Chapter 23 : Es Teh Sehabis Hukuman

153 24 16
                                    

Asa sampai di penghujung langkah dari dua putaran lapangan utama sekolah yang luas dan hijau. Tujuannya untuk membakar semangat dan meningkatkan energi, tapi sepertinya energi Asa ikut terbakar habis bersama semangatnya; yang tersisa cuma lelah dan ritme napas yang gak beraturan.

"Yang bener aja ... emang gue sepayah ini, ya, di olahraga?"

Asa kesusahan untuk mengatur napas, dan tenggorokannya terasa sangat kering. Seandainya dia bisa pergi ke kantin untuk membeli air dingin, tapi niatnya urung saat mendengar pak Nuril bicara di belakangnya.

"Saga, aman?"

Mau gak mau, Asa menoleh ke Saga di belakangnya; gak jauh berbeda dari Asa, dan itu membuat Asa terdiam.

Saga gak menjawab, hanya tersenyum begitu tipis dan samar jika dibandingkan dengan wajah pucatnya.

"Class meeting nanti bakal banyak lomba, kamu ikut? Biasanya kamu ikut basket atau futsal, kan?"

"Kalo waktunya gak bentrok, mungkin bisa, Pak."

"Wah, seperti yang diharapkan. By the way, kamu memang ada niat buat serius di basket atau futsal? Kamu punya bakat, kalo diseriusin, siapa tau bisa jadi jalan kamu di masa depan."

"Kalo itu, kayaknya enggak, haha," Saga tertawa, meski itu hanya basa-basi, tapi itu pertama kalinya Asa melihat Saga tertawa—sehingga tanpa sadar, dia memperhatikan bagaimana wajah kaku itu membentuk senyum dan menyita atensinya.

Hanya untuk beberapa detik saja, sebelum Saga menyadari mata Asa kepadanya dan membuat Asa segera berpaling pergi dari jangkauan Saga.

"Kamu sakit? Mukamu agak pucet kayaknya. Yang kemaren belum sembuh?"

Asa gak lagi mendengar percakapan pak Nuril dan murid kesayangannya bersama langkahnya ke kelas.

"Jadi Saga di UKS kemaren itu habis pingsan? Eh, pingsan apa hampir pingsan? Halah, peduli apa gue?" Asa sempat bertanya, sebelum dia memiliki gak peduli. Tapi kemudian dia tersenyum. "Bisa pingsan juga tuh bocah; gue kira dia cuma bisa bikin gue kesel doang."

Asa lagi buru-buru ke kelasnya, ketika tiba-tiba Niel muncul di depannya.

"Hah!" Asa kaget, kedatangan Niel yang tenang dan cepat itu kayak jumpscare dari film horor dan membuatnya sempat kehilangan kata-kata.

Apalagi saat Niel menarik Asa pergi tiba-tiba; menjauh dari kelasnya.

"Woy! Apaan, sih? Lepas!" Asa berusaha berontak, tapi dia gak berdaya dengan genggaman sekuat itu dari seorang laki-laki yang lebih besar dari dia.

Niel gak mengatakan apa pun, tapi dia tiba-tiba berhenti dan membuat Asa menabrak punggungnya lumayan keras. Saat itulah, Niel melepas tangan Asa tapi dia fokus dengan batang hidungnya yang terantuk punggung keras di pemuda.

"Sakit nj—"

"Kenapa di luar, Liam? Ini belum jam istirahat."

Asa menahan umpatannya saat dia mendengar suara orang dewasa; dia menyembul dari belakang Niel dan melihat seorang guru di depan mereka.

"Nah, bawa cewek lagi? Anak kelas mana kamu?"

"Enggak, Pak! Saya diba—"

"Dia dipanggil guru, Pak! Saya suruh manggil dan mastiin dia dateng, soalnya dia suka kabur-kaburan."

"Hah?" Asa bingung sekali, ditambah dengan Niel yang menggandengnya lagi seakan gak memberikan Asa kesempatan untuk lari.

"Oh iya? Guru siapa?"

"Bu Astrid. Dia anak ekskul sastra tapi di pertemuan terakhir kemaren gak masuk, dan dia juga gak peduli sama teguran ketua klub jadi guru pembimbing mau langsung bicara sama dia. Nanti kalo udah selesai, saya balik ke kelas."

BREAKING ME IN THREE : Isa Ft. JASUKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang