Playlist The Truth Untold - BTS.
Anna berbaring di ranjang rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa Anna tidak mengalami gejala apapun namun Robby tetap memaksa untuk menginfusnya. Jadilah Anna terpaksa menginap di rumah sakit. Setidaknya sampai suhu tubuhnya kembali normal.
"Apa kau butuh sesuatu?" tanya Lucas. Ketika Anna baru membuka mata, orang yang pertama kali ia lihat adalah pria itu. Lalu pria itu memaksa untuk menungguinya, padahal Anna sudah mengusirnya. Demi tuhan, berdua bersama dengan Lucas adalah hal terakhir yang diinginkannya saat ini.
Anna tidak menjawab pertanyaan Lucas. Ia berbaring dengan posisi memunggungi pria itu.
Lucas menghela napas lelah. Sedari tadi ia mencoba untuk mengajak bicara Anna tapi respon wanita itu tidak ada. Hanya diam dengan pandangan kosong. Hei, wanita itu butuh makan agar Anna bisa cepat keluar dari rumah sakit dan Lucas tidak harus menungguinya.
Pergerakan tubuh Anna membuat Lucas sadar dari lamunannya. Anna berusaha untuk turun dari ranjang pesakitan. Lucas dengan sigap membantu Anna turun dengan memegangi lengan wanita itu yang dengan cepat ditepis oleh Anna.
"Tidak usah berpura-pura baik." ujar Anna dingin. Dengan langkah pelan, Anna berjalan kearah pintu keluar. Hal itu membuat Lucas marah dan menahan lengan wanita itu.
"Apa yang kau lakukan, Ann?" geramnya rendah.
"Dimana Robby?" alih-alih menjawab, Anna malah bertanya balik. Lucas mengabaikan pertanyaan Anna dan menyeret pelan tubuh wanita itu agar kembali ke ranjang. Anna memberontak. Ia menyikut keras perut Lucas lalu menghindar dari jangkauan pria itu. Lucas mengerang kesakitan. Matanya menyorot tajam wanita itu yang terlihat sedang mencari sesuatu.
"Dimana ponselku?" Lucas tetap bergeming. Tangan Anna menyusuri sofa dan meja kecil disamping. Matanya bergerak kecil mencari benda pipih itu.
"Dimana ponselku, Lucas?!" Anna bertanya dengan setengah membentak.
"AKU TIDAK MEMBAWANYA!" Lucas berteriak. Wajahnya merah padam. Rahangnya sekeras batu.
"Mengapa kau tidak membawanya?!" balas Anna.
"Kau pikir aku memikirkan ponselmu ketika aku melihatmu tergeletak di lantai sialan itu?!" ujar Lucas tajam.
"Apa pedulimu, huh?! kau seharusnya membiarkan saja aku mati! kau seharusnya serahkan aku kepada Robby. Kau tidak perlu ikut kesini!" bentak Anna. Mereka berdua beradu pandang tajam dengan emosi yang mengerubuni kepala mereka. Sama-sama keras kepala.
Lucas memutuskan pandangannya lebih dulu. Ia menyugar rambutnya kasar. Lalu menarik napas. "Aku pergi. Aku akan menelepon Robby. Dia sedang menebus obat tadi." setelah pemberitahuan singkat itu, Lucas melenggang pergi keluar dari ruangan.
Anna membisu ditempat. Tatapannya tidak berpindah dari pintu ruangan dimana Lucas pergi tadi. Lalu setelah beberapa saat ia melangkah kecil kembali ke ranjang. Anna tahu dia sedikit keterlaluan tadi tapi dia tidak peduli. Kepalanya penuh oleh berbagai hal sekarang dan Anna butuh tidur. Baru saja ia ingin merebahkan diri, pintu terbuka lebar dan tampaklah Robby dengan mimik wajah cemas.
"Anna, kau baik-baik saja?" tanya Robby. Pria itu melepas jaket kulitnya dan langung menggenggam tangan pucat Anna.
Anna tersenyum tipis. "Tentu saja. Kau pikir aku akan mati, heh?"
"Hei, aku melihatmu tergeletak di lantai dengan tubuh sedingin mayat! aku akan berpikir kau sudah mati tahu jika aku tidak melihat dadamu bergerak."
"Badebah mesum." ujar Anna sambil menyilangkan tangannya di depan dada.
Robby berdecih sinis. "Kau pikir aku tertarik pada payudaramu, heh?" ujar Robby. Ia mengambil sebuah apel diatas nakas lalu mulai mengupasnya. "ngomong-ngomong apa yang terjadi padamu? kau ini sangat menyusahkanku tahu? seharusnya aku sekarang sedang bergumul manja dengan pria yang kutemui di kafe." Robby memberikan apel yang sudah dikupas dan dipotong kepada Anna. Anna menerimanya dengan senang hati.
"Tidak ada apa-apa."
"Kau tidak bisa berbohong padaku, bitch."
"Aku pingsan kehabisan oksigen." kata Anna asal.
"Aku akan menelepon daddymu." ujar Robby sambil mengeluarkan ponselnya.
"Ya, oke. Taruh ponselmu kembali." ujar Anna cepat. Daddynya tidak boleh sampai tahu atau pria tua itu akan khawatir. Apalagi ibunya.
Robby menuruti kata Anna. Ia menaruh kembali ponselnya ke saku celana lalu kembali menatap Anna. Meminta jawaban wanita itu.
Anna menggigit bibir bawahnya. Tuhan, dia tidak mau mengatakan ini. Anna menarik napas dalam. "Aku..."
"Apa?"
"Aku..."
"Aku apa?!"
Anna melirik Robby takut. Sial, jika Robby tahu penyebabnya dia akan diceramahi habis-habisan. Dan itu adalah hal terakhir yang Anna inginkan. Ceramah Robby bisa lima kali lipat dari ceramah yang diberikan ibunya. Belum lagi suara cempreng pria itu. Belum mendengarnya saja sudah membuat Anna pusing.
"Jangan bilang kau—"
"Ya."
Anna tersenyum polos. Baiklah, dia sudah ketahuan. Tidak ada gunanya menutupinya. Robby sudah tahu semuanya.
"Kenapa?"
"Kau tahu, Rob."
Robby menghela napas pelan. Ia mengelus puncak kepala Anna lembut. "Kau tidurlah."
Anna mengangguk setuju. Ia merebahkan dirinya di ranjang, dibantu Robby. Namun sebelum memasuki alam mimpi, Anna bertanya satu hal.
"Kau tadi bertemu Lucas?"
Robby memandang Anna sekilas, lalu mengangguk ragu. "Dia yang memberitahuku kau sudah siuman." Anna menghembuskan napas kasar, lalu berbalik memunggungi Robby. Sebelum terlelap di alam mimpi, dia mendengar Robby mengatakan sesuatu.
"Kau harus tahu, Ann—"
Lalu Anna tidak mendengar apapun lagi. Karena ia sudah jatuh tertidur.
*****
Lucas langsung membersihkan diri sesampainya di hotel. Memakai baju santai, lalu mengambil ponselnya yang sudah tidak ia lihat selama beberapa jam. Tidak banyak pesan. Hanya dua pesan dari Selena, dan beberapa email dari sekretarisnya. Setelah membalas singkat pesan Selena, Lucas merebahkan diri di kasur. Rencananya untuk makan siang dengan Jacob untuk membahas bisnis mereka terpaksa dibatalkan karena Lucas harus membawa Anna ke rumah sakit dan menunggu wanita itu sebentar—atau lebih tepatnya memaksa menunggu.
Ingatannya kembali pada kemarin malam saat dirinya bertengkar dengan Anna. Lebih tepatnya ia teringat oleh tangan wanita itu. Lucas tahu jelas apa itu. Self harm adalah perilaku menyakiti diri sendiri secara sengaja. Dan Lucas sangat yakin bahwa Anna melakukan itu Tapi pertanyaannya, mengapa Anna melakukan hal bodoh seperti itu?
Banyak hal yang ingin Lucas bicarakan dengan wanita itu. Namun Anna selalu saja enggan membahasnya, sama seperti kemarin. Anna terlalu keras kepala untuk seorang wanita. Dia terlalu sulit untuk dimengerti. Semua menjadi sangat sulit jika menyangkut wanita itu.
Lelah memikirkan wanita itu, membuat Lucas memilih untuk tidur. Fisiknya sangat lelah. Sudah berapa hari Lucas tidak tidur. Terakhir kali Lucas merasakan tidur adalah empat hari yang lalu. Tepatnya sebelum dia terbang ke Barcelona. Jadi yang Lucas lakukan sekarang adalah mematikan semua lampu dan terlelap. Namun sebelum benar-benar terlelap, Lucas menggumamkan sebuah kalimat.
"Aku mencintaimu, princess."
*****
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Side Of New York | #1
RomanceMature Story 🔞 "𝐇𝐞𝐥𝐥𝐨, 𝐍𝐞𝐰 𝐘𝐨𝐫𝐤. 𝐈'𝐦 𝐲𝐨𝐮𝐫 𝐦𝐢𝐝𝐝𝐥𝐞 𝐟𝐫𝐨𝐦 𝐲𝐨𝐮𝐫 𝐛𝐫𝐢𝐠𝐡𝐭𝐧𝐞𝐬𝐬 𝐚𝐧𝐝 𝐝𝐚𝐫𝐤𝐧𝐞𝐬𝐬 𝐬𝐢𝐝𝐞." -A.S.