Bab 10 - A Mistake

536 23 7
                                    

Playlist Traitor - Olivia Rodrigo.

Rapat dimulai pada pukul delapan pagi. Hari ini Anna memakai blazer berwarna abu dengan blouse satin putih lalu highwaist pants yang membalut kaki jenjangnya. Ia memasuki ruang meeting dengan tenang. Walaupun dadanya sudah bergemuruh sejak tadi karena rapat yang kali ini ia bahas adalah sebuah masalah. Yang sepenuhnya berada di tangan Anna, walaupun secara tidak langsung.

"Jadi, apa penyebab kebakarannya?" tanya salah satu aliansinya, yang ia kenal bernama Robert Patinson.

"Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara tropis. Penyebab kebakaran ini dikarenakan cuaca yang panas dan suhu yang kemarin mencapai empat puluh derajat celcius."

"Ini semua salah anda, Ms. Sheeler." ujar pria gempal diujung sana. "Sebelum anda memilih Indonesia, bukankah banyak dari kami yang mengusulkan Malaysia? mengingat iklim di Indonesia yang buruk dan proyek yang besar ini. Kami semua mengalami kerugian."

"Saya tahu benar apa yang saya lakukan. Sebelum memilih Indonesia sebagai penanaman hutan sawit, saya sudah melakukan survei terlebih dahulu. Dan jangan lupakan ini adalah kali pertama Indonesia mengalami kebakaran hutan." ujar Anna tajam.

Lucas yang menghadiri rapat tersebut hanya diam mengamati. Ia tidak berminat untuk ikut campur dalam diskusi atau yang lebih tepat disebut perdebatan. Rapat ini tidak terlalu penting baginya. Toh, ia tidak terlalu rugi. Uang yang ia tanam di proyek ini tidak seberapa. Ia masih bisa menghasilkan dari yang lain. Tapi, Lucas merasa sangat perlu untuk bergabung dan hadir.

"Saya mengadakan meeting bukan untuk memperdebatkan apa yang sudah terjadi. Dan tentu saya tidak akan lepas tanggung jawab. That's why i'm here. Saya mempunyai solusi dan penanganannya."

Lalu Anna mulai mempresentasikan rancangan-rancangan baru yang sudah ia kerjakan semalaman penuh. Para alinasi diam memperhatikan. Dan harus diakui Lucas, wanita itu memang pandai dalam menyelesaikan masalah sehingga yang lain pun ikut tercengang dengan idenya. Setelah dua jam berlalu, meeting pun selesai. Para aliansi keluar dengan wajah puas.

"Aku tahu kau memang pintar. Tapi aku tidak tahu kalau kau sangat cerdas, Ms. Sheeler. Ayahmu pasti bangga padamu." ujar Robert. Pria itu memilih tinggal sebentar di ruangan untuk menghampiri Anna.

"Terimakasih, Mr. Patinson." ujar Anna dengan senyum simpulnya.

"Sangat jarang ada wanita cantik dan cerdas seperti dirimu." puji Robert lagi. Robert benar-benar mengagumi wanta di hadapannya ini.

Anna tersenyum.

"Bagaimana kalau kita makan malam nanti. If you don't mind?"

"Sure."

Robert tersenyum senang. Gosh, dia seperti mendapat jackpot dapat makan malam dengan Anna Sheeler.

"Berapa nomormu? dan kau tinggal di hotel apa? aku akan menjemputmu nanti malam."

"Tidak perlu. Aku akan berangkat sendiri. Kau beri tahu saja kepada asistenku dimana tempatnya." ujar Anna. Ia memasukan ponselnya kedalam mini bag yang ia bawa, "Aku duluan, Mr. Patinson. Selamat pagi." lalu Anna berjalan keluar.

"Kau akan makan malam dengan Robert?" tanya Lucas tiba-tba.

Anna berjengit kaget. Lalu menatap sinis pada Lucas. "Bukan urusanmu."

"He's a player."

"So?"

"Don't go with him."

Anna menghentikan langkahnya. Menatap Lucas tajam. "Aku katakan sekali lagi, itu bukan urusanmu." lalu Anna melanjutkan langkahnya kembali.

*****

Anna sudah siap dengan blouse putih dan rok span yang mencetak indah bokong besarnya. Ia merasa tidak perlu memakai dress karena Anna menganggap ini hanyalah makan malam antar mitra bisnis saja. Setelah memastikan pakaiannya rapih, ia pun melenggang meninggalkan kamar hotel. Namun betapa terkejutnya ia menemukan Lucas yang beridiri disamping lift dengan tubuh yang bersandar di dinding. Namun Anna menghiraukannya dan menunggu lift terbuka.

"Aku sudah bilang jangan pergi dengannya."

Anna menghiraukannya.

"Kau bisa pergi dengan siapa pun asal jangan dia."

Anna tidak menanggapi.

"Anna..." ujar Lucas dengan nada rendah. Kesabarannya benar-benar menipis saat ini.

"Listen to—"

"Diamlah Lucas. Aku sedang tidak ingin berdebat." potong Anna. Matanya masih menatap pada angka di lift.

Kenapa lama sekali, sih?!

"Anna, aku mohon. Kali ini saja kau harus mendengarkan aku."

"Kau siapa?"

Lucas menggeram tertahan. Ia membalikan tubuh Anna dengan denga kedua tangannya dan menyeret paksa wanita tersebut kembali ke kamar hotel. Lucas membuka kamar Anna dengan kartu dan hal itu membuat Anna melotot terkejut.

"BAGAIMANA BISA KAU MEMPUNYAI KARTUKU?!" teriak Anna.

"Shut up." Lucas membanting tubuh Anna ke kasur dan pergi menjauh. Namun bukannya Anna jika ia tidak melawan. Jadi yang dilakukannya adalah mendorong Lucas hingga terjatuh ke lantai. Lucas terkjeut bukan main.

"Apa-apaan kau ini?! kau siapa hingga berani mengatur dengan siapa aku bertemu?!" teriak Anna emosi. Lucas bangkit, lalu berjalan mendekati Anna.

"He's not good for you."

"Lalu siapa yang bagus untukku?!" ujar Anna dengan terengah-engah. "Just shut your fucking mouth and leave me." desis Anna sebelum berjalan melewati Lucas. Namun seketika tubuhnya tidak seimbang dikarenakan Lucas menahan lengan Anna dan mengurungnya di dinding.

"I can't shut my mouth. Can you do it with your mouth, Ann?" Anna terdiam kaku. Seharusnya, Lucas berhenti sampai disana. Seharusnya, Lucas memikirkan perasaan Selena ketika melakukan ini. Tapi semua itu kalah dengan egonya yang ingin mengunci mulut kasar wanita di dekapannya ini. Jadi, yang Lucas lakukan adalah mencium Anna dengan kasar. Ia membungkam mulut wanita ini dengan mulutnya. Lucas menghisap bibir bawah dan atas Anna dengan keras. Anna memekik kesakitan. Namun hal itu malah memberikan Lucas kesempatan untuk memperdalam ciumannya. Ia memangut bibir itu dalam, liar dan panas—membiarkan hasrat dan amarahnya berkeliaran dalam sentuhan panas itu

Anna yang merasa tidak ada lagi jalan keluar, akhirnya ikut berpartisipasi dalam ciuman tersebut. Ia membalas ciuman itu. Hal itu membuat Lucas mengerang. Ia semakin mempersempit jarak mereka. Lucas mengangkat kedua kaki Anna untuk melingkar ke pinggangnya sementara bibirnya terus memangut bibir lembut Anna.

Lucas membawa Anna untuk berbaring di kasurnya. Ia melepaskan pangutan mereka. Lucas menunduk, memandangi Anna yang wajahnya memerah dan bibirnya yang bengkak.

"Maafkan aku." bisik Lucas.

Anna menolehkan wajahnya kesamping. Enggan menatap Lucas.

"Aku brengsek ya? seharusnya aku tidak melakukan ini ketika aku sudah bertunangan dengan Selena." perkataan Lucas membuat Anna secepat kilat menoleh. Menatap tajam Lucas.

"You asshole."

Lucas tersenyum tipis, lalu bangkit dari posisinya.

"Tolong lupakan ini. Ini adalah kesalahan."

Lalu Lucas pergi, meninggalkan Anna yang terdiam kaku setelah mendengar semua penuturan Lucas. Setelah mendengar pintu yang tertutup, Anna tertawa sumbang. Anna bangkit lalu berjalan gontai ke meja rias. Lagi-lagi Anna tertawa. Lalu setitik air mata jatuh dari sudut matanya.

*****
To Be Continue

Side Of New York | #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang