Chapter 3

418 22 8
                                    

Happy reading

"Sosok yang sudah dianggap rumah ternyata hanya tempat singgah. Bukan salah dia, salahku yang berharap lebih." – Mabel

“Ayangra Mabel Tsabitha, maju ke depan kerjakan soal nomer 4!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ayangra Mabel Tsabitha, maju ke depan kerjakan soal nomer 4!”

Begitu namanya disebut gadis dengan rambut yang dikuncir satu beserta kacamata yang selalu bertengger manis di hidungnya itu berdiri dari duduknya yang berada di bagian paling pojok kanan depan, kepalanya menunduk dalam, ia melangkah maju ke depan kelas.

Mabel duduk sendiri, tidak memiliki teman sebangku. Jumlah siswa dikelasnya ganjil, lagipula jikapun jumlah siswa dikelasnya tidak ganjil, memang ada yang mau duduk sebangku dengannya? Mimpi.

Teman-teman Mabel dikelas menjauhi dirinya, mengucilkan, bahkan menganggapnya tidak ada. Sudah biasa kehadirannya tidak dihiraukan. Sekalinya kehadiran Mabel dianggap disaat mereka membutuhkan dirinya misal, dalam bantuan mengerjakan soal atau tugas.

Selain terkenal sebagai anak dari seorang jalang, disekolah Mabel juga terkenal karena prestasinya dibidang akademik. Gadis itu mampu mendapatkan beasiswa pendidikan full hingga tamat SMA karena kecerdasannya.

Mabel bersyukur dikaruniai otak yang brilian, jika tidak bagaimana dirinya akan melanjutkan pendidikan sedangkan ibunya tidak akan mau membiayai pendidikannya. Semasa SMP pun Mabel dapat bersekolah dengan cara yang sama, jalur prestasi.

“Abel kamu kerjakan, saya tinggal sebentar ya.” Bu Mai pamit.

“Lama juga gak papa kok Bu, bentar lagi juga bel istirahat.” Sahut salah satu anak laki-laki yang duduk di deretan nomer dua dari belakang.

"Nama kamu Abel? Saya bicara sama Abel!" Sinisnya. Lalu melenggang pergi.

"Sensi amat tuh guru, PMS kali ya?" Gumam cowok itu pada diri sendiri.

Mabel menatap soal fisika didepannya, jemarinya mulai menggerakkan spidol ditangannya. Mencoret, berusaha menemukan jawaban yang tepat. Hingga sebuah benda mendarat sempurna dikepalanya bagian belakang. Lumayan sakit.

“Eh, Tipe-X gue kok bisa terbang nyampe sini ya?!” Dengan wajah lugunya Dinda mengambil Tipe-X dengan merek kenco itu yang jatuh tepat dibawah kaki Mabel. “Untung gak kena orang.” Lanjutnya, disusul suara tawa dari teman-temannya yang lain.

Mabel tersenyum kecut mendengar penuturan teman sekelasnya itu. Sudah biasa bagi mereka membully dirinya dan diwaktu bersamaan juga mereka tidak menganggapnya ada, seperti tak kasat mata.

Buru-buru Mabel menyelesaikan soalnya sebelum benda-benda yang lain menyusul dan berakhir melukai kepalanya atau menodai seragamnya. Tepat saat Mabel berhasil menyelesaikan soalnya bel istirahat berbunyi membuat para murid berhamburan keluar kelas. Kebanyakan dari mereka menuju kantin.

N & MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang