya sudah kabur akibat air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
Tanpa disadari pintu bagian depan kiri terbuka, menampilkan Samudra yang sudah membungkukan badannya menatap Anna yang matanya makin memerah. "Woy neng, mbak, non, dik, eh siapa lo lah. Ayo turun." Samudra menarik tangan Anna untuk segera turun.
"Lo ngapain kesini sih!" Anna kembali membentak Samudra, membuat Samudra terkejut. Gila ini cewek, baru beberapa jam ketemu udah ngebentak lebih dari dua kali. Darah tinggi kali ya, nada bicaranya tinggi mulu.
"Kan tadi gue udah bilang, Non. Gue mau ngopi sebentar, kepala gue pusing." Samudra berjalan mendahului Anna, membuat Anna kebingungan dan mau tidak mau melangkah mengikuti Samudra memasuki coffee shop ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Hour
ChickLitPutus cinta memang menyakitkan. Apalagi dengan alasan sepele yang sebenarnya masih bisa diatasi. Tapi Anna merasa cukup, ia tak lagi merasa cocok dengan Daffa. Bukan berarti Anna cocok dengan cowok lain, tetapi tidak ada salahnya, kan, menerina lak...