#11: Haruskah Anna?

6.4K 600 27
                                    

SAMUDRA berjalan memasuki pekarangan rumah besar ini, awalnya ia sudah berusaha menolak mati-matian untuk tidak datang kesini, dengan alasan banyak pekerjaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SAMUDRA berjalan memasuki pekarangan rumah besar ini, awalnya ia sudah berusaha menolak mati-matian untuk tidak datang kesini, dengan alasan banyak pekerjaan. Namun jika bukan karena wanita tercintanya, ia tidak akan mau repot-repot mendatangi kediaman orang tuanya yang memakan waktu hampir 1 jam dalam perjalanannya.

"Assalamu'alaikum," ujar Samudra saat ia sudah memasuki pintu utama. Samudra terdiam beberapa saat, memandangi sekeliling rumahnya, masih tetap sama. Bahkan wajahnya terpampang paling besar disudut rumah yang memang dikhususkan untuk figura-figura.

"Baby..." Samudra menoleh ke kanan, muncul seorang wanita paruh baya dari arah dapur sana, masih mengenakan celemek, wanita itu berjalan mendekati Samudra.

"Assalamu'alaikum, Ma." Wanita itu kini cengengesan, dan saat sudah sampai dihadapan Samudra, tanpa permisi Mamanya mendekap Samudra sangat erat, membuat Samudra hampir tumbang jika saja tak ada pijakan sofa disebelahnya yang menjadi pegangan.
"Wa'alaikumsalam," jawab Mama Samudra di dalam pelukannya. Detik berikutnya Mama melepaskan pelukan Samudra, kemudian menuntun anaknya untuk duduk di sofa. Dengan sopan Samudra menurutinya dan segera duduk. "Kamu disini dulu, Mama menyelesaikan cheese cake. 15 menit." Samudra hanya mengangguk patuh dan Mama pun meninggalkan Samudra.

Samudra masih memandang sekeliling rumahnya, menebak apa tujuan Mama memanggilnya kesini, memulai berspekulasi sendiri dengan fikirannya. Namun tiba-tiba ia mengingat bahwa ia memiliki janji dengan Anna. Dengan tergesa ia berlati menuju mobilnya, kemudian meraih ponselnya yang tergeletak sembarang di jok mobil.

Dengan masih di dalam mobil, Samudra menelepon Anna. "Ya?" Samudra terkekeh sebentar mendengar ucapan ketus dari Anna.

"Gue gak bisa dateng kesana, lo balik ke butik aja ya. Maaf." Tak memberi jawaban, Anna langsung mematikan teleponnya, membuat Samudra berdecak sebal menjauhkan ponsel tersebut dati telinganya, kemudian menatap masam layar ponselnya dan kembali berdecak lagi. Sial.

"Untung tuh anak cantik," ujar Samudra pelan kemudian segera berjalan menuju ruang tamunya lagi. Menduduki dirinya disana dengan spontan tangannya meraih toples kue kering yang memang selalu tersedia di kediaman orang tuanya ini.

Samudra akan menemui Anna di butiknya saja, si calon pengantin sialan itu sudah kembali merampas waktunya untuk menemani Lovana pergi ke butiknya. Jika ke butik ia bisa bertemu Anna, untuk apa ditolak kan? Ia memang sempat dekat dengan Lovana, saat Lovana dan Denny dekat pada masa sekolah menengah, Samudra dan Davin spontan ikut dekat juga dengan Lovana dan beberapa teman Lovana, jadi Samudra tidak terlalu canggung.

Tetapi tunggu, apa Denny gak takut kalau Lovana akan kecantol dengan karisma playboynya? Bahkan semua perempuan kecantol. Samudra berhenti mengunyah kemudian meringis masam. Ya kecuali desainer cantik satu itu, dia bahkan tidak memperlihatkan ketertarikannya pada Samudra. Atau jangan-jangan karismanya tidak berfungsi saat dihadapan perempuan galak itu, atau malah karismanya sudah hilang? Ya tuhan. Dengan refleks, Samudra mengacak rambutnya yang kian memanjang itu. Huh.

Golden HourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang