Evelyn termenung di depan cermin. Sejak beberapa menit yang lalu ia sudah duduk disana, menatap sosoknya yang pucat dengan pikiran yang melayang kemana-mana. Air mata yang menetes di abaikannya, tanpa ingin repot menyekanya. Berjam-jam ia menangis di kamar mandi, nyatanya tak berhasil membuat hatinya tenang. Sungguh miris disaat ia meminta Raga untuk melupakan, dirinya justru tidak mampu untuk menghapus memori menjijikkan itu dari ingatan.
Ia masih tidak habis pikir, pengaruh alkohol ternyata bisa semengerikan itu dalam mengendalikan pikiran manusia. Sekarang ia sudah kotor, menangis pun memang sudah tiada berguna, keperawanannya sudah terenggut di usia yang masih belia yakni Dua puluh satu tahun. Kini ada jejak lelaki lain di dirinya bahkan sebelum pria yang ia cintai menyentuhnya. Mengingat kejadian itu, rasa bersalah kembali hadir di hatinya. Tapi lebih dari itu ia takut Kevin tidak bisa menerima keadaan dirinya yang sekarang. Apalagi dengan fakta jika pria pertamanya adalah Raga-om Kevin sendiri.
Dan bicara soal Kevin, kekasihnya itu sudah menghubunginya berulang kali, tapi Evelyn yang masih merasa syok tak sanggup untuk mengangkat panggilan itu. Sudah cukup ia membohongi kedua orang tuanya dan juga Daren, rasanya ia tidak tega jika harus melakukan hal yang sama kepada Kevin. Mengingat sebelumnya mereka pernah saling berjanji untuk selalu berkata jujur kepada satu sama lain. Tapi bagaimana jika kejujurannya malah akan membawa bencana dalam hubungan mereka? Evelyn takut kehilangan Kevin, ia tidak mau pria itu membencinya.
Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Evelyn terlonjak. "Siapa?"
"Saya Non," sahut salah satu pelayan di rumahnya.
"Ada apa?"
"Itu Non, ada Tuan Kevin di bawah."
Jawaban si pelayan membuat Evelyn memucat sekaligus gemetaran. 'Kevin? Dia bukannya masih di Surabaya?'
"Ya udah Bi, suruh tunggu aja." Evelyn buru-buru menyeka wajahnya sebelum berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka. Kevin tidak boleh tahu ia habis menangis, jangan sampai kekasihnya itu curiga lalu bertanya macam-macam padanya.
***
Dengan berat, Evelyn melangkahkan kakinya menuju ruangan di mana Kevin tengah menunggunya saat ini. Keberadaan Kevin di rumahnya membuat mata Evelyn memanas, betapa ia sangat merindukan sosok kekasihnya itu yang sudah seminggu ini tidak di lihatnya.
Sejenak ia berhasil melupakan kesalahannya. "Kev...." panggilnya lembut dengan menghambur ke sosok kekasihnya itu.
Kevin menoleh lalu berdiri dan tersenyum kepada Evelyn yang tengah berlari menghampirinya. "Hei, kenapa nggak angkat telepon aku?" Pertanyaan itu menjadi kalimat sambutan saat tubuhnya sudah di peluk oleh Evelyn.
Tertegun sejenak, pertanyaan itu mengingatkannya kembali pada kejadian semalam. "Semalam aku capek banget, langsung tidur begitu sampai rumah," kilah Evelyn sambil memejam di dalam pelukan Kevin.
"Marco bilang, kamu pulang dengan Om Raga. Apa itu benar?"
Degg.
Tubuh Evelyn seketika membeku ketika mendapati Kevin mengetahui soal itu. "Uhm itu...." Detik berikutnya Evelyn menarik diri dengan sepasang jemari yang saling meremas, gugup.
Kevin menyentuh bahu Evelyn seraya merunduk untuk menatap wajah kekasihnya itu yang entah mengapa seperti menghindari tatapannya. "Semalam aku telepon Om Raga, tapi ponselnya nggak aktif. Aku hanya ingin memastikan kalau yang Marco ucapkan benar, seenggaknya aku jadi tenang kalau kamu sama dia."
Ucapan Kevin sontak menampar hati Evelyn. Kekasihnya itu begitu percaya pada dirinya dan Raga, tanpa tahu jika semalam ia dan Raga tidak sengaja telah melakukan hal gila di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With You
Romance21+ Evelyn hanya terjebak dalam kisah yang salah. Maka itu ia menyadari, dirinya tidak boleh jatuh cinta kepada pria yang kini berstatus sebagai suaminya, mengingat pernikahan mereka terjadi lantaran anak yang ada di dalam kandungannya. Tapi sialnya...