Bab 18 - Can i say the truth?

318 29 2
                                    

Anna memesan dua porsi sate padang di salah satu pedagang kaki lima di alun-alun kota Bekasi. Dua tahun menetap di Indonesia, tidak pernah sekali pun ia menginjakkan kaki disini. Maka dengan penuh semangat, ia meminta Rian untuk mengajaknya jajan di tempat ini. Setelah menunggu cukup lama, bapak penjual sate tersebut pun membawa pesanan mereka.

"Terima kasih." ujar Anna.

"Sama-sama mbak bule." saut bapak-bapak tersebut dengan raut wajah jenaka. Anna dan Rian yang mendengarnya pun sontak tertawa.

Rian yang sudah selesai tertawa menatap Anna yang masih belum menyelesaikan gelak tawanya. Rian memandangi pemandangan tersebut cukup lama hingga Anna tersadar.

"Ada apa?" Tanya Anna sembari memasukkan potongan lontong yang dibumbui saus coklat merah yang terlihat menggiurkan tersebut kedalam mulutnya.

Rian tersenyum. Senyum yang membuat pria itu berkali-kali lipat bertambah tampan. Mata sipitnya membentuk bulan sabit yang biasa orang sebut dengan eye smile.

"Cantik."

Anna mengibaskan rambutnya jumawa. Lalu mereka berdua tertawa karena tingkah random yang tidak bermaksud itu.

"Ahh, aku sangat menyukai suasana ini." Kata Anna, melihat ke sekeliling dimana orang-orang terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada beberapa sepasang kekasih yang dirajut asmara, ada keluarga kecil yang terlihat sangat bahagia, dan masih banyak spesies lain dengan bermacam-maca kondisi disini.

"Kau suka disini? Kalau begitu aku akan sering-sering mengajakmu kesini."

Anna tersenyum kecil. Hatinya mungkin senang berada ditempat ini. Tapi pikirannya sibuk berkelana ke berbagai cabang permasalahan. Sudah satu minggu sejak ia bertemu dengan Lucas. Kata-kata terakhir pria itu cukup mengganggu pikirannya seminggu ini. Selingkuh? Ia berselingkuh? Hah. Yang benar saja. Ia tipe wanita setia yang sangat menghargai komitmen. Lucas hanya mengada-ngada karena tidak ingin menjadi pihak yang disalahkan.

"Anna." Panggil Rian.

Anna menoleh. "Ya?"

"Tawaranku masih berlaku." Rian menyudahi makannya. Memfokuskan diri kepada Anna sepenuhnya.

"Kau tahu aku tidak bisa, Rian." Ujar Anna.

"Tapi dia sudah menyelingkuhimu, Ann. Apa yang kau lihat dari dia? I can love you more than he do." Kata Rian frustrasi. Matanya mentap netra Anna yakin.

Anna menggenggam tangan Riyan. "Aku sudah melupakan Lucas. Itu pertama yang harus kau tahu. Kedua, kau sahabat baikku Rian. Aku tidak mau kehilangan dirimu. Aku sudah menganggapmu sebagai kakak laki-lakiku." Anna menyunggingkan senyum.

Mendengar hal itu Rian terdiam. Lalu mengangguk mengiyakan walau hatinya memberontak tidak terima. Yang dia lakukan masih tidak cukup ternyata.

***

Dua hari setelahnya Anna sudah kembali ke New York. Ia kembali sibuk bekerja karena tumpukkan dokumen yang kian meninggi di meja kantornya. Satu bulan di Indonesia cukup membuat lembar demi lembar dokumen yang harus ditandatanganinya menebal.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi di masih tetap berada di kantor. Punggungnya bersandar pada kursi besar miliknya. Tangannya membuka kacamata yang lebih dari 8 jam menghiasi matanya. Anna memijat batang hidungnua pelan. Rasa pusing melanda. Sepertinya vertigonya kambuh dan itu buruk. Perutnya mulai bergejolak, meminta isi perutnya dikeluarkan. Anna buru-buru ke kamar mandi dan memuntahkan seluruh isi perutnya. Hanya ada cairan bening disana karena Anna memang belum makan sejak pagi. Hanya meminum air putih dan kafein agar membuatnya terjaga di malam hari.

Side Of New York | #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang