Mistress S2; 03

606 136 66
                                    

Hyera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hyera.

Sudah 6 bulan lamanya sejak kepergian Ken Jin, aku sedikit menarik diri dari lingkungan luar sana. Hal yang tidak mudah bagiku menjalani hari yang berat tanpa kehadirannya. Selama itu pula aku harus bersabar menghadapi Jiya yang kerap kali mencari keberadaan papanya.

Hari tragis yang menewaskan pria yang aku cintai dalam kecelakaan saat itu, menjadi masa tersulit dalam hidupku. Di 2 bulan pertama, Jiya teramat rentan sakit-sakitan, hal yang sering membuatku tak kuasa menahan tangis ketika Jiya merengek memanggil  Jin. Aku tahu, sebagai ibu aku harus lebih mengutamakan Jiya, memberinya pengertian jika papanya tak lagi bisa berkumpul, dilain sisi aku juga masih berat menerima keadaan ini, sampai detik ini pun, aku selalu merindukannya.

Meski perlahan Jiya mulai paham dan tak sesering dulu mencari papanya, tetap saja kebiasaan Jin yang menidurkan Jiya tidak pernah hilang. Anak itu masih suka menunggu papanya membacakan dongeng untuknya. Ada satu malam, Jiya tidak tidur sampai pagi lantaran dia tidak terbiasa mendengarkan dongeng yang aku ceritakan. Hingga berujung aku dan dia sakit secara bersamaan, merepotkan Yua yang kala itu menemaniku di rumah.

Ya, sekarang hanya Yua yang sesekali dapat aku andalkan. Dia sering membantuku menjemput Jiya di sekolah ataupun menemani Jiya di rumah jika aku tengah pergi ke makam Ken Jin.

Hampir setiap minggu, aku mendatangi tempat suamiku beristirahat, tidak ada yang aku lakukan selain meluapkan kerinduan yang teramat dalam. Sering kali aku bercerita bagaimana beratnya hidup seorang diri membesarkan putri yang ditinggalkan papanya, bagaimana aku yang tidak memiliki semangat setelah separuh jiwaku hilang. Bahkan aku bercerita bagaimana takutnya aku jika suatu saat Jiya meninggalkanku, akan tiba saatnya nanti Jiya bertemu dengan masa depannya, dan aku takut melewati hari sendirian lagi.

Pernah ada dititik, dimana aku merasa rapuh dan jatuh, akal sehatku hilang hingga sempat berpikir ingin mengakhiri hidup yang terasa hampa ini, tetapi niat burukku gagal saat Jiya tiba-tiba masuk dan memergoki diriku yang hampir menggoreskan ujung pisau pada pergelangan tangan.

Jiya memanggilku dengan tatapan polosnya. Secepat kilat kubuang pisau ke kolong ranjang, di saat itu aku sadar bahwa masih ada Jiya yang menjadi kebahagianku. Aku terlalu bodoh, tanpa berpikir jika nanti aku tak ada hidup Jiya bagaimana? Aku tidak ingin Jiya mengalami seperti yang aku alami dahulu, tumbuh besar tanpa kedua orang tua. Sudah cukup, aku saja yang mengalaminya.

Aku menghela napas panjang, menghapus air mata lalu meletakan buket bunga pada pusara suamiku. "Aku merindukanmu, rindu saat-saat kita berdua.. aku tidak tahu kapan aku bisa berdamai dengan keadaan ini, sangat sulit, sayang."

Aku tahu, batu nisan tidak akan membalas rasa rinduku, biarkan saja. Aku hanya ingin mencurahkan betapa besarnya rindu yang kutampung.

Drttt drtt drtt..

𝐌𝐈𝐒𝐓𝐑𝐄𝐒𝐒 [𝐌]✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang