ALVABILLA 01

6.5K 244 4
                                    

Alvaro Mike Philips. Cowok blasteran Inggris itu merupakan ketua geng Dark. Geng motor yang baru dua tahun ini didirikan olehnya. Tidak ada tujuan tertentu saat mendirikan Dark. Alvaro yang merasa gabut pun membuat pengumuman bahwa ia ingin membuat sebuah geng motor. Sontak itu membuat kehebohan di Werner's High School.

Siapa yang tidak mau berteman atau dekat dengan seorang Alvaro Mike Philips? Ketenaran dan kedekatannya dengan pemilik sekolah membuat banyak orang ingin menjadi temannya. Mereka berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk bergabung dengan geng motor yang Alvaro hendak dirikan. Seleksi? Tentu saja ada. Alvaro tidak mau menerima sembarang orang. Orang-orang yang sesuai Alvaro inginkan lah yang beruntung.

Dark dalam bahas Inggris artinya gelap. Alvaro suka kegelapan. Itu sebabnya, ia menamai geng motornya dengan nama Dark. Hidup Alvaro menjadi gelap usai sang pujaan hati meninggalkannya. Kesalahpahaman membuat Alvaro kehilangan gadisnya yang memutuskan pindah ke Barcelona empat tahun yang lalu.

"Al," panggil seseorang seraya menepuk pundak Alvaro keras.

"Hm?"

"Bagi duit dong. Lu, kan, anak sultan. Ngasih gue lima ratus ribu gak akan buat dompet lu kering," kata Dimas seperti biasa.

Dimas Bagaskara. Teman Alvaro yang satu ini memang sering memoroti Alvaro. Uang yang Alvaro kasih selalu ia tabung untuk membeli novel dari penulis-penulis favoritnya. Tak terhitung berapa novel-novel koleksinya. Dimas menyukai semua genre, tapi yang paling ia suka adalah genre romansa.

"Gak dikasih duit sama Emak lo emang?" tanya Alvaro agak kesal.

"Dikasih. Cuma lima puluh, Al. Kak Wita udah nerbitin novel terbarunya lagi. Seminggu lagi udah open pre-order. Mana harganya dua ratus. Ayolah, Al," rengek Dimas membuat Alvaro menatapnya jijik.

"Iya-iya, nih!" Alvaro langsung memberikan lima lembar uang berwarna pink ke arah Dimas. "Jauh-jauh sana lo dari gue!" sentak Alvaro.

Dimas tersenyum penuh kemenangan. Alvaro itu memang mudah diluluhkan. Kecuali soal hati. Ngomong-ngomong, kasihan juga jadi Alvaro. Ditinggal pacar, kakaknya meninggal, dan mamanya pun mengalami gangguan jiwa setelah meninggalnya sang kakak.

Setelah Dimas pergi, Alvaro kembali melamun. Gadis itu. Cinta pertamanya yang pergi empat tahun yang lalu tak henti-hentinya menganggu pikirannya. Sampai kini, Alvaro tidak berani menanyakan tentang gadis itu, padahal ia dekat dengan keluarganya. Bahkan, sekedar menanyakan kabarnya pun ia takut. Takut jawaban mereka malah akan membuatnya sakit.

"Mikirin dia lagi?" tanya seorang cewek yang dengan lancangnya duduk di sebelah Alvaro.

"Anj*ng! Pergi lo dari hadapan gue!" bentak Alvaro langsung emosi ketika mendengar suara cewek itu.

"Sampai kapan, sih, Al? Gue tau kalau gue salah. Maafin gue, Al," lirih cewek itu dengan mata yang berkaca-kaca.

"Sampai kapanpun, gak ada maaf buat lo, Anggia!" balas Alvaro dengan berapi-api.

Anggia Gabriela. Cewek yang menaruh rasa pada Alvaro sejak SMP itu tak henti-hentinya meminta maaf pada sang pujaan hati. Anggia tau, kata maafnya tidak akan membuat Alvaro luluh. Kecuali kalau ia bisa membuat cinta pertama cowok itu kembali.

"Lebih baik lo pergi dari sini sebelum gue bikin wajah lo babak belur lagi," ucap Alvaro dingin.

Anggia rela menjadi pelampiasan amarah Alvaro. Ia merelakan wajah cantiknya menjadi samsak untuk cowok itu. Sebenarnya, Alvaro adalah cowok yang pantang menyakiti perempuan, tapi tidak dengan Anggia. Anggia telah menciptakan kegelapan dalam hidupnya. Gadis itu harus mendapatkan balasan.

"Sampai kapan lo buta, Nggi? Alvaro gak cinta sama lo. Lo gak akan pernah bisa gantiin posisi dia," tanya Ragil---salah satu teman dekat Alvaro.

"Dia emang gak bisa tergantikan. Gue cuma mau menebus kesalahan," jawab Anggia datar sembari melenggang pergi.

Ragil beralih menatap Alvaro yang sedang melamun. Tidak ada yang berani menegur Alvaro, termasuk dirinya. Tapi, ini sudah kelewatan. Alvaro tidak bisa terus-menerus menyakiti Anggia. Ia tau kesalahan gadis itu, tapi apa susahnya memaafkan? Toh, cewek yang ada di dunia ini bukan cuma dia saja.

"Al! Gue minta lo berhenti berbuat kasar sama Anggia. Gue tau dia salah, tapi dia cewek, Bro. Cowok sejati gak akan pernah main tangan sama cewek," ucap Ragil mencoba untuk berani menatap mata Alvaro.

"Udah berani sama gue?" tanya Alvaro santai, tapi membuat nyali lawan bicara ciut.

Jangan salah, sikap santai Alvaro ini terkadang manipulatif. Dia bisa menyerang kapan saja. Sifat Alvaro itu bisa berubah-ubah. Ragil sudah memancing jiwa arogan cowok itu.

"B--bukan gitu. Gue cuma gak suka l--lo nyakitin Anggia terus," jawab Ragil terbata-bata.

"Kenapa emang? Lo suka sama dia?" tanya Alvaro masih dengan nada santai.

Ragil menggeleng dengan cepat. "Mana mungkin! Gu--gue udah punya pacar. Lo tau se--sendiri, kan, kalau gue ci--cinta sama Calista," jawab Ragil.

Semoga saja Calista tidak berada di sekitar sini. Bisa hancur hubungannya dengan gadis itu. Calista itu keras. Gombalan dan rayuan tidak akan mempan untuk meluluhkan hatinya.

"Terus, kenapa lo selalu belain Anggia?" tanya Alvaro lagi.

"Dia cewek, Al. Gak semestinya lo gak kasar sama dia. Dia bisa semakin marah sama lo kalau tau kelakuan lo kayak gini," balas Ragil yang sudah mendapatkan keberaniannya kembali.

"Shut up! Lo udah terlalu banyak bicara," ucap Alvaro pelan.

BUGH!

BUGH!

BUGH!

Tanpa aba-aba, Alvaro langsung memukul Ragil membabi buta. Tidak ada Anggia, Ragil pun jadi. Siapa suruh Ragil memancing amarahnya. Sepertinya dia lupa siapa Alvaro.

"Stop! Stop, Alvaro!" teriak seorang cewek sembari melerai Alvaro yang masih bernapsu menghabisi Ragil.

"Kenapa lo mukulin cowok gue?" tanyanya dengan tatapan penuh emosi.

Alvaro yang tidak mau membuat adik sepupunya marah pun memilih pergi tanpa mempedulikan Ragil yang tergeletak di lantai dengan wajah yang lebam-lebam.

Calista membantu pacarnya berdiri dan langsung membawanya ke UKS. Sembari mengobati luka lebam Ragil, ia mengintrogasi pacarnya itu mengenai sebab-akibat perkelahiannya dengan Alvaro. Ralat! Bukan perkelahian, melainkan Alvaro yang memukul Ragil dengan membabi buta. Calista tau, pasti Ragil yang lebih dulu memancing amarah kakak sepupunya.

"Kamu belain si uler lagi?! Gak cukup dulu kamu hampir mati karena dihajar Alvaro dan kita sempet putus?" tanya Calista dengan muka garangnya.

"Aku gak belain dia. Aku cuma gak suka ada cowok yang kasar sama cewek. Sekalipun dia salah, tapi tetep aja Anggia itu cewek," balas Ragil.

"Ini bukan karena Anggia cinta pertama kamu, kan?!" Ragil langsung melotot mendengar ucapan pacarnya.

"Sayang, please. Masalah ini gak ada sangkut-pautnya sama masa lalu aku," ucap Ragil dengan perasaan takut.

Kehilangan Calista adalah hal yang paling menakutkan baginya. Ragil sangat mencintai Calista, walaupun pacarnya itu sering membuatnya marah karena kelakuan gadis itu yang luar biasa. Luar biasa membuatnya pusing.

"Kalau kamu emang udah gak cinta sama si uler itu ...." Calista menggantungkan ucapannya. Ia mendekatkan wajahnya pada telinga Ragil, lalu membisikkan sesuatu yang membuat mata Ragil membulat sempurna.

ALVABILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang