"Ta-tapi ... kenapa?" Evelyn termangu, jawaban Raga menyekat tenggorokannya. "Bukankah kamu bilang, kamu tidak mau menikah denganku?"
Raga memunggungi Evelyn lalu berjalan ke jendela.
"Aku setuju menikahimu karena anak itu."Evelyn mendengkus pelan. "Rasanya aneh mendengarmu berkata seperti itu. Kamu lupa atau apa, dulu pernah berencana untuk melenyapkan anak ini?"
Raga berbalik dan menatap Evelyn penuh penyesalan atau entahlah-mungkin hanya perasaan Evelyn saja. Pria itu seperti akan mengatakan sesuatu tapi tertahan ketika pintu ruangan mendadak terbuka.
"Eve ... kamu disini?"
Suara teguran yang cukup di kenal Evelyn membuat ia menoleh.
"Tante Aira." Evelyn tersekat saat mendapati Aira memasuki ruangan.
Aira tersenyum lembut pada mereka. "Aku membawakan ini. Surat gugatan perceraian."
"Ra ... aku kan udah bilang, aku yang akan mengurusnya." Raga mendekat ke Aira dan menatapnya tidak senang.
"Nggak apa-apa, nanti kalau nunggu kamu pasti lama. Kasihan Eve, kalo kelamaan perutnya bisa kelihatan." Aira tersenyum hangat pada Raga yang menatapnya sedih. "Kamu hanya tinggal tanda tangan disini. Setelah itu kita sudah resmi bercerai, jadi kamu dan Eve bisa menikah secepatnya," ucapnya sambil menunjuk kolom tanda tangan pada berkas yang ia bawa.
Sementara Raga membuang wajah sedihnya, Evelyn menahan air matanya.
"Tante...."
Aira menoleh dan tersenyum pada Evelyn. Di sentuhnya perut wanita itu dengan lembut. "Raga bilang kandunganmu udah mau jalan tiga bulan ya? Seharusnya udah mulai kelihatan bukan? Apa karena badan kamu kecil ya makanya masih kelihatan rata perutnya." Ia lalu terkikik sendirian di tengah kemurungan Raga dan Evelyn.
"Tante ... sebenarnya, tante tidak perlu melakukan ini. Malam itu adalah ketidaksengajaan kami. Maka itu aku tidak pernah menuntut pertanggung jawaban Om atas kehamilanku." Evelyn berkata hati-hati, sepelan mungkin.
"Aku tahu, tapi meski begitu anak kalian tetap butuh tanggung jawab dari ayahnya. Dan karena wanita itu adalah kamu, aku rela melepaskan suamiku." Aira meraih jemari Evelyn, di genggamnya dengan erat. "Aku percaya pada kalian. Kamu dan Raga tidak mungkin menghianatiku."
Dengan hati yang berkecamuk, Evelyn menoleh kepada Raga yang kini tengah menatap mereka dengan tatapannya yang tidak terbaca.
"Raga setuju untuk menikah denganmu, tapi itu hanya sampai anak kalian lahir. Dan ku pikir itu jalan terbaik untuk kita saat ini." Aira menjelaskan dengan riang seolah mereka sedang membahas rencana liburan.
"Aira memaksaku untuk menikahimu. Dan karena aku tidak mau papamu sampai menyentuh Aira demi memaksaku untuk menikahimu, aku terpaksa membuat rencana itu. Aku harap kali ini kamu akan setuju." Dengan enteng, Raga menimpali ucapan Aira.
Evelyn membeku usai mendengar penuturan itu. Sekarang ia tahu pointnya. Alasan mengapa Raga tiba-tiba mau bertanggung jawab pada kehamilannya adalah karena rencana sepihak yang di buat oleh pria itu dengan sang istri-tanpa melibatkan dirinya.
Pernikahan berbatas waktu. Hal konyol apalagi ini? Apakah Raga bermaksud ingin menghindari kemarahan Adrian? Mungkin pria itu tidak percaya padanya yang bisa meyakinkan sang papa--sehingga di buatlah rencana gila lainnya.
"Bagaimana jika aku menolak?" Evelyn yang sudah bisa menguasi dirinya. Menatap Aira dan Raga penuh kemarahan. Sungguh, ia merasa di permainkan oleh pasangan itu.
"Kamu lihat kan Ra, betapa keras kepalanya dia? Sudah ku bilang, perceraian kita hanya sia-sia!" seru Raga yang terlihat kesal.
"Jika Om sudah tahu apa jawabanku, lalu kenapa Om terus merencanakan hal-hal konyol seperti ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With You
Romance21+ Evelyn hanya terjebak dalam kisah yang salah. Maka itu ia menyadari, dirinya tidak boleh jatuh cinta kepada pria yang kini berstatus sebagai suaminya, mengingat pernikahan mereka terjadi lantaran anak yang ada di dalam kandungannya. Tapi sialnya...