Gionino
Xavier menoleh sesekali kearah Hana yang sedari tadi diam setelah keluar dari rumahnya. Apakah Xavier membuat kesalahan?
"Xavier?"
"Iya?" Xavier segera menoleh sempurna karena akhirnya Hana mengeluarkan suaranya.
"Kamu kenal Aurora?"
"Aurora? Kenal dong. Kan satu sekolah."
"Maksudnya, selain satu sekolah."
"Oh itu. Dulu Aurora jatoh terus aku tolongin."
Hati Hana semakin campur aduk. Ia cemburu dengan Aurora. Meskipun Xavier pacarnya, tidak ada kemungkinan bahwa Xavier akan berpaling darinya. Aurora cantik menurut Hana. Hana semakin terbanting jauh.
"Kok mommy kamu Deket banget, sih."
"Terus kenapa sayang? Mungkin mommy nganggap dia anaknya."
Hana semakin kesal. Hatinya cemburu namun Xavier sebagai pacar malah menyepelekannya.
"Aku gak tau kamu temenan sama dia."
"Kan kamu gak nanya."
"Soalnya aku gak pernah liat kamu temenan sama cewek, Xavier! Kecuali satu kelas kamu dan aku!" Hana akhirnya mengeluarkan kekesalannya.
Xavier berhenti melangkah. Menatap bingung pacarnya yang tengah menahan kesal. "Kamu kenapa?"
"Aku gak papa."
"Kamu cemburu?"
Hana menatap Xavier tajam. Tangannya melipat, "Iya, aku cemburu. Aku cemburu ngeliat Aurora Deket sama Mommy kamu padahal yang pertama ketemu itu aku. Aku cemburu ngeliat dia bercanda sama mommy kamu. Aku cemburu, Xavier."
Xavier kicep. Hana akhirnya mengeluarkan kecemburuannya. Xavier tentu bahagia karena Hana tidak memendam itu.
"Kamu cemburu sama aku atau sama mommy sih?"
"Aku cemburu sama kedekatan dia di keluarga kamu, Xavier." Lirih Hana.
Xavier segera memeluk gadis itu untuk menenangkan. Xavier sekarang mengerti kekhawatiran Hana. Hana takut tersisihkan. Padahal, tidak ada pikiran bahwa Xavier akan meninggalkan Hana demi gadis lain. Xavier berjanji dari semenjak bertemu dengan Hana.
"Sstt... Aurora cuman temen aku. Abangnya percaya sama aku. Kamu juga percaya ya, sama pacar kamu ini."
Hana mengangguk, "jangan kecewain aku, Xavier. Aku takut kehilangan kamu."
"Walaupun kita jauh, kamu gak bakal kehilangan aku, Hana."
-
Xavier berjalan beriringan dengan si kembar dan juga si tukang makan. Mereka sesekali tertawa, menertawakan hal yang menurut mereka lucu.
"Lo kenapa sih, Vier kaos kakinya panjang sebelah?" Tanya Galuh dengan tatapan heran.
"Udah miskin, ya?"
Xavier menabok bahu Galih yang asal jeplak. "Gue yang miskin, hehe."
Galih mengusap bahunya yang nyeri akibat tabokan dari Xavier. Lelaki itu berada paling ujung, dekat dengan lapangan basket. Disampingnya Xavier yang tengah memeluk Galih dan Galuh.
Tiba-tiba suara keras terdengar dekat ditelinga Xavier. Xavier menoleh cepat kearah Galih yang terjatuh karena terlempar bola basket.
"Galih!"
Galuh sang adik segera menghampiri Galih yang menunduk seraya memegang kepalanya. Sedangkan Xavier menatap marah kearah Gio yang menatap mereka santai.
"Idung lo berdarah, Lih." Panik Galuh.
"Gue gak papa."
"Woy, lempar bola nya!"
Xavier mengambil bola basket seraya melemparkannya keatas beberapa kali. Lelaki itu masuk kedalam lapangan. Dengan kekuatan penuh Xavier melempar bola itu kearah Gio.
Gio segera melindungi dirinya dari serangan itu. Lelaki itu mengusap lengannya yang terlempar bola dari Xavier.
"Lo apa-apaan sih!"
"Lo yang apa-apaan! Liat, temen gue luka!"
"Gue gak sengaja."
"Tolol jangan dipake! Main bola kok sampe keluar lapangan. Gak bisa main, lo?" Ejek Xavier. Xavier tidak bisa melihat teman-teman, pacar, keluarganya terluka. Ia akan sangat marah jika seseorang didekatkan terluka.
"Songong, lo!"
Xavier semakin mendekati Gio membuat si mantan ketua osis sedikit khawatir.
"Lo mau lemparin itu ke gue kan? Ayo, coba lempar ke gue."
Xavier mengambil bola basket dan menekan bola itu kedada Gio. "Lo salah berurusan, Yo."
"Mentang-mentang anak orang kaya, lo!"
"Jangan bawa-bawa derajat orang tua. Disini masalahnya gue sama Lo. Gue gak suka lo ngajak ribut sama gue." Desis Xavier.
"Terus kalo emang gue nyari masalah sama lo, kenapa?" Tantang Gio disertai senyum miring.
Xavier mendorong Gio sampai lelaki itu mundur beberapa langkah. Bola yang dipegang Gio, Xavier ambil kembali lalu melemparkannya kedalam ring dengan pas.
Semua tentu saja terpukau. Itu cukup jauh untuk ukuran orang yang tidak pernah basket. Lebih tepatnya tidak memperlihatkan bahwa Xavier sangat jago basket.
"Ayo pukul gue. Jangan malah bawa-bawa orang lain. Ayo!"
Gio yang tidak suka ditantang padahal tadi dirinya yang menantang langsung ingin memberikan bogeman kepada Xavier. Xavier langsung menangkis tangan itu dan menghempaskan nya begitu saja.
"Segitu doang kekuatan Lo?" Ejek Xavier.
Gio semakin geram. Ia kembali akan memukul namun lebih berantakan.
"STOP!!"
"Xavier stop! Apa-apaan sih."
Alis Xavier mengerut ketika Hana malah meneriakinya. "Aku gak salah."
"Kalo gak salah, harusnya ngalah, Xavier!"
"Temen aku luka, loh. Aku gak terima!"
Hana segera menarik Xavier menjauh dari lapangan basket yang sudah penuh dengan tatapan tatapan murid.
"Kamu belain dia, Hana?"
"Enggak. Justru aku belain kamu!"
"Tapi kamu neriakin aku. Seolah-olah aku yang salah."
"Okay, aku minta maaf. Aku cuman gak suka kamu ngelakuin hal yang bakal ngerugiin kamu."
Xavier menggeleng tidak setuju, "untuk tadi aku gak bakal rugi. Kalo kamu diposisi Galih saat itu, pasti aku belain juga, lebih dari itu!"
Hana menghela nafas. Bukan seperti ini yang ia maksud tadi. Ia hanya ingin melerai kegaduhan. Namun, sepertinya Xavier salah paham atau Hana yang salah bicara.
Tiba-tiba dua orang adik kelas datang dengan tergesa-gesa. Mereka tampak cemas dihadapan Xavier dan Hana.
"Tolong, kak. Aurora pingsan dikantin!"
Xavier menoleh sebentar kearah Hana dan langsung pergi begitu saja. Meninggalkan Hana yang termangu memandangi punggung Xavier yang semakin jauh.
•••••
Kalian agak gedek gak sih sama Aurora. Atau sama Gio??
KAMU SEDANG MEMBACA
XavieRihanna TAMAT
Short StoryXavier Natariksa, lelaki SMA yang sangat mencintai dan meragukan seorang Rihanna Fernandez secara bersamaan. Xavier melihat bahwa Hana begitu banyak menyembunyikan dunia nya kepada lelaki itu. Xavier ingin menyerah, tapi cintanya lebih besar untuk R...