Ketika tim putra Shiratorizawa kalah di babak final menuju Tokyo, Wakumi merasa geram. Siapakah gerangan yang cukup kuat untuk mengalahkan Ushiwaka, sang ace kidal top 5 besar nasional di Jepang?
Tanpa menunggu persetujuan kapten timnya, dia langsung pergi dari lapangan pertandingan begitu kemenangan tim putri Shiratorizawa atas Niiyama diumumkan.
Ini tahun terakhir mereka di sekolah menengah akhir, dan Wakumi mau menghabiskan itu dengan memenangkan piala Tokyo bersama kembarannya.
Dia berpapasan dengan segerombolan pemain berjaket hitam dengan tulisan Karasuno yang acak-acakan, tidak teratur, dan sudah pasti bukanlah tim yang mampu mengalahkan Shiratorizawa.
Tim yang mengalahkan Ushiwaka setidaknya haruslah tim dengan koordinasi yang luar biasa, ace yang tidak kalah hebat, setter monster, blocker besi, dan mungkin mereka punya umpan yang kuat.
Pemudi dengan julukan 'Ushiwaku' itu mempercepat langkahnya dan menemukan tim putra Shiratorizawa sedang bersiap pergi. Dia sempat menyapa Tendo dan Semi, sedikit bersitegang dengan Shirabu, sebelum beranjak kepada Ohira Reon dan Kawanishi.
"Kawanishi, kau lihat Wakatoshi-kun? Di mana dia?" Tak butuh basa basi, Wakumi langsung bertanya pada si rambut cokelat berantakan.
Teman seangkatannya itu mengedikkan bahu, sambil menunjuk ke belakang bahunya. "Sebaiknya jangan ganggu dia saat ini."
Wakumi mendengus, "aku kakaknya."
Dia berjalan pelan mendekati Wakatoshi, menyamakan langkah mereka dalam sunyi. Wakatoshi membuka suaranya terlebih dahulu. "Onee-san."
Kakak kembarnya menoleh, "ya?"
Memaksakan senyum, Wakatoshi bertanya, "Bagaimana pertandinganmu?"
Wakumi tampak terkejut, tetapi segera tersenyum dan menjawab, "aku menang."
"Maaf."
"Untuk apa?"
"Maafkan aku." Wakatoshi mempercepat jalannya, mendahului Wakumi dan menyusul teman-temannya.
*
Seusai penutupan--closing ceremony--para pemain diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing dan kembali ke asrama keesokan harinya, hadiah karena telah berusaha keras.
Si kembar diantar bus sekolah paling pertama, tidak saling berbicara dan sibuk sendiri dengan teman-teman masing-masing.
Ketika sampai, keduanya masuk ditemani sunyi. Menjalani aktivitas seperti biasanya, hanya diselingi obrolan ringan seperti; "apa makan malam hari ini?" dan "nasi kare." sebagai balasannya.
Malam hari, ketika Wakumi sedang membaca di kamarnya, pintu kayu di sebelahnya diketuk. Sudah menduga bahwa itu adalah adiknya, maka Wakumi segera berkata, "masuklah, Wakatoshi."
Benar saja; adiknya melangkah masuk, membawa plushie karakter Shin-chan ukuran ekstra favoritnya dan duduk di ranjang sang kakak. Memutar kursi menghadap adiknya, Wakumi tersenyum, "siap berbicara?"
Wakatoshi tidak merespon, tetapi bahunya bergetar.
Sang kakak menghembuskan napas dan berpindah ke sebelah adiknya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Wakumi mengelus punggung lebar adiknya.
"M-maaf." Suara lirih berisi permintaan maaf itu keluar dari mulut Wakatoshi. "Maafkan aku." Suaranya bergetar, rapuh dan lemah. "Aku--kita sudah berjanji akan m-menang di final dan bersama menuju T-tokyo, tapi...," Tidak mampu menyelesaikan kalimatnya, Wakatoshi kembali terdiam.
Wakumi menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat. Inilah masalahnya sejak dulu. Dia tidak mengerti bagaimana caranya menghibur seseorang. Ibunya selalu meredakan amarahnya bila melewati batas sejak kecil, tetapi dia tidak lagi di sini.
Menyerah, Wakumi tidak berkata apapun dan memilih memeluk adiknya. Pundak Wakatoshi sempat menegang, tetapi dengan cepat melemas kembali. Dan tangisannya makin keras. Wakumi sedikit bingung, tetapi tetap membiarkan Wakatoshi menangis.
Menurutnya, menangis bisa membuat hati seseorang lega.
Sesenggukan Wakatoshi tidak kunjung berhenti, dan kemudian Wakumi ingat bahwa adiknya sangat menyukai nyanyian nenek mereka saat kecil.
Meski merasa tidak yakin, Wakumi tetap mencoba.
"Dear, sweet child, no need to cry." Di kalimat pertama, Wakumi merasa sedikit canggung. "I will hold you tight." Tangisan adiknya semakin pelan.
"So sleep all your worries and cares, away. No need to be scared, you're out of harms way.
"I will keep you safe, and warm. Love you, everyday. Reach your tiny hands, for the light, take your future and make it shine, so bright.
"With every lies I'am crumbling and dying inside. Wanting to save you with all of my might. But this world is against me I can not fight.
"They steal you away, out of my sight.
"But, i'm still pray and I hope that you'll live, past today. Find your own strength please, my dear run away.
"Don't be weak or afraid, let your heart lead the way, I hope, and I pray.
"You'll be alright."
Ketika Wakumi menyelesaikan lulabi itu, Wakatoshi sudah berhenti meneteskan air matanya. Sang kakak melepas pelukan, kemudian mengamati wajah adiknya yang memerah dan matanya yang membengkak.
"Aku tidak tahu kau bisa bernyanyi, Onee-san." Dengan suara serak, Wakatoshi angkat bicara, tersenyum kecil.
Wakumi menggaruk kepalanya canggung, "aku juga tak tahu aku bisa bernyanyi."
"Maafkan aku." Wakatoshi menunduk murung.
Kakaknya menggeleng keras. "Tidak, tidak perlu meminta maaf." Dia memaksa Wakatoshi melihat ke matanya. "Lihat aku. Apakah aku marah? Tidak. Jadi, kau tidak usah meminta maaf."
"Tapi--"
"Ssh! Aku tahu. Itu salahmu. Kekalahanmu itu salah semua anggota tim-mu. Bukan lawanmu yang terlalu hebat, kau yang salah." Wakumi berkata tegas. "Aku sudah menonton pertandinganmu, dan aku tahu."
Wakatoshi terdiam.
"Kau merasa terancam, apa aku salah?"
"Tidak. Kau benar."
"Kalau begitu, itu memang salahmu. Emosimu terpancing. Ingat apa yang pernah kukatakan padamu dulu?"
Wakatoshi mengangguk, dia dan kakaknya berkata secara bersamaan. "Bermainlah dengan kepala dingin."
Wakumi tersenyum puas. "Tidak apa kalau kau kalah kali ini. Tapi tidak ada kata lain kali, oke?"
Wakatoshi kembali mengangguk.
T.B.C.
________________________________________________Lulabi-nya dari tpn ya
KAMU SEDANG MEMBACA
My Toneless Brother || Ushijima x Twins F!Oc [√]
Fanfiction[Ushijima Wakatoshi x Twin! F! OC] Bagaimana jika Ushijima Wakatoshi punya seorang kembar perempuan? "Lumayan, ada partner gila baru."-Tendou Satori "Mentang-mentang saudaranya Ushijima, seenak jidat panggil orang lain mama,"- Semi Eita "Aku harus...