22. Duri dalam Daging

4.5K 413 27
                                    

Kamila dan Wisnu yang baru saja tiba di Jakarta, langsung dikejutkan dengan suara sirine ambulans yang terparkir bersama dengan mobil polisi di pelataran kediaman keluarganya. Tangis histeris Bu Dahlia ikut mengiringi jasad putra keduanya yang diangkut menuju rumah sakit untuk dilakukan autopsi guna memastikan penyebab kematian Hendri apa benar bunuh diri.

Garis polisi terlihat sudah membentang di depan kamar yang menjadi saksi bisu meninggalnya pewaris kedua keluarga Wijaya yang selama ini dikenal dengan pribadi yang humble dan ceria. Media menduga bahwa penyebab kematiannya adalah depresi akibat skandal yang baru saja terjadi.

Kamila menoleh pada Wisnu yang tiba-tiba meraih jemarinya, lalu menggenggam erat. Seperti ada bongkahan batu yang baru saja menghantam ulu hati Wisnu, tapi dia tak bisa mendeskripsikan perasaan itu. Dari arah pintu terlihat Yayang tiba-tiba berlari dan berhambur dalam pelukan lelaki itu. Menangis meraung mengeluarkan semua stok air mata buaya yang dia punya, dan mendorong pelan tubuh Kamila agar menjauhi mereka.

Kamila membatu di tempatnya. Sekali lagi dia berada dalam situasi yang membingungkan. Kalau dipikir-pikir perlakuan Hendri tak terlalu buruk bila dibandingkan anggota keluarganya yang lain, tapi bagaimana cara lelaki itu bungkam melihat begitu banyak ketidakadilan yang terjadi di keluarga ini untuk sesaat membuat Kamila merasa kehilangan simpati. Meskipun begitu, kepergiannya yang terlalu cepat meninggalkan tanda tanya tersendiri.

Apa benar mental Hendri selemah itu hingga dia tak mampu bertahan di antara cercaan yang terjadi, atau justru ada alasan lain yang mendorongnya untuk bunuh diri?

Sebuah tepukan lembut di pundaknya, membuat Kamila tersadar dari lamunan.

"Bisa temani Mama sebentar, aku dan Yayang harus mengurus beberapa keperluan Hendri sebelum dia dimakamkan."

Kamila mengangguk kecil, dia menatap Yayang yang entah sengaja atau tidak begitu menempel pada Wisnu, hingga lelaki itu harus memapahnya menuju mobil bahkan sampai membukakan pintu.

Sepeninggal dua orang itu, Kamila berjalan menghampiri Bu Dahlia yang meraung-raung di depan teras ditemani Della yang membantu menenangkan Thea yang juga histeris, sementara Indra tengah dimintai keterangan oleh polisi, lalu Pak Dahlan yang paling merasa bersalah hanya bisa termangu di kursi sembari memijati pelipisnya yang pening.

"Biar sama aku aja, Del! Kamu temenin aja Thea di kamarnya," tawar Kamila, sembari memapah Bu Dahlia masuk untuk beristirahat di dalam.

Della menggangguk pelan, perempuan yang tengah berbadan dua itu menuntun keponakannya yang masih terisak-isak menangisi lelaki yang selama ini dia kenal sebagai sosok ayah terbaik, padahal faktanya tak ada darah Hendri yang mengalir di tubuh gadis kecil berusia tujuh tahun itu.

Kamila memapah Bu Dahlia yang masih begitu lesu dan lemah menuju kamarnya di lantai teratas. Sesampainya di ruangan luas itu Bu Dahlia langsung meringkuk dan kembali terisak.

"Tinggalin Mama sendiri!" pintanya yang langsung disetujui Kamila.

Perempuan itu meninggalkan ruang kamar perlahan dan menutup pintu rapat, sebelum berlalu.

***

Di ambang pintu Kamila menatap Della yang duduk termangu di bibir ranjang, sementara Thea sudah lelap tertidur karena kelelahan. Hari sudah beranjak malam, dan dia baru mendapat kamar kalau jasad Hendri baru akan dikebumikan besok pagi.

Perlahan Kamila berjalan masuk ke dalam kamar bernuansa Kuda Pony itu, lalu duduk di samping Della yang terlihat bergitu terpukul dan frustrasi.

"Del ... mau cerita?" Walaupun masih jengkel pada wanita muda yang sering kali bersikap tidak sopan ini, Kamila tetap menyediakan bahu dan kupingnya untuk seseorang yang dirasa membutuhkan.

Menantu yang Diremehkan Ternyata Meresahkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang