ALVABILLA 09

2K 87 0
                                    

Alvaro dan teman-temannya sedang berkumpul di basecamp Dark. Jam keenam tadi, ia memutuskan untuk bolos sekolah dan mengajak teman-temannya berdiskusi soal pengawasan Billa. Musuh Dark memang hanya satu, tapi itu sangat berbahaya bagi keselamatan Billa.

"Si Jali sama Dika aja, Bos," usul Fajar.

Alvaro menatap Jali dan Dika bergantian. Jali dan Dika yang ditatap penuh arti dengan Alvaro pun mengangguk. Mereka tau itu perintah dan wajib dilaksanakan.

"Soal Anggia gimana, Al? Gue khawatir kalau mereka berdua cekcok kayak dulu lagi. Lo tau sendiri Anggia itu orangnya nekat. Gak hanya Galaksi aja yang jadi ancaman, cewek itu juga," celetuk Aldo.

"Itu urusan gue," jawabnya datar sembari beranjak pergi.

Flashback on

Senyuman cerah terbit di bibir gadis yang masih menginjak kelas dua SMP. Ia baru saja menerima surat dari sang pujaan hati yang tertulis bahwa malam nanti Billa harus berdandan yang cantik serta mengenakan gaun yang telah diberikan Alvaro.

Hubungan mereka sudah terjalin selama enam bulan lamanya. Meski masih belia dan belum mengerti tentang percintaan, Billa bisa merasakan debaran jantung yang menggila saat Alvaro bersikap manis padanya.

"Mommy, Kak Al nanti malam ngajak Billa jalan. Sama Kakak juga kok. Boleh, ya?" izinnya pada sang ibu.

Antoni dan Chalinda melarang Billa pergi berdua dengan Alvaro.

"Iya, boleh. Tapi inget, pulangnya jangan malam-malam. Jangan bandel. Nurut sama Kak Adler," jawab Chalinda.

"Makasih, Mommy!" Billa memekik senang sembari memeluk ibunya. Chalinda pun tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah sang putri.

Malam harinya. Waktu yang ditunggu-tunggu Billa pun tiba. Kini Billa tampak sangat cantik dengan memakai gaun pemberian Alvaro. Mengundang decakan kagum dari siapa saja yang melihatnya, bahkan kakaknya yang selalu mengejeknya jelek pun kini memujinya cantik.

"Gila! Kali ini lo beneran cantik pakai gaun itu. Pasti harganya mahal, tu," puji Adler membuat Billa tersipu malu.

"Iya, Son. Kesayangan Daddy udah punya pacar aja. Perasaan rasanya baru kemarin Daddy masih ngajarin kamu caranya berjalan," sahut Antoni membuat Billa terharu. Lantas, berhambur memeluk ayahnya.

Suara klakson mobil membuat ayah dan anak itu melepas pelukan. Billa buru-buru mencium kedua punggung tangan orangtuanya, lalu bergegas keluar rumah. Antoni dan Chalinda yang melihat itu geleng-geleng kepala.

Adler mendengus kesal dan menutup pintu mobil yang harganya fantastis itu dengan keras. Pasalnya, tadi saat ia hendak masuk ke dalam mobil dan ingin duduk di belakang bersama Alvaro dan sang adik, Alvaro malah menyuruhnya duduk di depan bersama supir.

Tadi Alvaro juga menyempatkan pamit pada Antoni dan Chalinda saat keduanya ikut keluar rumah.

"Pacar Kakak cantik banget, sih," puji Alvaro tak henti-hentinya mengagumi kecantikan Billa.

"Ih, pipinya merah." Sontak, Billa langsung menyembunyikan wajahnya yang memerah di ceruk leher sang kekasih.

Keuwuan mereka membuat Adler iri. Andai saja  ada sang pujaan hati. Sayang, cinta Adler bertepuk sebelah tangan.

Sesampainya di taman kota, Alvaro mengajak Billa ke suatu tempat yang telah ia rancang sedemikian rupa indahnya. Alvaro lantas menyuruh Adler untuk tidak menganggu acara romantisnya malam ini. Alhasil, Adler pun memilih makan pecel lele di pinggir jalan saja.

"Beautiful girl, I dedicate this song to you," ucap Alvaro sembari memutar video-nya saat bernyanyi.

Senyuman menghiasi wajah cantik Billa. Namun, ketika video itu diputar, sontak senyuman Billa luntur. Video itu bukan video saat Alvaro bernyanyi, melainkan video Alvaro yang telah memeluk dan mencium mesra seorang perempuan.

"Billa! Ini gak seperti apa yang kamu lihat! Please, stop!" teriak Alvaro seraya mengejar Billa yang sudah berlari meninggalkannya.

Flashback off.

***
Sudah satu bulan Billa bersekolah di Werner High School. Hari-harinya tak lepas dari gangguan Alvaro. Cowok itu terus saja berusaha untuk mendekatinya. Jujur, sekarang ia malah merasa nyaman dengan gangguan-gangguan dari Alvaro.

Kelasnya sekarang sedang jam kosong. Ia merasa bosan. Dan entah kenapa ia malah ingin bertemu dengan Alvaro. Billa bukanlah orang gengsian. Ia mengajak Calista dan Cindy untuk mendatangi kelas Alvaro.

Sesampainya di kelas XII IPA-1, Billa terdiam di depan pintu kelas yang tertutup. Terdengar suara Pak Tanto yang sedang menjelaskan pelajaran. Ia bimbang. Memanggil Alvaro atau kembali ke kelasnya?

"Terobos aja, Bill! Cuma Pak Tanto elah!" sahut Cindy.

"Cuma lo bilang?! Sana kalau berani!" sewot Calista.

"Santuy atuh, Mbak. Buruan. Gue juga gak sabar pengen ketemu Fajar. Lo anak pemilik sekolah. Gak akan ada yang berani marahin lo," kata Cindy sesat.

"Jangan dengerin Cindy. Dia sesat. Tunggu, gue We-A Alvaro dulu," ucap Calista sembari mengotak-atik ponselnya.

Setelah dua menit menunggu, akhirnya Alvaro muncul dari kelas. Ia tersenyum lebar kala menatap Billa. Billa langsung menarik Alvaro menjauh dari Cindy dan Calista.

"Kenapa, hm?" tanya Alvaro.

"Pengen ketemu kamu!" jawab Billa dengan nada ketus.

"Ada apa, hm? Kangen, ya?" Tanpa diduga Billa menganggukkan kepalanya.

"Kamu pelet Billa, ya? Harusnya, kan, Billa benci sama kamu, tapi kenapa malah kangen, ih!" rengek Billa seraya menatap Alvaro kesal.

Alvaro terkekeh mendengar penuturan gadisnya. Ia mendekap tubuh mungil itu dengan erat dan Billa pun membalasnya.

"Pengen ketemu Ragil," gumam Calista yang melihat keuwuan Alvaro dan Billa.

"Gue juga pengen kayak gitu sama Fajar," timpal Cindy dengan wajah mupeng.

"Yakin bisa? Fajar aja ogah ketemu sama lo," balas Calista yang membuat harapan Cindy pupus.

Kembali lagi dengan kedua sepasang mantan yang masih sama-sama saling mencintai itu kini masih berpelukan mesra penuh kerinduan. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat. Empat tahun mampu menyiksa keduanya dengan rindu yang mendalam.

Rasanya Billa tidak mau melepas pelukan ini. Pelukan Alvaro masih nyaman seperti dulu. Biarlah hari ini ia berhenti berpura-pura membenci Alvaro. Kerinduannya pada pria itu tak dapat ia bendung lagi.

"Kangen banget," ungkap Billa dengan suara tertahan.

"Sama. Bahkan, setiap detik aku selalu kangen kamu," balas Alvaro.

"Kamu lebay!" Alvaro membalas dengan tawa pelan sembari mempererat pelukan mereka.

"HEI, KALIAN BERDUA! SEKOLAH BUKAN TEMPAT UNTUK PACARAN! SINI! SAYA JEMUR KALIAN DI LAPANGAN!"

Sontak keduanya saling melepas pelukan dan segera menghampiri Pak Tanto yang sedang berkacak pinggang sembari menatap mereka setajam silet.

"Huh, bikin iri aja. Nasib eldeer, ya, begini," gumamnya miris.

ALVABILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang