Lembaran Kesembilan || Kesetiaan yang diuji.

4K 324 14
                                    

#ParadeCakraBatch.

"Sampai kapan pun aku tidak pernah berniatan untuk melanggar ikrar yang telah kita ucap kan bersama di hadapan Allah Gus. Jika kamu berpikir demikian, kamu salah
besar."

~Ning


•||•


Hari ini tak banyak yang aku lakukan di luar rumah, sehubungan keadaan Suamiku yang tak kunjung membaik. Hanya bisa mendoakan untuk kesembuhannya dan merawat Pria itu dengan sepenuh hati. "Sayang, apa kamu bahagia bersama Mas?"

Aku yang sendari tadi, hanya memijat lengannya, lantas mengerutkan dahi. "Tentu," balasku lalu mengusap pelan pipi tirusnya.

Mas Adnan terlihat mengambil napas dalam, setelah itu menghembuskannya kasar. Tiba-tiba, Pria itu beralih meraih ponsel yang berada tidak begitu jauh dengan beliau. Netraku membulat sempurna, sesekali meneguk saliva. Pantas saja sikap Mas Adnan berubah, rupanya dia terbakar cemburu setelah melihat potretku bersama Gus Hafiz. Terlihat disana kami saling tersenyum, sambil melihat ombak di pantai menjelang matahari tenggelam.

Kemudian aku terkekeh, sebisa mungkin mencairkan suasana. "Mas Adnan cemburu?" Sengaja 'ku lempari beliau dengan pertanyaan yang terkesan sedikit konyol, sedang suamiku hanya memberi balasan dengan mengangkat bahu.

"Potret itu di ambil sudah lama sekali Mas, seingat Aida waktu itu kami sedang mengadakan acara haul Kyai Ma'sum. Kalau Mas Aad cemburu, Aida senang," terangku.

Sepertinya gombalanku tidak mempan, untuk meluluhkan hati Sang putra Kyai tersebut dalam sekejap. Kali ini beliau kembali menggeser layar gawainya.

'Deg'

Aku langsung membungkam, 'ku kira dia hanya menyimpan potretku dan Gus Hafiz beberapa tahun lalu, tetapi kenyataannya tidak, bahkan malah diluar naluri. Dapatku lihat wajah Mas Adnan mulai kesal, karena disana terlihat aku yang tengah menitikkan air mata dan Gus Hafiz yang menatapku begitu lekatnya, itu merupakan kejadian kemarin, sewaktu kami di pasar. Entah siapa yang telah begitu lancang mengirimkan kedua foto tersebut pada suamiku, atau kan beliau mempunyai mata-mata yang di utus untuk mengikutiku?

"Jelaskan Aida, jelaskan!" Nada bicara Mas Adnan mulai meninggi, bahkan tidak sekalipun ia menatap ke arahku.

"Ampun Mas, ampun ... Aida tidak sengaja bertemu dengan Gus Hafiz kemarin."

"Tidak sengaja atau sudah terencana? Ck, Ai jika kamu memang tidak bahagia bersama saya, kenapa tidak jujur saja? Saya tidak akan memaksa sehingga kita bisa sampai ke tahap ini," terangnya. Cairan bening yang sendari terus dibendung, kini telah lolos menciptakan jejak di pipinya. Begitu pula aku, tidak mengira jika hal semacam ini akan terjadi.

Aku menggeleng kuat setelah Mas Adnan mengakhiri ucapannya. "Aida--"

Belum sempat aku membalas ucapannya, Pria itu sudah mengalami kesakitan di bagian kepalanya, pasti ini adalah efek beliau terlalu banyak pikiran maupun tekanan, padahal hal tersebut seharusnya dihindari.
Segara 'ku ambilkan obat pereda nyerinya, alhasil malah di tepis ketika diri ini ingin memberi. "Astagfirullah ... jangan seperti ini Mas."

Dia melihat ke arahku sambil menertawai dirinya sendiri. "Bukankah jika saya mati, kalian berdua bisa bersama? Seharusnya kamu senang Ai."

Sang Putra Kyai✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang