"Euy maniez" Panggil Giselle mencolek pipi Karin kala baru masuk ke unit apartemennya. Karin langsung menepis geli dan membentak dengan nada bercanda tentunya. "Geli sat!"
Giselle cekikikan memakaikan kalung bunga pada Karin. "Nikmatin partynya. Pacar lo gak lo bawa?" Heran Giselle lihat-lihat kebelakang.
Karin bergeleng.
"Yakalik Winter gue bawa kesini. Jalan berdua aja harus hati-hati. Lagian hari ini dia habis sibuk ikut lomba"
Giselle ber-oh ria. Mengangguk paham lalu memberi tatapan iba pada kawannya. "Lagian lo napa sih mau sama dia. Ngejar susah payah juga, dia itu gak romantis bor. Udah sangar, galak, cerdas lagi. Beuhh gak cocok sama lo"
Kepala Karin terangkat. Menekak Giselle dan mencubit perutnya. "Wah kurang ajar"
"Bercanda, bercanda. Dah yuk masuk, spesial ultah gue nih. Minum yang banyak" Ujar Giselle merangkul Karin. Membawa langkah mereka lebih dalam.
[]
"Win"
Mendengar suara lembut nan halus itu lantas membuat Winter langsung mengalihkan pandangannya pada layar laptop. Dia duduk dan menatap ke pintu yang sudah terbuka.
"Iya mah, kenapa?"
Mamah tersenyum. "Si Karin ada di luar"
Alis Winter naik heran. "Malem malem gini? Kan aku udah bilang aku capek"
"Temuin sebentar aja, kayaknya dia lagi teler. Aneh gitu kelakuannya. Mamah takut mbukain gerbang" Mamah cemberut dan memasang wajah penuh harap pada anak semata wayangnya. Winter bergeleng tidak habis pikir kemudian mengangguk pelan atas permintaan mamahnya.
Dia mengecek ponsel terlebih dahulu. Rupanya memang ada banyak pesan dari pacarnya itu.
karina: win
karina: win
karina: win
karina: sayaaanggg
karina: pujaan harikuuu
karina: eh typo *hatikuuu
karina: win kamu masih bangun?
karina: send a picture
karina: aku keren ta
karina: send a picture
karina: mau roti bakar atau sosis?
karina: win bukain gerbang
Dengan frustasi Winter memijat kepalanya. Tidak bisa dia percaya, Karin sepertinya sedang mabuk. Kalau tidak, mana mungkin Karin mengirimi foto sedang bergaya dengan tukang penjual roti bakar.
Mau tidak mau sekarang Winter benar-benar harus keluar menemuinya.
Diluar sudah bisa Winter dengar suara Karin nyanyi gak jelas. Bahkan sampai terjatuh karena Winter membukakan gerbang yang dimana Karin sedang bersandar.
"Karina!" ujar Winter panik.
Dia berlutut, menepuk pipi Karin yang sedikit berdarah.
"He he, aku bawain sosis bakar nih" Senyum terpatri begitu lebar dan cerah.
Winter agak lega. Dia pikir Karin luka parah. Segera dia susah payah membantu Karin berdiri lalu merangkulkan lengannya di pundak Winter kemudian menuntunnya ke kursi depan rumah.
Beberapa menit Winter habiskan buat menyiapkan obat. Selanjutnya dia mengobati Karin dengan hening dan pelan.
"Win"
"Hm"
"Kok kamu cantik sih he he"
Lagi-lagi mata Winter memutar. Sudah biasa Karin berucap hal-hal yang orang lain anggap manis. Tapi bagi Winter itu memuakkan. Beberapa tahun selalu mendengar itu dari Karin membuatnya jemu.
"Diem" jawabnya.
Kali ini Karin malah terkekeh. Menyelipkan sedikit anak rambut Winter yang terjatuh.
"Inget gak, dulu aku susah banget ya ndapetin kamu" kata Karin bernostalgia.
Tak ada jawaban. Dan Karin gak lagi berucap apa-apa. Hingga waktu Winter mau beranjak, Karin memegang lengannya. Membuat perempuan mungil itu terjatuh di pangkuan Karin. Jarak wajah mereka begitu dekat membuat Winter menahan nafas.
"Win. Kamu sayang gak sama aku?"
Haduh pertanyaan macam ini. Winter malas menanggapi ginian.
Dirinya terkesiap saat Karin mencium pipinya. Mundur sedikit, Karin tersenyum.
"Bau minuman" ucap Winter menatap Karin datar. Sedang Karin jadi cemberut mempererat lingkaran tangannya di perut Winter dan sedikit menariknya agar jarak mereka semakin dekat. Matanya mulai memejam. Mendekat, merasakan nafas keduanya saling bersatu.
Tapi Winter cepat berdiri.
"Udah malem. Lo pulang aja"
Karin terdiam. Dari ujung matanya dia cuma melihat Winter membereskan perlatan obat.
"Kenapa? Lo gak suka ya?" Tanya Karin terkekeh.
"Kenapa sih lo" Jawab Winter.
Penuh panas Karin berniat berdiri. Sebelum akhirnya agak miring kanan kiri karena tubuhnya serasa melayang. Efek mabuk. "Lo gak pernah mau gue cium. Lo gak sayang gue kan?"
Sekarang giliran Winter yang terkekeh.
"Pikiran lo tuh yang kekanak-kanakan. Pulang! Gue capek ngurusin hidup gue sendiri. Dan gue gak mau ngurusin lo"
"Oke. Awas ya lo kalau nge galauin gue!"
Ngomongnya sih gitu. Tapi nyatanya malah Karin yang nangis sendiri pas diperjalanan pulang. Sampai rumah dia masuk kamar mandi. Nyetel lagu band PROUD terus nyalain shower dan duduk sambil ngusap air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
backstreet • winrina
Fanfictionjiminjeong | winter mana mungkin pacaran sama sejenis. © 2021 SAMUELSAID