Bersamaan dengan Raga mengakhiri kalimatnya, terdengar suara berdebam yang cukup keras. Mereka menoleh serentak dan langsung terkejut begitu mendapati Evelyn jatuh pingsan dengan Lala yang ikut terjatuh dan mulai menangis.
Kevin yang hendak melerai pun seketika berlari kearah kekasihnya yang sudah tak sadarkan diri. "Eve...." paniknya sambil mengangkat kepala Evelyn untuk di taruhnya ke pangkuan, detik berikutnya ia terkejut ketika merasakan hangat di kulit leher kekasihnya itu. "Sayang, bangung sayang. Kamu kenapa?" Ia kemudian mengangkat tubuh Evelyn, membawanya ke sofa terdekat.
"Eve kenapa Kev?" Panik, Safira mengikuti keduanya, pun dengan Misel yang mengekor di belakang. Pingsannya Evelyn berhasil mengalihkannya dari kesakitan yang putranya berikan.
"Nggak tahu Nek, badannya panas sekali." Sebelah tangan Kevin menggenggam jemari Evelyn sementara tangan lainnya menyentuh kening wanita itu, memastikan kondisi sang kekasih.
"Ya Tuhan. " Safira menutup mulutnya dengan tangan. "Cepat telepon dokter," titahnya pada pelayan yang mendekat.
Sementara di sisi lain, Lala menangis kencang-meminta perhatian dari orang-orang yang mengabaikannya sejak tadi. Aira yang tersadarkan pun langsung buru-buru menggendong bocah itu.
"Lala mau pulang Ma," rengek Lala ketika sudah berada di dalam gendongan sang mama.
"Sabar ya Sayang, sebentar lagi kita pulang." Aira mengusap-usap punggung Lala dengan lembut, sementara netranya sibuk memperhatikan sosok sang suami yang sejak tadi hanya bergeming dengan wajahnya yang pucat.
Mungkin Raga masih kesal dengan yang mama katakan mengenaiku, pikir Aira.
"Papa ... ayo kita pulang. Lala takut disini."
Rengekan keras bocah itu menyentak kesadaran Raga yang mulai kehilangan fokus dirinya. Memejam sejenak, ia menoleh ke putrinya yang kini sudah berurai air mata. Lalu sekejap kemudian, tatapannya pun jatuh kembali ke tempat Evelyn yang kini masih hilang kesadaran. Kejadian itu berhasil memantik ketakutan yang amat besar di dalam dirinya.
Bagaimana jika yang ia takutkan dalam beberapa hari ini menjadi kenyataan? Bagaimana jika kesialan itu benar-benar menghampirinya? Tidak, Raga menepis pemikiran itu. Hubungannya dengan Aira baru saja membaik, dan ia tidak mau mempertaruhkan lagi kebahagiaannya. Terlebih untuk hal yang tidak ia inginkan ada di hidupnya.
Seketika pijakan Raga pun mulai goyah. Ia merasakan kakinya melemas dengan hanya memikirkan kemungkinan terburuk itu.
"Raga, are you okay?" Aira menyentuh lembut lengan suaminya, menatapnya penuh kekhawatiran.
Raga mengerjap. Tarikan nafas di helanya dengan berat sebelum berkata, "Ayo kita pulang."
"Tapi Eve...."
"Sudah banyak yang menghawatirkannya disini, lebih baik kita pulang," ucap Raga ketika Aira menatap heran dirinya. Tak ingin di bantah, Raga lalu merangkul pinggul Aira dan menghelanya keluar. Tanpa peduli pada tatapan kecewa Safira dan tatapan penuh kecemburuan Misel yang mengiringi kepergian ketiganya.
***
Evelyn merasa ada yang mengusap keningnya dengan begitu lembut, dan ketika ia membuka matanya, ia menyadari Kevin yang melakukan itu padanya. Pria itu tengah duduk di sofa kecil yang di tempatkannya di sebelah tempat Evelyn berbaring.
"Kev ... apa yang terjadi denganku?" Perlahan, Evelyn mendudukkan dirinya, sembari memegangi keningnya yang masih terasa tidak nyaman.
"Kamu pingsan." Kevin menjawab dengan wajah yang nyaris tanpa senyum. "Ini minum. kamu pasti haus." Di ulurkannya segelas air kepada Evelyn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With You
Romance21+ Evelyn hanya terjebak dalam kisah yang salah. Maka itu ia menyadari, dirinya tidak boleh jatuh cinta kepada pria yang kini berstatus sebagai suaminya, mengingat pernikahan mereka terjadi lantaran anak yang ada di dalam kandungannya. Tapi sialnya...