AS23 - Made

1.4K 140 18
                                    


“I don't like your little game.”

⭐⭐⭐

      Suasana markas 'Bachelorett' saat ini begitu suram. Candaan yang biasanya terlontar justru hanya diisi keheningan, hanya suara detak jarum jam.

Mereka masih berkabung atas kejadian yang menimpa beberapa hari lalu. Soal pengkhianatan yang berujung kekecewaan.

Leader kubu hitam sendiri bahkan masih terdiam dengan tatapan kosong, sama seperti Arka yang sebelumnya selalu ceria itu.

Pria kisaran sebaya Xaquille itu, Deni, menaruh beberapa cangkir kaca kopi espresso hingga menimbulkan bunyi denting yang mengalihkan perhatian orang-orang disana.

“Diminum dulu bang. Biar rileks dikit.” ucapnya terdengar ragu.

Xaquille mengangguk, ia menepuk pelan bahu Arka hingga remaja sekolah menengah pertama yang akan lulus tersebut tersadar dari lamunannya.

Semua orang di ruangan menikmati kopi espresso itu, setidaknya suasana sedikit menghangat dengan beberapa obrolan kecil dari Deni.

Deni pikir mereka hanya akan menjadi lemah jika terus meratapi kejadian yang menimpa tangan kanan kepercayaan bos mereka baru-baru ini.

Ketika jarum jam berpindah ke angka 10 setelah 14 menit berlalu, semua orang bahkan Deni sekalipun terlelap. Mereka semua tiba-tiba terkapar tak sadarkan diri.

Kopi espresso itu bukan sekadar kopi...

Karena didalam sana telah tercampur obat bius tanpa disadari Deni oleh ulah seseorang.

Dari arah jendela besar dibelakang Xaquille, seorang wanita dengan jubah disana nampak menyeringai. Ia melangkah ke tengah ruangan, mengamati bahwa semuanya telah terlelap akibat obat yang dicampurkannya.

Wanita itu menaiki lift ke lantai dua. Seakan sudah tahu seluk beluk ruangan markas, ia langsung membuka salah satu pintu disana.

Kegelapan yang menyeruak tak membuatnya ketakutan. Justru wanita itu melangkah santai ke arah laci dibawah home theater.

Sarung tangan ditangan kirinya terdapat sebuah tombol kecil. Setelah menekannya, cahaya terang menyala dari ujung-ujung jari.

Ia mulai mencari sebuah berkas dalam sana sembari melirik pintu sesekali. Bersiap jika saja ada yang tiba-tiba tersadar atau menyadari keberadaannya.

Sampai matanya menemukan sebuah berkas dengan tulisan hitam putih itu, ia segera menyimpannya ke dalam tas pinggang yang telah disiapkan.

Kaki jenjangnya yang terbalut sepatu boots high heels menapak lantai marmer dengan langkah cepat. Kemudian keluar dari sana sesegera mungkin melewati jendela sebelumnya.

Tepat 1 jam setelah kepergian wanita misterius itu, Xaquille serta yang lain terbangun dengan kepala pusing. Mereka dengan pikiran penuh kebingungan saling menatap satu sama lain.

“Kita pingsan...tadi?” Antara pernyataan dan pertanyaan salah satu anggota disana bertanya.

Xaquille menatap lurus kedepan, “Kopi itu dicampur obat bius.” ucapnya mengundang perhatian orang-orang disana.

Semua mata langsung tertuju pada Deni namun Deni dengan cepat menyangkal. “Soal kopi itu gue pesen dari luar bang, sama Jerry tadi. Terus langsung ditaruh ke gelas, gue gak tahu soal ini.” jelasnya agak panik.

Ketika semua anggota akan membuka suara, Xaquille mengangkat tangan. Menandakan untuk diam.

Wajahnya benar-benar datar, tanpa emosi. Ia berujar dingin, “Periksa seluruh ruangan.” titahnya.

Mereka semua seketika berhamburan. Berpencar memeriksa semua ruangan, termasuk Xaquille yang berjalan menuju ruang rahasia. Sedikit kebingungan ketika tak ada yang kurang dari sana.

Ia kembali turun ke lantai bawah. Menemukan bahwa seluruh orang disana berkata bahwa tak menemukan sesuatu yang menghilang.

“Kita semua gak nemu ada yang hilang bang Pra.” kata Arka diangguki Deni dan yang lain.

Xaquille terdiam sesaat sebelum merasakan ada yang janggal dari salah satu pintu ruangan disana, ruangan yang biasanya digunakan untuk menonton film.

Seingatnya ia sudah menutup pintu tadi...

Xaquille melangkah penuh kecurigaan menaiki lift kesana. Ketika hendak masuk lift, seorang anggota kubu hitam memanggilnya.

“Bang Pra!”

Pria dengan panggilan 'Pra' dari namanya 'Pradipta' tersebut menoleh. Menunggu anggota seumuran Arka ini melanjutkan perkataannya.

“Bang....kak Chayra dateng sendiri...” katanya.

Xaquille bergegas keluar ruangan. Ia bisa melihat siluet seorang gadis berpakaian serba putih disana sedang duduk diatas motor sport nya.

Dengan langkah berat Xaquille menghampiri gadis itu. Ia merasakan sesak ketika melihat hanya tatapan datar yang terlontar dari mata hazel tersebut.

Xaquille meraih tangan sehalus kapas yang masih terdapat bekas plester infus tersebut. Menggenggamnya lembut sementara Chayra hanya diam.

Mereka duduk diatas gazebo taman. Membiarkan semilir angin sejuk berlalu lalang.

“Sejak beberapa bulan belakangan...saya bahkan Arka sendiri menemukan kejanggalan pada seseorang. Dan orang itu adalah tangan kanan saya sendiri, Praja.”

Chayra beralih menatapnya serius. Nampak sedikit kaget mendengar nama yang menjadi awal ceritanya itu.

“Bahkan saya sebagai orang terdekatnya merasa Praja begitu aneh belakangan ini. Sayangnya saya terlanjur mempercayainya hingga tak sadar jika pada akhirnya kepercayaan itu berubah menjadi pengkhianatan.” tatapan Xaquille menerawang ke masa lalu.

Chayra masih diam. Namun tertarik mendengar penuturan pria itu.

Xaquille menghela nafas, “Saya sempat terlibat perkelahian dengan Elmeir sebelumnya...”

Mengucapkan nama Elmeir membuat Xaquille baru saja tersadar akan sesuatu. Ketika ia kembali mengalihkan perhatian pada Chayra, gadis itu justru beranjak pergi dari sana tanpa sepatah kata lagi.

Seketika Xaquille mengerutkan keningnya. Ia benar-benar merasa janggal hari ini.

Tunggu...

Bukankah dari kabar yang ia dapat terakhir kali bahwa Chayra sedang koma akibat seseorang yang memasukkan racun ke dalam selang infus nya?

Dan mengapa Chayra tadi harus bersusah payah mendatanginya?

Lantas....dia siapa?


Huaa...sumpah gue sejujurnya kehabisan ide. Dan semua alurnya dibikin mendadak. Pas di part ini tuh bener-bener kacau dan konyol karena gue sendiri ngebayangin kalo Chayra yang datang adalah uuuu....:-D

ANGELASTRAY (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang