"Bagaikan Nahwu tanpa sorof-nya, bagaikan muftada' tanpa khobar-nya, apakah mereka akan sempurna? Tentu saja tidak, kerena mereka saling bertugas untuk melengkapi, bukannya terpisah belah berdiri sendiri."
-Santri Kalong Oleng-
Akhirnya, bintangku kembali bersinar, matahari kembali terbit setelah sekian lama tengelam. Kebahagiaanku kembali ketika Gus Adnan siuman, Pria itu berhasil menakhluki tantangan yang secara tak langsung, diberi oleh Sang Robby. Hatiku bergetar ketika Nama yang pertama kali disebutnya adalah Namaku, bahkan menatap ke arahku nanar dan perlahan meraih tanganku. "Ai." Suaranya masih terdengar samar nan lemah, lantas aku hanya tersenyum dan memintanya agar jangan dulu banyak bergerak.
Sekarang Gus Aad terlihat bingung, terlebih lagi ketika netranya tak sengaja menatap ke arah perutku yang sekarang sedikit membuncit. Maklumi saja, usia kandunganku sudah menginjak ke empat bulan. "Sayang ... kenapa perut kamu--"
Air mataku kembali menitik, napasku seolah tak lagi beraturan. Kali ini, bukan tangis kesedihan yang mengiringi penantian panjang, melainkan tangis haru karena akhirnya penantianku berakhir temu, pun karena Gus Adnan yang belum mengetahui prihal kandunganku lebih dulu. Padahal dia suamiku, tetapi dia adalah orang terakhir yang mengetahui calon buah hati yang telah di titipkan di rahimku ini. "Dia adalah ... penantian kita selama ini Mas, alhamdulillah ... Allah sudah titipkan dia untuk hadir di tengah-tengah kita berdua," terangku.
Mata Gus Adnan telah berbinar, apalagi setelah mendengar penjelasanku barusan. Sontak di bukanya selang oksigen yang sendari tadi masih bertenger di hidungnya. Mulanya aku kepanikan dibuatnya, namun Gus Adnan tak henti meyakinkan. "Kamu serius Dik? Anak kita?" Kali ini aku hanya mampu membalasnya dengan anggukan. Kemudian, Gus Adnan beralih mengusap perutku yang belum terlalu berisi. "Assalamu'alaikum, Anak Abi ... semoga keberkahan selalu bersamamu ya Nak, Ummi dan Abi disini akan selalu menunggu kehadiranmu, sayang. Maafkan Abi yang tak pernah tau, bahwa kamu sebentar lagi akan hadir di tengah-tengah kami." Lirih, suara Gus Adnan terdengar serak juga samar, bahkan tak hentinya air mata Pria itu menitik hingga membasahi pipi tirus beliau.
"Aku nggak papa kok Bi, asalkan Abi janji bakal selalu sehat dan kuat untuk melawan rasa sakitnya, aku nggak akan pernah marah. Malahan aku bahagia karena sekarang Abi udah sadar dari komanya. Abi yang kuat ya, tunggu aku lahir dan kita akan selalu bersama. Janji?"
Kali ini Gus Adnan beralih menatap ke arahku, kembali menggengam tanganku erat lalu mengecupnya. "Janji, Abi akan selalu kuat untuk kalian sayang," ucapnya. Lalu kami berdua pun tersenyum bahagia. "Udah Mas Aad jangan nangis lagi dong, nttar Dede juga ikutan sedih loh," rayuku.
"Emang Umminya nggak ikutan sedih apa?"
Aku yang refleks, lantas mencubit lengan suamiku. "Aww, sakit sayang."
"Eh maaf, soalnya kamu nyebelin!"
"Nyebelin, nyebelin gini juga tetap Suami tercinta njenengan kan?"
"Halah, halah, niatnya juga kulo kepengin qabiltu-an lagi, eh panjenengan malah keburu sadar."
Bukannya marah, Gus malah terkekeh. "Monggo, biar nanti calon suami njenengan, kulo geprek kayak ayam."
Memilih untuk tak lagi memperdulikan ucapan Beliau, malah memeluk tubuhnya pelan. Aku rindu, karena beberapa waktu lalu tak bisa mendengar ocehan Pria itu. Percayalah, bukan karena Dia seorang Putra Kyai lalu aku mencintainya sepenuh hati, melainkan karena sikapnya yang selalu membuat nyaman hati. "Percayalah Mas, Aida nddak akan mencari ke lain hati karena kamu itu paket komplit," ucapku sambil tertawa kecil.
"Pret, boyo jangan gombal toh, perutku langsung mules iki," balasnya.
"Serius?"
"Becanda mulesnya, tapi serius mencintaimu."
"Habis koma kok langsung seger begini?" candaku.
"Karena selama aku koma kemarin, hanya bisa melihat kamu dan seorang anak laki-laki yang entah siapa, tetapi telisirku mungkin dia, kalian seolah menarikku agar ikut bersama kalian, bukan Pria tua yang sangat aku kenali, yaitu Mbah kakung."
"Lalu, Mas?" Masih bertanya karena merasa penasaran dengan mimpi Beliau, bahkan sangat antusias menunggu Pria itu melanjutkan.
"Lalu .... "
Gus Adnan masih mengantungi ceritanya, bahkan kini wajahnya terlihat sedih. "Lalu, sampai sekarang aku terus mencintaimu."
Aku hanya bisa membulatkan mata sempurna, lagi-lagi refleks menepuk tangannya yang tengah dipasangi infus. "Sakit toh Dek," prosesnya.
"Ya siapa suruh njenengan nyebelin. Wes lah, tak tinggal dulu, sebentar lagi Ummi pasti datang," ucapku.
Ketika hendak bangkit dari duduk, Gus Adnan malah berusaha untuk merubah posisinya. Tanganku ditariknya ketika ingin melangkah menuju dapur, sekedar membantu para Mbak Santri yang piket untuk melakukan pekerjaan disini. Gus Aad malah memelukku dengan erat dan berbisik di telinga. "Terimakasih untuk semuanya Sayang, sudah setia menanti Mas untuk sadar dari alam mimpi yang begitu menakutkan. Mungkin Abi tak pernah salah menjodohkanku padamu dulu, tetapi aku tak pernah salah sudah menerima perjodohan itu. Mungkin, jika kamu ingin berpaling adalah suatu yang mudah, mengingat kekuranganku serta penyakit yang tengah diberi tugas untuk mengugurkan sedikit banyaknya dari padanya dosaku, namun kamu lebih memilih setia."
Aku hanya bisa mengangguk pelan ketika pelukan sudah ia longgarkan. "Ibarat dalam ilmu nahwu, aku dan kamu itu adalah muftada' dan khobar, Aku yang tak bisa berdiri sendiri tanpa kamu dan kamu yang tak akan pernah bisa ada tanpa aku. Sekarang kita itu saling melengkapi, karena itulah tujuan pernikahan, bukan memandang hanya dari sudut kekurangan. Aku, kamu dan kita berdua," ucap suamiku lagi, kemudian beralih mengecup keningku.
"Salah, yang benarnya itu. Aku, kamu dan anak kita," balasku.
"Wes lah Ai, jangan rusak suasana kita, wong lagi menghayati kok," oceh Beliau.
Aku hanya terbahak ketika Gus Adnan selesai berucap. "Afwan (maaf), Gus," balasku menirukan gaya seorang Santri pada Gurunya.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Putra Kyai✔
RomanceAida, yakni seorang Mbak Santri ndalem yang terpaksa menerima perjodohan yang di ajukan oleh Kyainya. Namun, Pria yang akan menikahinya bukanlah seorang Pria yang sempurna, melainkan seorang Pria lumpuh dan tengah mengidap penyakit kanker otak stadi...