Anna lega. Kedekatannya dengan Samudra tidak akan menimbulkan tanda tanya bagi orang-orang yang kenal dengan Samudra. Anna tersenyum kecil sambi melahap burgernya.
"Jadi lo mau minta tolong apa?" Anna mendadak kikuk lagi setelah mendengar pertanyaan dari Samudra. Apa Anna harus menjelaskannya sekarang?
Anna berdeham, kemudian membenarkn posisi duduknya. "Jadi kemarin gue ketemu sama Daffa," Anna mengigit daun sawi di burgernya dan mengunyahnya sebentar. "Padahal gue udah jalan pelan-pelan biar ga dinotice, eh ternyata dia keburu liat gue, mau kabur juga dikejar."
Samudra mendelik, "Tapi dia nggak aneh-aneh kan?"
Anna menghela napas. "Dia ngajak balikan," sahut Anna pelan. Eh? Kapan Daffa ngajak balikan? Orang Daffa cuma mau ngobrol doang, tapi Anna langsung nyebut sama Samudra. "Gue nolak, nggak mau balikan. Terus gue bilang aja gue udah punya pacar."
Samudra melebarkan pupil matanya, menatap Anna sedih. "Jadi lo udah punya pacar, Ann? Aduh, jadi nggak enak ngobrol sama cewek orang di dalam mobil."
Pletak.
Anna memukul lengan Samudra dengan tangannya pelan, menatap Samudra sebal yang kini terekeh. "Maaf, tapi gue nyebut nama lo di depan Daffa."
Anna menangkupkan kedua tangannya. "Malam ini, ya, plis temenin ketemu Daffa. Gue nggak sengaja nyebut nama lo kemarin pas ditanya siapa pacar barunya. Ya ya ya?" Anna mengembungkan pipinya gemas, menatap Samudra penuh harap dan memohon.
Samudra diam. Anna ini memang sepertinya sejenis dengan dirinya. Samudra dengan asal menyebut Anna di depan Mamanya, dan apa-apaan ini Anna juga menyebut namanya di depan mantan pacarnya. Apa mereka perlu jadi partner pacar pura-pura? Atau langsung jadi partner beneran saja?
"Nah, kemarin Daffa juga lagi kayak adu mulut sama temennya, namanya Davin. Kayaknya itu temen yang lo sebut tadi deh, soalnya pas gue sebut namanya, dia langsung melotot kaget."
Samudra terkekeh mendengar cerita antusias dari Anna. Senyumnya melengkung kemudian tangannya sontak menggaruk tengkuk belakangnya, salah tingkah. "Uhm," Samudra mulai berdeham membuat Anna kembali fokus pada Samudra.
"Malam ini?"
Anna mengangguk antusias. Menatap Samudra penuh harap kemudian disahuti dengan anggukan Samudra. "Oke, nanti malam. Tapi ketemu Daffanya sebentar aja, abis itu kita jalan."
Nggak pakai mikir, "Oke!" sahut Anna cepat.
***
Aku udah di kafe biasa, di meja biasa kita duduk. Kamu di mana?
Napas Anna kembali memburu begitu membaca pesan yang dikirim Daffa. Sekali lagi, Anna menatap pantulan dirinya di kaca tengah mobil Samudra. Masih menarik napas, gugup, tak siap bertemu dengan Daffa.
"Lo mau ketemu mantan, bukan gebetan, kenapa cantik bener." Samudra daritadi terus menerus memuji dirinya cantik dan tak pantas untuk bertemu dengan Daffa. "Kalau nanti Daffa malah ngajak balikan gimana?"
Anna menatap ponselnta lagi begitu pesan masuk diterima.
Ann, kalau memang nggak ada cowok lain, nggak masalah. Aku bakal nunggu sampai kamu siap balik sama aku.
Samudra mengerutkan keningnya begitu menyadari Anna terdiam, tangannya bergerak menarik ponsel Anna kemudian membacanya. "Lo jijik nggak sih bacanya? Kok merinding sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Hour
ChickLitPutus cinta memang menyakitkan. Apalagi dengan alasan sepele yang sebenarnya masih bisa diatasi. Tapi Anna merasa cukup, ia tak lagi merasa cocok dengan Daffa. Bukan berarti Anna cocok dengan cowok lain, tetapi tidak ada salahnya, kan, menerina lak...