1. That Blue Eyes

526 59 18
                                    


o0o

Ruangan rapat itu senyap sejenak setelah beberapa detik lalu dipenuhi kericuhan panik dan keluh kesah dewan Istana peserta pertemuan.

Keheningan itu disebabkan satu kalimat titah dari Tauke Besar, sebutan untuk raja Kerajaan Tong.

"Demi kelangsungan aliansi, Yang Mulia Raja Krestniy Otets, Yang Mulia Raja Hiro Yamaguchi, dan aku sendiri telah memutuskan untuk melakukan perjodohan ini. Antara putra angkatku dan putri tunggal Kerajaan Bratva."

Lelaki uzur sipit berbadan gempal itu terlihat lelah dengan keadaan. "Mengingat adanya ancaman perang dari kerajaan lain, kita harus segera memperhitungkan keadaan. Aliansi dengan Bratva akan membuat kemenangan ada di sisi Kerajaan Tong dan Yamaguchi."

"Dan itu syarat yang diajukan Raja Krestniy Otets. Menikahkan Putri Maria dengan pangeran kita."

Tidak ada yang angkat bicara setelah pengumuman itu diucapkan dari bibir Tauke. Antara bingung dan takut berkomentar, semua orang memilih diam.

Kecuali satu orang.

Mengangkat tangannya, dengan mata menatap tajam, peserta itu mengutarakan pendapatnya. "Dengan segala hormat, Yang Mulia. Aku tidak menyetujui keputusan itu."

Tak lain dari pangeran kerajaan itu sendiri yang bercakap. Agam namanya. Atau abdi istana dan para prajurit lebih sering memanggilnya Bujang. Sedangkan medan perang mengenalnya sebagai ksatria tak kenal takut, Si Babi Hutan.

Dan pangeran bebal itu sekali lagi memberontak. Kali ini memerjuangkan kebebasannya dari kontrak pernikahan politik.

Tauke Besar menghela napas kasar, terlihat sekali dia mulai kehilangan kesabaran. "Sayangnya kau tidak sedang dalam posisi untuk bernegosiasi, Bujang. Tidak ada dari kita yang bisa menolak."

"Ayolah, Tauke! Kau tahu sendiri aku lebih baik mati daripada terkekang seperti itu. Kita bisa mencari sekutu lain. Bagian menikah paksanya saja sudah buruk, apalagi dengan rival kerajaan seperti Bratva." Bujang menghempaskan punggungnya ke kursi berhias ukiran naga yang ia duduki. Mata pemuda 25 tahun itu berkilat kesal.

Beberapa orang lain di ruangan berdinding marmer tersebut menelan ludah. Sudah hafal apa yang akan terjadi setelah ini.

"TIDAK KAH KAU MENGERTI?! Bratva adalah satu satunya pilihan terakhir! Kristney bisa saja bergabung dengan Master Dragon dan kita akan kehilangan kesempatan mempertahankan istana ini. Dimana akal sehatmu sebagai ksatria nomor satu?"

Amarah Tauke meledak sempurna. Seruannya menggema di langit langit. Dewan lain buru buru menenangkan.

"Alangkah lebih baik kalau perseteruan ini dilanjutkan dengan kepala dingin, Tauke. Mungkin Bujang hanya butuh waktu." Kepala prajurit senior, Kopong berujar. Wajah sangarnya terlihat cemas.

Kalimatnya disambut anggukan mantap oleh Basyir, ketua pasukan khusus Brigade Tong keturunan tanah arab. Salah satu prajurit yang dekat dengan sang pangeran. Memberi isyarat mata kepada Bujang untuk meredam emosi.

Tapi pemuda tadi malah beranjak menuju pintu besar otomatis yang dikelilingi patung naga yang terkesan mewah. Mengabaikan kode dari sahabatnya.

Sebelum punggungnya melintasi gapura naga, ia kembali menegaskan pilihannya, berseru. "Aku sudah muak berkata iya, Tauke. Kali ini jawabanku adalah tidak. Persetan mau istana ini hancur ke tanah."

Pintu berdebam seiring pangeran dengan kemeja hitam itu menutup percakapan. Menyisakan ayah angkatnya yang berseru memanggil marah.

***

Sinar matahari pagi mencapai puncak teriknya saat Bujang tiba di ruang latihannya. Merambat masuk lewat ventilasi bangunan. Terang bak sedang di alam sungguhan. Ada beberapa pohon buatan dan semak-semak imitasi di sana. Kemajuan teknologi memberi sirkulasi udara yang baik.

𝐓𝐇𝐑𝐎𝐍𝐄 ⛓️ | MARIAGAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang