Class Bobrok

18 7 0
                                    

Songfiction by Fiisaid206


Pagi ini sekolah SMA Bunga Bangsa sudah dipadati oleh para siswa, sekolah dengan kualitas nomor satu di kota Bandung tersebut memang menjadi sekolah terfavorit. Bukan hanya itu saja, para siswinya yang cantik bagai Kembang Desa pun banyak berkumpul di sekolah tersebut, pantas saja selama ini digadang-gadang menjadi sekolah bagai harum bunga.

Aluna salah satunya, gadis dengan rambut terurai itu sangat manis saat memperlihatkan lesung pipinya, mata yang berwarna cokelat, dan hidung bangirnya menambah kecantikan garis berusia tujuh belas tahun itu. Namun, siapa sangka di balik keanggunannya, Aluna adalah seorang pembuat onar? Ya, dia adalah ketua dari D'Girls. Grup yang beranggotakan cewek-cewek cantik seperti Bella, Meli, Ghisell, dan Anya.

"Selamat pagi para korban ghosting? Gimana semalam udah dapat mangsa belum?" ujar Meli yang di tangannya ada permen karet.

"Lah, lu kali yang di-ghosting, Mel!" tukar Anya kesal.

"Yamet kudasi ... yamet kudasi, Bang Yamet parake dasi, tarik, Mang!" teriak Bella yang tangannya di putar-putar seperti pedagang telur gulung.

"Berisik lu, ah!"

"Ye, terserah gualah. Mending gua tiktokan dulu ah, biar ayang mbeb lihat kalau gue aduhai."

"Ayang mbeb pala lu peang! Lu lupa kalau jomlo?" sindir Ghisell.

"Ha-ha-ha! Halu mulu ni anak memang, kocak!" timpal Anya cekikikan meledek temannya.

"Halo, good morning. Aluna jodohnya Mas Terang datang, uhuuuuuy!" Ini dia, ketua dari D'Girls. Dia seperti Bella sebentar tadi, menyanyikan lagu yang sedang viral di sosial media, jika tadi Bella tangannya di putar-putar Aluna tangannya ke atas seperti orang mau maling buah mangga tetangganya.

"Lun, lu sehat, 'kan?"

"Yamet kudasi ... yamet kudasi, Bang Yamet parake dasi. Ara-ara kimochi, ara- ara kimochi, Bang Ara parake peci. Bararau tanah, Bararau tanah, bararau tanah, bararau tanah bararau tanah, bararau tanah, mencium bararau tanah. Hobaaaaaah!" Bagaikan konser grup band ternama tanah air saja, Aluna loncat ke sana dan ke sini, dia mengangkat tasnya dan diputar di udara.

Pleeetuk!

Tas Aluna mengenai lampu yang berada di atas kelasnya. Semua murid yang ada di kelas menatap Aluna tajam, dia tersengih menampakkan gigi putihnya yang rapi bagaikan barisan para mantan. Mereka sudah tidak heran jika gadis itu merusuh di dalam kelas, tetapi tiba-tiba muncul seseorang di ambang pintu membuat semua murid terdiam.

"4 L, Luna lagi-Luna lagi! Kamu nggak bosan buat onar terus?" Bu Siska-guru BK sekolah Bunga Bangsa.

"Anu, Bu. Tadi tasnya terbang, jadi kena lampu, deh," ujarnya menunduk.

"Tas terbang? Itu tas atau perasaan kamu pas digombalin si David?"

"Ah, Ibu mah bisa aja. Jadi malu, Bu." Bu Siska menggelengkan kepalanya, entah dengan cara apa harus memberi hukuman kepada muridnya yang satu itu.

"Ibu nggak mau tahu, kamu harus ganti lampu tersebut, Luna!"

"Iya, Bu. Saya ganti, ini black card saya Ibu pakai saja." Bu Siska pergi setelah mendapat kartu berwarna hitam milik Aluna, gadis itu memang kaya dari lahir.

"Lun, gue tahu harta itu titipin, tapi kenapa titipan lu lebih banyak, sih?!" gerutu Bella sebal, dia tahu betul bagaimana Aluna dengan gayanya yang cuek jika kartu ATM-nya diberikan kepada orang begitu saja.

"Iya, ni. Lu udah kaya, kenapa harus cantik juga, sih, Lun? Lu kayak KFC tahu nggak, sih!"

"KFC? Ayam dong gue!"

"Paket komplit!" jawab Bella, Ghissel, Anya, dan Meli bersamaan tetapi Aluna hanya tersengih dengan garuk kepala yang tidak gatal.

Keesokan harinya, para OSIS semua berkumpul di rumah rapat, mereka pastinya membahas insiden kemarin yang terjadi di kelas Aluna, Bu Siska telah memerintahkan untuk segera menyelesaikan kasus ini. Ternyata, membayar ganti rugi lampu saja tidak cukup, Aluna harus menjalani hukuman juga.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan? Ya kali kita hukum anak pemilik sekolah ini, yang ada kitalah yang didepak dari Bunga Bangsa!" celetuk Naya.

"Iya juga, ya? Tapi ini perintah Bu Siska, gimana mau nolak? Yang ada nilai ulangan semua kek kepiting saus tiram, alias merah semua." Yudha menambahkan.

"Begini saja, biar gue yang ngomong sama dia secara baik-baik, siapa tahu Luna paham kalau tanpa makian, 'kan?"

"Lu benar, Vid. Coba aja dah, gue mah udah nyerah duluan."

"Lu mah selalu gitu, Do!" Aldo geram dengan ucapan Yudha.

Bel istirahat berbunyi tepat di angka 10, Aluna and D'Girls keluar dari kelas dan menuju tempat favorit, apalagi kalau bukan kantin. Karena merasa perutnya seperti orang bermain drumband atau justru para cacing sedang demo di dalam sana. Aluna langsung mengambil dua buah apel yang tersedia di atas meja ibu kantin.

"Aluna, aku mau ngomong sebentar." Aluna mendongak, dia baru saja menggigit apelnya satu kali.

"Ngomong apa? Di sini aja, gue mau makan."

"Nggak bisa, sebentar, Lun," ujar David memelas. Aluna bangkit dan mengikuti ke mana David pergi.

Ternyata David membawanya belakang perpustakaan, dia duduk di bangku kayu panjang. Aluna berdiri sembari memeluk tubuhnya.

"Mau ngomong apa? Aku lapar, ni!"

"Gue mohon jangan buat onar lagi, ya. Kemarin gue dapat laporan dari Bu Siska kalau lu mecahin lampu kelas."

"Gue nggak sengaja! Lagian gue ganti rugi, kok!"

"Ini bukan soal ganti rugi, Aluna. Lu, kalau mau beli lampu sama pabriknya aja mampu, tapi ini soal ketertiban sekolah, gue yang tanggung jawab. Dan satu lagi, gue nggak mau cewek yang gue sayang dinilai jelek sama murid lain."

"Apa? Gue nggak dengar!" ujar Aluna sembari membenarkan rambutnya ke belakang telinga.

"Gue sayang sama lu, Lun. Gue mohon lu jangan buat hal aneh lagi." Kali ini suara David terdengar pasrah, entah Aluna akan memandangnya seperti apa.

"Gue coba!"

Ya, Aluna membuat onar agar mendapat perhatian dari David, hanya itu cara agar dia bisa dekat dengan lelaki tersebut. Walau pemilik anak sekolah, Aluna tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada orang lain begitu saja, dia lebih suka dengan caranya sendiri.

***

Songfiction ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang