Mistress S2; 07

556 150 102
                                    

Hyera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hyera.

Dua bulan berlalu.

Namu sudah tak lagi menemui Jiya, bahkan sekedar bertegur sapa saat tak sengaja berpapasan keluar rumah sekalipun tidak. Belum lagi, sekitar satu bulan ini, rumahnya kosong, mungkin saja dia pindah, atau sedang dinas ke luar kota, entahlah. Aku tidak harus tahu atau peduli dengannya, bukan?

Dia menjauh, seharusnya hidupku lebih tenang. Tapi ini tidak.

Beberapa kejadian aneh masih sering terjadi. Seperti tiba-tiba ada lemparan batu yang entah dari mana asalnya, atau ditemukannya bunga Anyelir putih yang tergeletak di teras rumah pagi-pagi buta. Aku berusaha tidak peduli dengan hal semacam itu, dan terus menganggap hanya orang iseng yang tidak tahu tempat untuk bercanda. Namun, kian berlama-lama aku diamkan, gangguan lainnya justru berdatangan.

Hampir setiap sore, ada saja Sani menerima buket bunga serta surat-surat aneh yang  berisikan ancaman yang ditujukan padaku. Sani berkata tidak ada nama pengirim lengkap, namun jelas di dalam surat bertuliskaan satu kalimat yang masih aku ingat sampai sekarang.

Tersenyumlah, Hyera. Sebelum aku tiba dan menghabisimu!

Sungguh tidak lucu!

Dan aku masih berusaha tidak peduli! Tetapi, kesabaranku sudah di ambang batas ketika teror itu terjadi pada satu malam yang membuatku teramat muak, dimana saat itu mengakibatkan Jiya berteriak dari dalam kamarnya. Dia menangis ketakutan dan berkata jika ada bayangan hitam yang berdiri di luar jendela kamarnya.

Jika sudah menyangkut Jiya, berarti sudah keterlaluan. Aku rasa dugaanku salah. Namu bukan pelakunya, dia tidak akan tega membuat Jiya berteriak ketakutan seperti itu, meskipun dia kecewa padaku.

"Mama," panggil Jiya.

"Kok, belum tidur? Mau mama bacain cerita?" Dia menggeleng. Pandangannya mengarah pada lukisan yang dia buat. Lukisan itu sekarang terpasang pada dinding dekat meja belajarnya.

"Jiya. . Jiya kangen Mo-" ucapannya terhenti, kini kembali menatapku sedikit takut. "Mama jangan marah. Tapi Jiya kangen Molli dan Om-"

Praangg!

Tiba-tiba terdengar benda jatuh. Seperti gelas atau semacamnya yang berbahan dasar beling. Aku dan Jiya menatap satu sama lain. Apa gangguan akan terjadi lagi?

Kakiku sudah menjulur keluar dari selimut, hendak memeriksa benda apa sebenarnya. Tapi Jiya menahanku, dia mencekal tanganku kuat.

"Jangan pergi, Jiya takut, Ma."

"Sstt, Jiya tenang. . jangan takut, mama cek ke dapur sebentar, ya. Jiya tetap di sini, tunggu mama, oke." Ucapku setengah berbisik. Sedikit ragu untuk meninggalkan Jiya, tapi aku harus memastikan keadaan rumahku. Teror ini harus segera berakhir sebelum semakin parah dan membuat Jiya tidak tenang di rumah.

𝐌𝐈𝐒𝐓𝐑𝐄𝐒𝐒 [𝐌]✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang