Chapter 3

8 0 0
                                    


Cokelat


Kita persingkat saja. Kini MPLS sudah selesai setelah seminggu berlalu. Xavier senang bukan main. Karena jiwanya yang malas harus terus mengikuti arahan kakak kelas. Namun sekarang Xavier bebas.

Xavier berjalan dengan santai. Dibelakangnya ada ketiga teman smp yang ternyata satu kelas dengannya. Namanya, Galih, Galuh, Bobi. Galih dan Galuh kembar identik. Xavier saja tidak ingat mana Galih, mana Galuh. Dan Bobi adalah cowok gendut yang selalu berkata bahwa dia akan diet besok. Dan besoknya ia tetap makan bakso dengan dua porsi penuh.

"Hai, kak Hana?"

Hana yang tengah berjalan dengan si ketua osis hanya tersenyum menanggapi. Xavier mulai curiga kalo Hana berpacaran dengan ketua osis itu. Siapa ya namanya, Xavier lupa lagi.

"Kakak cantik, deh."

Pipi Hana bersemu mendadak. Ia menoleh kearah ketua osis yang membuang mukanya kesal. Wah, kecurigaan Xavier semakin nyata. Apakah Xavier akan patah hati kedua kalinya.

"Gue duluan kalo gitu."

Hana mengangguk kearah ketua osis. Hana sepertinya ingin lebih banyak ngobrol dengan Xavier.

"Kak Hana pacarnya si ketua osis itu?" tanya Galuh setelah si ketua osis menghilang. Xavier mengangguk juga tanda ia ingin tahu.

"Ah, enggak."

"Gue kira pacaran. Soalnya deket terus dari awal."

Hei, Hana itu deketnya sama Xavier. Kenapa kalian tidak fokus. Xavier mencebikkan bibirnya kesal. Kini, dihadapan Hana, Xavier menjadi bocah minions yang Hana tahu. Dikelaspun Xavier berhumor receh dan jadi bahan hiburan. Xavier tidak kuat untuk cuek.

"Aku kekelas, ah."

Xavier melengos kesal menghiraukan Hana yang terbengong bersama teman-temannya. Xavier tidak bisa pura-pura tidak marah. Ketika ia marah, maka ia marah. Ketika kesakitan, maka ia akan mengeluh sakit. Begitu yang ditangkap Hana.

"Dia kenapa?"

"Dia suka kakak. Kakak gak nyadar ya?" Ceplos Bobi yang masih terdengar oleh Xavier karena lelaki itu melangkah dengan pelan.

Xavier berbalik lalu menutup mulut Bobi. Wajahnya menoleh kearah Hana lalu menyengir lebar. Wajahnya merah padam.

"Enggak, kok. Bobi mah suka fitrah kak."

"FITNAH!" teriak mereka berempat.

Xavier ngakak. Ia lalu berlari dengan cepat kekelasnya tanpa menghiraukan ketiga temannya yang tertinggal bersama Hana.

-

"Xavier, gue bawain coklat. Dimakan, ya."

Xavier menegakkan badannya ketika seseorang menyebutkan namanya. Wajah Xavier senang ketika mendapatkan hadiah. Ia membawa coklat itu dengan perasaan bahagia.

"Makasih ya, manis."

Si manis terkikik malu. Ia segera berlalu dari kelas Xavier dengan perasaan berbunga-bunga.

Senyum Xavier merosok ketika ia ingat bahwa setiap malam gigi Xavier sakit. Mommy melarangnya memakan yang manis-manis. Xavier segera berlari keluar dari kelas untuk memberikan coklat ini ke Hana.

"KAK HANA!"

Krik krik!

Seluruh kelas beserta guru terdiam sesaat ketika Xavier berteriak nyaring. Hanapun tak kalah malu. Xavier dan keajaibannya memang mendarah daging.

"Ada apa Nata?" tanya sang guru.

"Hah, siapa Nata?" tanya Xavier balik.

"Ya, kamu. Siapa lagi."

"Nama saya Xavier bapak. X, A, V, I, E, Rrrr."

Sang guru menggeram kesal. "Ada apa kamu teriak-teriak dijam pelajaran saya?"

Xavier nyengir tanpa dosa. Ia masuk lebih dalam ke kelas itu. Ia mendekati guru lalu mengajaknya berbisik.

"Aku mau ngasih coklat ini ke kak Hana. Tapi malu. Bapak yang ngasih, ya." bisik Xavier.

Guru itu menggelengkan kepalanya pusing. Ternyata Xavier berbeda dengan leluhurnya. Xavier sosok yang rusuh. Berbeda dengan Zidan.

"Terserah kamu."

Xavier memberikan coklat itu kearah guru lalu menoleh kearah Hana yang menatapnya juga. "Kak Hana, ada coklat dari aku. Dimakan, ya."

Setelah itu Xavier kembali ngacir kekelas nya. Hana menggeleng pasrah dengan tingkah Xavier. Akhirnya coklat itu sampai ditangan Hana dengan dibumbui omelan dari sang guru karena Xavier menganggu acara mengajarnya.

"Lain kali, berondongmu itu iket dulu." Hana hanya tersenyum dan mengangguk saja.

Setelah bel istirahat berbunyi, Hana keluar dari kelas untuk menghampiri Xavier. Ia akan mengucapkan terimakasih. Namun, belum sampai dikelas bocah itu, mata Hana tidak sengaja melihat kelapangan.

Xavier ada ditengah lapangan dengan tangan diangkat untuk hormat. Oho, sepertinya Xavier kena hukuman. Hana berlari kekantin untuk membelikan air mineral untuk Xavier.

Dikantin, Hana dihampiri adik kelas cewek. Sang adik kelas menatap tajam Hana. "Kakak pasti seneng kan dikasih coklat sama Xavier?"

Hana diam. Ia ingin mendengarkan sejauh mana adik kelasnya mengontrog Hana. "Aku kasih tahu, coklat itu aku yang ngasih ke Xavier. Bisa-bisanya Xavier ngasih ke kamu."

Hana termangu. Jadi, coklat itu bukan dari Xavier sepenuhnya. Hana merasa sakit hati. Xavier fikir, Hana sampah? Hana marah. Setelah membayar air mineral, Hana berjalan cepat kearah Xavier yang selonjoran dibawah pohon cemara.

Hana membating botol itu sampai Xavier terkaget. "Makasih coklatnya. Lain kali, kalo lo ngasih gue sesuatu, jangan dari orang lain. Gue gak suka."

Xavier diam. Xavier bingung. Namun ujungnya Xavier hanya mengangguk mengiyakan ucapan Hana. "Makasih kak, minumnya."

Hana melengos lalu pergi dalam keadaan dongkol.


•••

XavieRihanna TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang