EPILOG
Sekat itu runtuh, tak ada lagi batas di antara dua insan yang sudah ditakdirkan untuk bersatu. Utuh dalam rasa dengan restu dan kebahagiaan yang telah lama dirindu.
Kebun samping rumah Agan disulap menjadi taman dengan suara air mancur dan bunga aneka warna. Hari ini semua orang di rumah itu berharap tidak ada lagi kesedihan dan kecemasan. Satu-persatu masalah bisa terlewati dengan baik. Penuh perjuangan dan sabar yang tak berbatas.
"Finally, aku ada di titik ini, Ma." Agan sangat semringah, seperti tidak pernah ada halangan apa pun sebelum hari ini.
Lisa ikut merasakan aura kebahagiaan putranya. Hari ini penantiannya akan berbuah manis. Sebentar lagi dia bisa menikmati masa tua bersama Aryo dengan tenang, karena putra semata wayangnya sudah menemukan perempuan yang dicintai.
Inggit gugup di dalam kamarnya. Selama ini dia tidak pernah memiliki sahabat atau teman dekat. Kali ini dia ditemani Darma dan calon istrinya.
"Sudah siap, Git? Kita berangkat sekarang, ya?" Darma sudah siap dengan kemeja batik, senada dengan gamis Nilam.
"Sudah, Bang. Tetapi jujur aku gugup, sangat gugup." Tangan Inggit saling meremas, hal yang sering dia lakukan saat cemas.
"Neng, hari ini mah harusnya senyum, atuh. Kan mau nikah sama idaman hati." Nilam menggandeng Inggit keluar dari kamarnya.
Langkah demi langkah kaki teriring doa demi kelancaran acara hari ini. Demi satu ikatan yang disemogakan langgeng hingga takdir Tuhan berkehendak.
Tawa Lisa terhenti saat melihat Inggit datang. Agan mengikuti arah tatapan Lisa. Waktu terasa berhenti di detik mereka saling menatap. Tetapi tak bertahan lama, suara MC meng-interupsi bahwa acara akan segera dimulai.
Semua sudah siap dimulai. Ikrar siap diucapkan Agan tepat saat hujan turun, tidak terlalu deras, dan hal itu sudah diantisipasi panitia wedding organizer. Acara tetap berlanjut dengan lancar.
Mereka saling menatap, haru dan bahagia bercampur jadi satu. Kebahagiaan dan kebersamaan mereka selama ini tak lepas dari hujan. Hingga moment penyatuan pun hujan datang ikut mengawal.
Doa terucap dari semua insan di tempat itu, untuk mempelai dan mereka secara pribadi, karena saat ini adalah tepat waktunya melangitkan harapan semoga Dia mengabulkan.
Resmi dan sah di depan agama serta negara. Hujan mereda seiring para sanak saudara yang berpamitan pulang. Tidak ada pesta besar, hanya makan bersama seluruh keluarga dan sahabat dekat.
Agan berbisik pada Inggit untuk mengganti baju mereka. Inggit sempat terhenyak, bayangan mengganti baju di depan Agan untuk pertama kalinya, membuat Inggit canggung. Bukan hal baru baginya dengan hal ini, tetapi semua seperti mulai dari awal lagi.
Tak kunjung mendapat respon dari istrinya, Agan menggendong Inggit.
"Agan, turunin!" Inggit tidak siap akan digendong seperti itu. Untung sudah tidak banyak orang di sana.Aryo dan Lisa langsung menghampiri begitu mendengar teriakan Inggit.
"Tenang, Pa, Ma. Agan cuma mau bawa Inggit ke kamar aja, kok! Kasihan dia udah ribet banget sama kebayanya." Agan terus melangkah ke lantai dua letak kamar pribadinya.Aryo dan Lisa geleng-geleng kepala. Mereka juga pernah muda, memaklumi saja adegan yang baru saja terjadi.
"Assalamualaikum. Selamat siang."
Aryo menoleh dan sempat kaget melihat siapa yang datang. Lisa tak kalah terkejut, kewaspadaan ditingkatkan."Saya hanya ingin minta maaf pada Inggit. Sekaligus mengucapkan selamat atas pernikahannya."
"Silakan masuk dan duduk dulu, Njas. Nanti istri saya akan panggil Inggit." Aryo memberi isyarat pada Lisa untuk langsung ke atas. Lisa paham dan langsung menuju kamar Agan.
"Gan, Agan. Keluar sebentar, ada tamu." Lisa mengetuk pelan pintu kamar dan memanggil putranya.
"Ya, Ma? Siapa yang datang?" Aryo sudah siap dengan baju kasualnya, tetapi Inggit belum keluar dari kamar mandi.
"Anjas ingin bertemu Inggit. Mama lihat dan sudah cek dia datang sendirian."
Agan paham, cepat atau lambat pertemuan ini memang harus terjadi. Semua harus jelas sehingga tidak lagi yang mengganjal di hati.
"Saya nanti turun bareng Inggit ya, Ma. Tolong minta dia tunggu sebentar."
Lisa mengangguk lalu menghampiri suaminya.
"Tunggu sebentar ya, Njas. Mereka lagi ganti baju."Anjas mengangguk. Tidak ada yang berbicara sedikitpun, hingga Inggit turun digandeng mesra Agan. Tak bisa dipungkiri pemandangan itu membuat hati Anjas tercubit. Tetapi realita harus memaksanya merelakan. Meskupun tidak mudah, dan sempat terpikirkan untuk merebut Inggit kembali.
***
Walah, kok, jadi gitu ya, Anjas.
Alhamdulillah, bisa up dan akhirnya bisa tamat.
Saya bebaskan teman-teman berpikir tentang ending yang diinginkan.
Terima kasih sudah mendamoingi saya hingga cerita ini tamat. Kita bertemu di cerita yang lain, ya.
Jaga kesehatan selalu. Happy reading.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of The Rain (21+ TAMAT)
RomanceTak pernah terpikirkan, saat pernikahan yang diharapkan bahagia, dan berlandaskan cinta pada Yang Maha Cinta, menjadi awal cobaan buat Inggit. Teror secara halus harus dituruti kalau tidak ingin dikucilkan dan tak dianggap sebagai keluarga dari Anja...