"Non permisi, ini ada makanan"
Winter yang baru mau masuk kamar terhenti karena ucapan bibi. Mamah di dapur udah senyum-senyum sambil memasak cemilan sore. Sedang papah di ruang tamu cuma ngehela nafas. "Heleh paling pacar kamu"
Putaran bola mata malas Winter tunjukkan. "Iya bi, makasih ya"
Ngomong-ngomong, keluarga Winter sudah tau tentang hubungannya dengan Karin. Mereka tipe orangtua yang bebas. Asal Winter bisa menjaga diri dan anaknya itu bahagia, ya mengapa tidak.
Didalam kamar, Winter mengambil dulu kertas note yang ditempel di kotak.
aku gak bisa nganterin ke rumah
soalnya lagi latihan futsal
dimakan yapacar kamu <3
Begitu mengecek isinya, haduh ayam goreng. Apa Karin tidak tau Winter ini sedang jaga tubuh?
Dia keluar kamar, celingak celinguk mencari seseorang. Oh rupanya papah masih di ruang tamu. Sibuk nonton sinetron.
"Papah mau gak?"
"Apaan?" kepo papah Winter.
"Ayam goreng. Aku mau makan cemilan bikinan ibu aja" jawab Winter memberi kotak itu pada papahnya. "Anak baik duh. Eh tapi ini dari pacar kamu?" Winter ngangguk.
"Kalau orang ngasih tuh dihargain" Mamah mencubit pipi Winter yang baru duduk di kursi dapur. "Ih mamah. Lagian hampir tiap hari dia ngirim makan mulu. Bosen"
"Hush, nanti kalau gak digituin lagi kangen lho"
"Gak mungkin" Sotoy Winter.
[]
Walau terlihat sempurna, nyatanya Winter juga punya kekurangan. Di bidang olahraga maksudnya, dia ini paling anti olahraga. Apalagi kalau disuruh lari jarak jauh buat pemanasan. Gitu saja dia sudah kehabisan nafas.
Sekarang Winter ada di urutan paling terakhir. Teman-temannya yang lain pasti sekarang sudah ikut pelajaran guru olahraga mereka. Terserah lah, Winter tidak mau buru-buru.
Merasa lelah, Winter berhenti sejenak. Menyangga lengannya di lutut sambil menetralkan nafas. Beberapa menit kemudian, dihadapannya sudah ada botol air minum. Dia mendongak, menemukan Karin yang sama keringetan. Bedanya dia terlihat begitu cerah dengan senyumnya yang tidak pernah luntur.
"Lo ngapain disini?!" Kaget Winter.
Karin terkekeh.
"Nemenin kamu lari"
"Lo bukannya ada kelas?"
"Mbolos lah. Tadi sama Giselle sih, eh tapi dia malah nongkrong di warung" ucap Karin.
Winter yang sudah lelah tidak peduli lagi. Kalau saja dia masih ketua osis mungkin bakal dia marahin, tapi jabatannya sudah lepas. Karena Winter sudah angkatan kelas tiga dan harus sibuk pada ujian.
Dia menerima botol air Karin dan meminumnya sedikit. Mereka lanjut lari pelan bersama.
"Kemarin gimana ayamnya? Enak?" Tanya Karin.
"Gue kasih papah"
Karin senyum tipis. Tapi tidakpapa, mungkin memang Winter lagi gak doyan makan ayam. Besok-besok akan Karin pikirkan makanan lain.
"Ini udah mau deket lapangan" kode Winter mengingatkan.
Karin sendiri kaget. "Eh iya cepet banget. Yaudah aku balik ya, pulang nanti kamu bareng siapa?"
Mau bilang sama Doy, tapi masa begitu? Otak Winter sedang capek mikir, jadi dia jawab asal "Sendiri"
"Okee, aku anter pulang ya"
"Hm"
[]
Dan disinilah. Karin dan Doy berdiri di pinggir parkiran. Tempat dimana mereka biasa menunggu Winter keluar dari kelas. Keduanya cuma diem-dieman. Kalau Doy diem karena memang tidak tau kalau Karin berniat mengantar Winter pulang.
Kalau Karin diem karena kesal, kenapa nih orang nempel banget sama pacarnya?!
Sekolah hampir sepi, dan Winter belum kunjung nampak. Karena dia baru sadar ucapannya tadi saat dengan Karin. Jadi dia menunggu waktu sepi dulu baru turun ke parkiran.
Doy dan Karin langsung sigap. Karin menatap Winter penuh kebingungan, begitupun Doy yang menatap Karin. "Kamu sama temen kamu, Win?"
Wah minta dihajar. "Kamu kamu, sok deket lo anjing" maki Karin di batin sembari melotot.
"Bentar Doy" Winter menarik tangan Karin. Membawa langkah mereka cukup jauh ke sudut tempat yang lebih sepi lagi.
"Kamu sama Doy? Katanya tadi sendiri"
"Maaf gue lupa. Iya gue sama dia, lo pulang aja duluan. Udah ya" Winter yang mau pergi ditahan. "Kamu gak bisa gini, Win. Kamu kayak mainin aku tau ga? Emang kamu kira aku gak sakit apa lihat kamu jalan mulu sama Doy?"
Alis Winter menekuk. "Lo ngomong apasih. Orang cuma jalan biasa doang"
"Iya tapi sering banget! Aku aja kalau ngajak kamu jalan jarang"
"Ya karen—"
"Karena kamu gak mau dikatain belok kan?" sergah Karin.
Kini cewek mungil itu tidak lagi bersuara.
"Win aku udah usaha terus. Dari dulu selalu njadiin kamu nomor satu, apa-apa aku selalu inget kamu. Selalu aku usahain luangin waktu buat kamu. Terus sampai sekarang pun kamu juga masih kelihatan gak peduli. Sekarang giliran sama Doy malah asik"
Winter memijat pelipisnya. "Terus mau lo apa?"
"Ya jangan deket-deket sama si Doy. Pacar kamu kan aku"
"Lo itu gak akan pernah paham ya, Rin?"
Karin memasang wajah bingungnya. Dia menaikkan alis, meminta Winter untuk menjelaskan lebih lanjut.
"Emangnya lo kira hubungan kayak kita ini bakal terus bisa lanjut selamanya? Lo sama gue sama-sama cewek, sejenis! Orang-orang kayak kita pacaran cuma buat ngisi masa remaja doang, terus selanjutnya ya selesai. Realistis dikit! Udah untung gue mau nerima lo jadi pacar"
Winter berucap nada pelan namun menekan. Dan Karin tau betul dia sedang serius.
"Please be mature. Gue capek ngurusin sifat lo yang kekanak-kanakan mulu"
Winter berlalu. Meninggalkan Karin yang termenung. Jujur perkataan Winter yang sebenarnya ada betulnya menusuk sekali hingga ke ulu hati.
"Anjing dada gue sakit"
Cengeng sih, tapi mau gimana. Karin perlahan mulai menangis. Dia menutup mulutnya supaya suaranya gak kedengeran. Meski begitu masih aja suara-suara kecil keluar, dia tahan sebisa mungkin. Berkali-kali mendongak dengan harapan air matanya berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
backstreet • winrina
Hayran Kurgujiminjeong | winter mana mungkin pacaran sama sejenis. © 2021 SAMUELSAID