9. Lampu Hijau untuk Kompetisi dan Fraternite

1 2 0
                                    

Aku duduk di rooftop sendiri, memikirkan soal Radin semalam. Apa yang aku lakukan itu sudah benar? Atau justru Radin akan membenciku dan memusuhiku? Semoga saja Radin tetap baik padaku.

Aku menghela napas berat, sambil merubah posisiku, dan dibuat terkejut saat seseorang tiba-tiba datang dan menyodorkan sebotol minuman padaku. Aku menoleh ke samping untuk melihat siapa orang yang memberi itu, dan ternyata dia Algi.

Dari mana ya dia tahu aku ada di sini? Ah tapi tak perlu aku tanyakan sih, percuma rasanya, dia tidak akan menjawab dengan serius.

“Makasih.” Kataku pelan sambil mengambilnya.

Aku meminum minuman itu sampai setengah, baru ingat ternyata aku belum minum dari tadi pagi, karena kesingan jadinya tak sempat.

Setelah aku meminumnya aku kembali diam, melipat kakiku dan menopang daguku di atas lutut.

Algi diam, tak mungkin dia akan memulai percakapan.

“Gi gue mau nanya sesuatu sama lo.” Kataku setelah beberapa detik saling diam, dan aku merubah posisiku menghadap Algi.

Algi tak menjawab dia hanya mengangkat sebelah alisnya, dan pikirku itu artinya dia mengatakan ‘apa’.

“Boleh gak sih kita nolak orang yang kita sendiri gak suka?” Tanyaku.

“Radin nembak lo?” Tanya Algi membuatku sedikit kaget.

Tapi tak aneh sih kalau Algi bisa menebaknya, karena kan dia tahu kalau selama di Fraternite Radin dekat denganku.

Aku menganggukan kepala mengiyakan.

“Ya terserah.” Jawabnya singkat.

“Huft! Bukan itu jawaban yang gue mau.” Gerutuku kesal.

“Ya terus gue harus jawab apa?” Tanyanya tak peduli.

“Gue kan nanyanya boleh atau enggak, kenapa lo jawabnya terserah. Apaan sih lo nyebelin banget!”

“Nanti kalo gue jawab boleh, lo bakal nanya kenapa, ya biar cepet gue jawab terserah.”
Aku menghela napas berat.

“Gue udah nolak Radin, tapi sekarang gue takut dia benci sama gue.”

Algi mengangguk-anggukan kepalanya, “bagus.” Katanya seolah bangga padaku.

Aku langsung menatapnya kesal.

“Ko bagus sih? Lo seneng lihat gue dibenci sama orang, atau jangan-jangan lo juga benci ya sama gue?” Gerutuku.

Algi menepuk jidatnya, berusaha sabar meladeniku.

“Kan tadi katanya udah lo tolak, ya udah bagus. Emang gue salah jawabnya?”

“Ya salah, harusnya lo gak jawab gitu!”
Algi meghela napas panjang.

Aku memutar posisi duduk ku 90 dejarat, menatap lurus ke depan.

“Ya udah gue ganti jawabannya.” Kata Algi bermaksud membujukku, tapi dari nadanya tetap saja ketus tak ada lembut-lembutnya.

“Gak usah!” Balasku ketus.

Aku kembali terdiam, rasanya kepalaku akan pecah karena memikirkan tentang ini.
Radin. Arghhhh!!!

Kenapa sih kamu suka padaku? Harusnya kita tetep sahabatan saja tidak boleh ada rasa apapun. Aku jadi merasa bersalah sudah menolak kamu semalam.

Algi merubah posisinya, yang semula duduk kini menjadi berbaring, tak peduli bajunya kotor, lalu dia melipat kedua tangannya di belakang kepala untuk dijadikan bantal. Posisi kepala Algi benar-benar tepat di samping pahaku, dan aku dapat mencium aroma rambutnya yang harum.

PHPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang