LANGKAH Samudra terayun memasuki sebuh coffee shop, ia ada janji dengan kliennya disini. Ia edarkan pandangannya, mencari lelaki berjas. Namun nihil, matanya belum menangkap itu.
Tetapi tiba-tiba senyumnya terukir saat matanya menangkap seorang perempuan sedang duduk bersama sebuah cangkir. Langkahnya ia ayunkan menuju perempuan tersebut. Perempuan yang ia temui sedang menangis di taman. Anna.
"Excuse me..." Samudra menatap wajah manis yang kini terangkat dan mengerutkan keningnya.
"Kosong kan, boleh duduk?" tanya Samudra dengan lembut. Selalu seperti ini, kelembutannya membuat perempuan merasa... Errrr.
"Kayaknya tempat lain banyak yang kosong, di tempat lain aja," ketus Anna kemudian meraih cangkirnya dan menyesapnya pelan. Kopi itu masih panas, terlihat dari asap yang mengepul di atas cangkir tersebut.
"Aduh, Non. Lo gak ada ucapan terima kasih atas pertolongan gue dari mantan lo?" tanya Samudra kini dengan senyum miringnya dan alis terangkat.
"Gue mau sendiri, lo pergi sana. Dan kayaknya gue udah berkali-kali ngucapin makasih," jawab Anna dengan nada sebalnya. Ia benar-benar lagi anti dengan laki-laki, mengingat gagalnya hubungan dia yang sebelumnya.
"Enggak, gue disini aja ya. Nanti gue ketahuan jomblo kalau duduk sendiri," pinta Samudra dengan ekspresi wajah dibuat sesedih mungkin.
"Lo jomblo, masa?" Wajah Anna berubah menjadi muka meremehkan. Menatap penampilan Samudra, sepertinya dia orang kaya, dia juga pasti terurus, dia tidak jelek juga, masa iya jomblo?
"Iya, gue putus barengan dengan putusnya lo sama pacar lo." Wajahnya tidak menunjukan kesedihan, benar-benar tidak terlihat sedih. Anna makin heran. Dia terlihat begitu kacau, sedangkan Samudra bersikap biasa saja?
"Siapa?"
"Gue lah, gimana sih lo kan lo lagi ngo-"
"Yang nanya. Sumpah gue gak mau tau banget urusan lo. Lo pergi sana." Samudra tertawa kecil kemudian matanya menangkap jam di pergelangan tangannya. Jam 1 siang, dan kliennya belum datang juga.
Kring! Samudra merogoh kantung celananya, mengabaikan sebentar ucapan Anna. "Hallo, tidak jadi? Baik. Saya kembali ke kantor lebih siang, kalau ada yang perlu di tanda tangan, langsung ke Nathan saja." Setelah mengakhiri panggilannya, Samudra memasukan ponselnya kedalam saku celananya.
"Tunggu deh. Kita kan sama-sama jomblo nih, gimana kita jadian aja? Lo cukup cantik," Samudra tertawa dalam hati melihat ekspresi Anna. Matanya membulat menunjukan ke kesalan yang teramat berlebihan itu. "Gue juga nggak jelek-jelek banget, kan?"
"Ya tuhan, lo siapa sih!" Nada bicara Anna meninggi, membut seseorang dari arah dapur berlari menghampiri Anna.
"Ada apa, princess?" Seorang laki-laki berpakaian kemeja merah maroon itu mendekati Anna. Sontak Anna berdiri dan berlindung di balik tubuh tegap laki-laki itu dan mengintip dari balik lengannya.
"Help me, Diaz," Laki-laki itu mengangguk dan menatap Samudra yang sedang berdiri di hadapan Diaz. "Aku takut," lanjutnya.
"Maaf Mas, itu pacar saya," ujar Samudra membuat Diaz mengkerutkan keningnya dan segera menoleh ke Anna, meminta penjelasan.
Anna menggeleng cepat. "Kita sedang bermasalah," ujar Samudra sekali lagi, membuat Diaz menatap Samudra kemudian beralih lagi pada Anna. Lagi-lagi Anna menggeleng.
"Kenal dia aja enggak, Di. Orang gak jelas yang tiba-tiba duduk dihadapan aku," jawab Anna dengan nada meninggi, membuat laki-laki yang menjadi tamengnya ini bingung.
"Sayang, jangan seperti itu,"
"Sayang-sayang, lo gila ya. Samudra, gue itu gak kenal sama lo!" teriak Anna sebal dengan kaki ia hentakkan ke lanfai coffee shop dengan kencang.
"Gimana bisa kamu nggak kenal, baru aja kamu nyebut namaku." Anna mengacak kasar rambutnya dan segera pergi meninggalkan Samudra dan Diaz yang masih kebingungan dengan dua anak ini.
Samudra terkekeh melihat sikap menggemaskan Anna itu. "Lo siapanya?"
"Gue temannya, temannya sepupu Anna. Cukup dekat. Dan lo?" Diaz kembali bertanya membuat Samudra tertawa dalam hati.
Maaf, Ann. "Gue pacarnya,"
Samudra kembali tertawa. Gadis itu menarik juga, tetapi ada perbedaan. Yang pertama, di dekati Samudra dia terlihat tidak senang. Yang kedua, dia tidak menggilai Samudra. Dan yang ketiga, Samudra penasaran sama dia.
***
CECILL tertawa kecil saat melihat Anna memasuki butik dengan wajah kusut, dia menjatuhkan dirinya di sebuah sofa yang berada di dekat ruang ganti itu. "Lo kenapa sih, muka kusut amat?" tanya Cecill masih diiringi tawanya yang khas itu.
"Berhenti ketawa, Cill. Temen lo ini lagi kesel banget sama cowok gak jelas," ungkap Anna dengan tangan meremas bantal dengan gemas, membuat Cecill benar-benar ingin tahu.
"Daffa? Lo ketemu dia lagi, terus dia ngapain lo, lagian lo nga-"
"Berhenti nyerocos dan Stop talking about him." Nada bicara Anna meninggi, membuat Cecill langsung menutup mulutnya dan mengangguk.
"Good girl. Jadi beberapa hari yang lalu gue ketemu cowok. Tuh cowok sok kenal banget, dan tadi pas gue di coffee shop Diaz, gue ketemu dia. Dan lo tahu apa, dia ngaku-ngaku jadi pacar gue. Ya ampun." Anna memukul keningnya sendiri, ia benar-benar merasa sebal dengan Samudra.
"Siapa namanya?" tanya Cecill dengan sedikit mata menyipit pertanda ingin mengetahuinya.
"Samudra. Gue gak tau lengkapnya," jawab Anna masih berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah.
"Samudraaa?!" Cecill terlihat terkejut kemudian menatap Anna dengan pandangan menyeramkan, membuat Anna mengkerutkan kening tidak mengerti.
"Lo kenal?
Kamis, 26 Juli 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Hour
ChickLitPutus cinta memang menyakitkan. Apalagi dengan alasan sepele yang sebenarnya masih bisa diatasi. Tapi Anna merasa cukup, ia tak lagi merasa cocok dengan Daffa. Bukan berarti Anna cocok dengan cowok lain, tetapi tidak ada salahnya, kan, menerina lak...