Hari ini menjadi hari yang sedikit mendebarkan bagi Asa.
Seminggu telah berlalu sejak kedatangannya ke Ibu Kota, kini tibalah saat untuk melanjutkan kegiatannya seperti saat ia masih di Jogjakarta dulu. Tentu saja sekolah, apa lagi?
Asa sudah bersiap dengan seragamnya. Penampilannya benar-benar sudah selesai disiapkan untuk berangkat. Gadis itu berdiri di depan cermin panjangnya, memandangi pantulan diri. Sempurna, batinnya. Tapi akan lebih sempurna lagi kalau Asa bisa tersenyum sedikit saja di hari yang mendebarkan ini.
Kendati hati Asa terus berdegup gak karuan setiap kali ia melihat seragam sekolah barunya, tapi apa itu berarti Asa merasa senang? Kalaupun dia memang merasa senang, perasaan itu gak sebanyak kecemasannya.
Bisakah Asa melakukannya dengan baik? Bisakah dia belajar dengan tenang tanpa diusik kehadiran saudara tiri yang bahkan gak mau mengakui keberadaannya?
Asa terus memikirkan itu sejak semalam. Dia hanya berharap Saga gak melakukan hal yang akan merepotkan dirinya di sekolah nanti hanya karena dia gak bisa melakukannya di rumah. Asa sudah tahu, Saga gak menyukainya.
Lalu dari semua itu, Asa banyak memikirkan tentang ini. “Ada yang mau temenan sama gue gak, ya ...?” Hal itu akhirnya ia tumpahkan dalam pertanyaan singkat yang keluar dari mulutnya. Asa mencemaskan hal ini karena dia bukan orang yang mudah memulai hubungan dengan orang baru.
Menyapa orang lebih dulu itu agak merepotkan baginya.
“Hai, gue Asa. Salam kenal.” Asa memulai latihan kecilnya, tersenyum paksa pada pantulan diri di cermin. Beberapa detik berlangsung, wajahnya kembali mendung. “Kayak kenalan sama mutual di twibber aja,” tuturnya mencibir diri sendiri.
Selama hidupnya, orang yang gak suka merasa repot ini jarang sekali mau bergerak maju lebih dulu. Dia pasti akan menunggu orang lain mengajaknya bicara, atau mau bicara duluan kalau ada keperluan yang mendesak.
Sebagai anak yang lahir di generasi ini, kamu pasti mengerti bagaimana bimbangnya perasaan beberapa orang saat harus menyapa orang lain lebih dulu, 'kan? Apalagi perasaan aneh setelah menyapa dan bersikap sok asyik pada orang baru.
Kamu pasti akan mengejek dirimu sendiri dengan kalimat seperti; ‘Sok asik banget!’ atau ‘Elo gak cocok jadi orang ramah, beneran deh!’
Jika waktunya yang gak banyak ini dihabiskan untuk berlatih menjadi orang ramah, Asa mungkin bakal ditinggal oleh Saga yang menjadi tumpangannya di hari pertama sekolah ini.
“Bodo deh!” Asa tak acuh pada akhirnya, lalu menarik tas dari kasurnya dan beranjak keluar menemui semua orang di ruang makan.
Ketika menuruni tangga, sedikit perasaan kesal mencubit benak Asa kala melihat lagi-lagi hanya ada dua orang yang menunggunya di meja makan. Asa merotasi kedua matanya dengan muak lalu melangkah dengan lesu menuju meja makan.
“Selamat pagi, Asa!” sapa sang ayah, Jeiden, dengan senyum secerah matahari yang akhir-akhir ini kembali Asa lihat. Asa tersenyum tipis membalas sapaan Jeiden kemudian ia menuju Sharon yang memintanya mendekat.
Wanita itu menarik kursi untuk Asa duduk, kemudian menyiapkan sarapan pagi. “Nasi goreng atau roti selai?” tanyanya, menawarkan dua menu sarapan pagi ini pada Asa.
Asa menjawab setelah meneguk susunya agak terburu. “Roti aja.”
“Gak sama nasi goreng? Nanti gak kenyang.”
“Enggak deh, nanti aku kekenyangan,” jawab Asa dengan halus, ia melirik sinis ke bangku kosong yang biasa diduduki Saga saat makan sendirian di meja itu. Ia menambahkan lagi, “Lagian kayaknya aku udah kesiangan.”

KAMU SEDANG MEMBACA
BREAKING ME IN THREE : Isa Ft. JASUKE
Jugendliteratur❝Kalau bisa, gue mau belah diri aja jadi tiga.❞ Shanette Anatari sama sekali gak tahu kalau kepindahannya ke rumah sang ayah dan keluarga barunya bakal membuatnya bertemu dengan banyak hal gak terduga, mengejutkan bahkan sampai bikin mulut menganga...