Happy reading
"Bahkan jika ini palsu dan hanya kebohongan semata, terimakasih telah membuatku merasa diinginkan." – Mabel
Tiga minggu setelah malam teramat kelam bagi Mabel dan selama satu minggu pula ia tidak bertemu dengan Novel. Entah dirinya yang terlalu pintar menghindar atau memang Novel yang terlalu sibuk dengan dunianya juga Kara.
Lebam keunguan ditubuhnya juga sudah memudar. Lebam hasil dari pukulan ibunya maupun jejak-jejak peninggalan Novel ditubuhnya. Tapi tidak dengan rasa sakitnya yang terpatri dalam ingatan.
Hari Senin, terik matahari begitu menyengat. Setelah diberlangsungkannya upacara bendera kelas Mabel dua belas IPA satu harus mengikuti mata pelajaran olahraga. Mereka cepat-cepat mengganti seragam abu-abunya dengan seragam olahraga.
Berbondong-bondong para murid perempuan berlarian menuju kamar mandi sekolah yang terdekat dengan kelas sedangkan murid laki-laki mengganti seragamnya dalam kelas. Mereka saling berebut bilik toilet bahkan ada berberapa siswi yang menggunakan satu bilik bersama-sama agar mempersingkat waktu.
Berbeda dengan Mabel, ia harus mengantri dengan urutan paling akhir. Seperti biasa, menunggu yang lainnya selesai baru ia akan menyelesaikan urusannya.
Bersandar pada dinding sambil memejamkan mata, Mabel menunggu diluar kamar mandi. Takut temannya tak nyaman dengan kehadirannya meski telat mengikuti mata pelajaran adalah konsekuensinya.
Teman-temannya mulai berhamburan keluar. Melewatinya seperti makhluk tak kasat mata. Dan begitu dikira gilirannya tiba, terburu-buru ia memasuki kamar mandi.
Brak
Dentuman antara tubuhnya yang menghantam lantai kamar mandi menggema keras. Tanpa tahu ada seseorang dibalik dinding yang menunggu untuk menjegal kakinya. Mabel tersungkur mengenaskan diatas lantai becek.
Dapat ia rasakan jika seragam olahraganya turut basah sebab mereka sengaja membuat lantai tergenang cukup banyak air. Tapi Mabel masih bersyukur karena genangan air itu bersih.
“Hahahaha mampus, makan tuh jebakan!” Ucap temannya yang bernama Sasa. Teman-teman yang lain kembali, menertawakannya diambang pintu kamar mandi.
Cewek itu berdiri angkuh, menyorot Mabel dengan tatapan bengis. Penampilannya yang modis dengan baju seragam yang mencetak body merupakan andalannya. Ia salah satu cewek yang menjadi incaran para siswa laki-laki di sekolah.
“Guys, temennya jatuh tuh. Gak ada yang mau bantuin gitu?” Katanya dengan raut prihatin yang dibuat-buat dan yang lain menyahuti dengan sorak tawa riuh.
Mabel segera bangkit, memeluk erat seragam olahraganya yang sebagian basah terutama baju. Membenahi letak kacamatanya yang sempat melorot. Ia menatap teman-temannya satu persatu. Ah, apa pantas mereka disebut sebagai teman. Mabel lupa jika ia tidak memiliki teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
N & M
Teen Fiction__________ 'UNTUK DIBACA BUKAN DIKETIK ULANG' *** Berasal dari kalangan sederhana dan memiliki ibu seorang pelacur bukanlah keinginannya. Terlahir dari sebuah kesalahan membuatnya menjadi bahan penindasan di sekolah. Ia kesulitan berbaur dengan tema...