BERKALI-kali mata bulat Anna mengerjap, ia sudah sangat mengantuk, tetapi ia harus menyelesaikan buku 24 Hours milik Samudra. Buku ini sudah 1 hari berada di tangannya, tetapi dia baru membaca sebanyak 15 halaman. Bagaimana tidak, setiap Samudra menjemputnya dari butik, Samudra langsung mengajak Anna pergi jalan-jalan dan pulang sudah malam. Selalu seperti itu.
Ponsel di atas nakas kamarnya berbunyi, dengan malas Anna meraihnya. Pasti Samudra, menghabiskan waktu malam Anna dengan menelepon Anna, supaya Anna tidak bisa membaca novelnya. Kurang sialan apa coba?
"Apaan sih, Samudra. Gue itu mau baca novel dulu," cibir Anna tidak terima. Setelah kejadian dipesawat dua hari yang lalu, Anna sudah resmi menjadi teman Samudra, bertukar nomor telepon, dan macam-macam hal yang biasa dilakukan sepasang teman.
"Apasih sayang, ngomel terus." Anna makin menggeram kesal saat mendengar panggilan sayang yang hampir keluar dari mulut Samudra setiap mereka berbincang.
"Lo sengaja ya nahan gue untuk gak baca novel," kini Anna mendengus sebal saat mendengar kikikkan kecil dari seberang sana. Samudra sedang tertawa, menertawakannya, kurang ajar. "Samudra, biarin malam ini gue baca novel dulu. Lusa gue udah ada pesanan desain lagi. Kalau gue ngulur waktu luang untuk baca, itu bakal menguntungkan elo yang bisa jalan sama gue setiap hari," ketus Anna sebal. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Samudra ini. Tapi ide Samudra ini cukup kreatif sih, belum pernah nemuin, tepatnya belum ada laki-laki yang seperti Samudra, yang mendekatinya dengan cara seperti itu. Memang sih, mantannya baru Daffa, tetapi kan yang mendekati banyak.
Anna terdiam sebentar, ia kembali mengingat Daffa. Laki-laki yang masih sangat ia cintai itu, sejak putusnya mereka, Daffa belum pernah muncul lagi dikehidupannya. Tidak ada panggilannya, pesan singkatnya, mobilnya yang setiap sore selalu terparkir di halaman butiknya, dan tidak ada laki-laki yang hampir setiap malam minggu memasakan makan malam di apartemen Anna. Tanpa terasa matanya memerah mengingat kenangan manis antaranya dan Daffa. Dia benar-benar merindukan Daffa. Cara Daffa menatapnya, tutur katanya yang membuat Anna nyaman, senyumnya yang menuntut Anna untuk ikut tersenyum dan kecupan singkat pada dahinya yang selalu Anna rindukan. Anna merindukan Daffa.
"Besok jam makan siang, lo ke Lovana's Restaurant ya. Gue gak bisa jemput lo, kita ketemu disana aja." ucapan terakhir Samudra, sebelum Anna mematikan sambungan telepon dengan satu pihak. Ia tak peduli pada Samudra, ia sangat teramat merindukan Daffa. Sangat.
Dengan berat hati, ia menutup novel karya Lovana, meletakannya pada nakas samping kasurnya dan mulai membaringkan tubuhnya. Menatap langit-langit kamarnya, mengingat setiap kejadian yang ia alami bersama Daffa disini. Ya disini.
"Kamu nakal, sayang. Pacarnya tukang masak, tapi kamu kekurangan makanan. Apa sih yang bikin kamu gak sempat makan?" Anna memanyunkan bibirnya mendengar omelan Daffa. Omelan yang selalu membuatnya bahagia, karena jika Daffa mengomel, itu tandanya Daffa memperhatikannya. Dan sepertinya, Anna tidak akan menyesal sudah sakit seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Hour
ChickLitPutus cinta memang menyakitkan. Apalagi dengan alasan sepele yang sebenarnya masih bisa diatasi. Tapi Anna merasa cukup, ia tak lagi merasa cocok dengan Daffa. Bukan berarti Anna cocok dengan cowok lain, tetapi tidak ada salahnya, kan, menerina lak...