18. Senjata Makan Tuan

4.8K 428 11
                                    

"Hua--arghsetaaan!" Kamila terpekik kaget saat tiba di unit apartemennya dan menemukan Wisnu baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melingkar di pinggang.

"Dari mana saja kamu?" tanya lelaki itu sembari muncul dari kegelapan dan mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

Sebelum menjawab Kamila sembari melirik arlojinya dan menyadari ternyata malam sudah cukup larut, itulah alasan kenapa Wisnu sudah pulang sekarang.

"Jalan-jalan, cari udara segar," jawab Kamila sekenanya.

"Sama siapa?"

"Sendirilah. Kan kamu juga tahu aku nggak punya cukup banyak teman."

Wisnu mengedikkan bahu, kemudian berbalik menghadap lemari yang menjulang di hadapan. Dengan sengaja dia menanggalkan handuk di depan Kamila, lalu melemparnya ke ranjang.

"Crocodile Sialan! Kapan aku akan terbiasa dengan segala kevulgaran ini, Tuhan?" batin Kamila sembari memalingkan pandangan menatap ubin yang dipijaknya.

"Sudah makan?" tanya Wisnu lagi, setelah selesai berpakaian. Lelaki itu terlihat segar dengan kaus abu dan celana joger berwarna hitam.

"Makan malam, sih belum. Kalau makan angin, makan nasi Padang, makan bakso sama camilan,
sih udah."

"Ada restoran traditional di bawah. Mau ikut? Kebetulan ada beberapa hal yang ingin kubicarakan denganmu."

"Oke. Aku ganti baju sebentar." Dia melenggang menanggalkan sepatu heels dan melempar pelan tas sedang berisi ponsel dan laptop ke atas ranjang. Ada kaos?" tanya Kamila di depan lemari.

"Ada. Pakai yang mana saja!" cetus Wisnu sesekali melirik Kamila yang tengah melepas satu per satu kancing dress-nya. "Jangan ngintip! Bintitan entar!" Wisnu menggeleng pelan dan menghela napas panjang.

***

Restoran traditional yang terletak sekitar lima puluh meter dari gedung apartemen itu nampaknya tak terlalu ramai. Dari dua tingkat bangunan hanya ada beberapa meja yang diisi pelanggan. Termasuk Kamila dan Wisnu yang memesan Rawon dan Pecel Semanggi yang dihidangkan bersama nasi hangat dan teh panas. Udara yang cukup dingin malam ini membuat menu yang mereka pesan sangat cocok dengan suasana sekitar.

"Kemungkinan kita baru pulang ke Jakarta dua hari kemudian. Besok ada rapat mendadak yang akan diadakan perusahaan Poltaris untuk memperkenalkanmu sebagai kandidat kuat calon direktur."

Gerakan Kamila yang tengah menyendok rawon, seketika terhenti.

"Besok? Seriously?"

"Ya. Kenapa? Kamu keberatan? Kalau begitu biar aku yang wakilkan," tawar Wisnu.

"Nggak, nggak perlu. Aku akan datang. Calon pemimpin perusahaan harus siap ditempatkan kapan pun dan bagaimana pun keadaannya, bukan?"

Wisnu mengangguk. Ada senyum tipis yang dia sunggingkan. Namun, tidak Kamila sadari.

"Kalau boleh tahu siapa yang mengusulkan?"

"Bu Hilma."

Prang!

Tanpa sadar Kamila melempar sedok-garpunya hingga beradu dengan piring.

"Sudah kuduga. Ibu tiri laknat itu sengaja mengadakan acara dadakan agar aku nggak ada persiapan, lalu dipermalukan," gumamnya yang terdengar samar-samar oleh Wisnu.

"Kalina?"

"Iya?"

"Kalau kamu butuh bantuan, aku bisa membantumu, kamu tinggal memintanya," tawar Wisnu yang berhasil membuat Kamila kembali hanyut dengan pikirannya.

Menantu yang Diremehkan Ternyata Meresahkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang