Kemarahan
Xavier itu jarang marah. Sekalinya marah Xavier manjadi sosok yang berbeda. Tidak ada aura hangat yang mengalir ketika Xavier benar-benar marah.
Sedari tadi wajah Xavier tidak bersahabat. Satu kelas hening karena takut akan aura Xavier. Teman-teman Xavier, Galih, Galuh dan Bobi pun tidak bisa apa-apa. Namun kata Galih, biarkan Xavier merasakan kemarahan nya. Xavier adalah manusia yang jarang marah soalnya.
Xavier kembali membuka ponselnya dan menatap ponsel itu. Hatinya bergemuruh perih. Emosinya sudah ada dititik puncak. Dengan emosi, Xavier membanting ponsel yang tidak berdosa itu sampai terbelah menjadi dua. Satu isi kelas berteriak dan hening seketika.
"Lo kenapa, Xavier?"
Bukannya menjawab, Xavier mengambil ponsel nya dan membuang ponsel rusak itu ke tong sampah. Satu kelas menganga karena begitu sayang dengan ponsel Xavier yang sangat mahal itu.
Xavier mendekati Bobi, "minjem hp."
Bobi segera memberikan ponsel nya takut jika telat, Xavier semakin marah. Mata Xavier pun sampai memerah. Xavier itu genius, ia bisa mengingat apapun dengan cepat. Dengan itu Xavier menuliskan nomor yang ia ingat dipanggilan.
Dua kali dering, telepon itu diangkat. "Kirim gue foto yang tadi ke nomor ini sekarang."
Setelah mendapatkan foto yang ia maksud, Xavier keluar dari kelas dengan membawa ponsel Bobi. Seisi ruangan langsung gaduh.
"Gila. Si Xavier nyeremin banget."
"Gue gak bakal deh nyinggung dia."
"Hooh, takutnya kita dilempar kayak hp dia."
"Btw, dia kenapa bisa semarah itu?"
Teman yang sudah merangkap menjadi sahabat, alias si kembar dan Bobi hanya diam. Menunggu Xavier membuat aksinya.
Xavier mencari Hana ke penjuru sekolah karena gadis itu tidak ada dikelasnya. Ternyata gadis itu ada di laboratorium bersama Gio.
"Hana?"
Hana yang tengah mencampurkan sesuatu langsung mendongak. Alis Hana mengerut bingung karena ekspresi Xavier tidak seperti biasanya. Gadis itu segera mendekati Xavier yang masih ada didepan pintu.
"Kamu kenapa, Xavier?"
"Aku yang bilang itu, Hana. Kamu yang kenapa?" Desis Xavier.
Hana semakin tidak mengerti. Xavier dengan kesal memberikan ponsel Bobi kepada Hana. Hana dengan bingung membuka ponsel itu dan langsung dikejutkan dengan foto dirinya bersama Gio.
"Ini... Ini? Xavier, kamu pasti salah paham."
Xavier menutup pintu laboratorium agar teman-teman Hana termasuk Gio tidak menguping pembicaraannya.
"Salah paham? Aku tanya, dari segi mana nya aku harus salah paham?"
Hana diam. Ia ketakutan ketika Xavier semakin marah dan menatap tajam dirinya. "Dengerin aku dulu, Xavier."
"Oke aku dengerin. Sekarang apa yang kamu bilang, Hana?"
Hana gagu. Ia tidak bisa menjelaskan apapun. Difoto itu terlihat bahwa Hana tengah dicium oleh Gio. Gio mencium Hana di pipi saat mereka pergi ke suatu tempat.
"Kamu gak bisa jawab, Hana? Apa perlu aku yang jawab? Kamu berciuman sama dia dan bermesraan. Padahal kamu tau, kamu punya aku. Kamu bela-belain jalan sama orang lain ketimbang pacar kamu yang minta jalan. Begitu, Hana?"
Hana menggeleng. Gadis itu menangis merasa bersalah. Kini dihadapan Hana bukanlah Xavier yang manis. Xavier kasar tengah naik kepermukaanya menampakan kemarahan.
"Enggak, Xavier. Enggak."
"Kamu bosen sama aku, Hana?" Lagi-lagi Hana hanya menggeleng. Ia tidak bosan pacaran dengan Xavier. Melainkan ia jenuh. Ah, apakah sama saja?
"Kamu bilang, kamu enggak suka sama Gio. Tapi, disana seakan-akan kamu menikmati ciuman dari Gio. Aku gak tau kamu semurahan-"
Hana langsung menampar Xavier saat lelaki itu mengatakan bahwa dirinya murahan. "Aku gak seperti itu, Xavier. Jaga omongan kamu."
Xavier terkekeh bengis. "Aku yang pacar kamu aja gak pernah nyentuh kamu lebih. Aku gak pernah cium kamu kecuali ditangan kamu. Aku pacar kamu gak pernah cium pipi kamu, TAPI KENAPA ORANG LAIN BISA, HANA?" Xavier semakin murka. Orang-orang mulai mengerubungi Xavier dan Hana.
"Maafin aku, maafin aku."
"Gak ada yang harus aku maafin. Aku kecewa sama kamu."
"Ada apa ini?" Gio menyerobot dan menghampiri Xavier dan Hana.
"Lo bikin Hana nangis? Salah apa dia?" Tanya Gio dengan tajam.
Xavier lagi-lagi tertawa namun begitu menakutkan. "Kenapa gak lo tanyain ke orangnya. Lo kan ikut andil."
Semua orang terkejut mendengar seorang Xavier mengatakan 'lo-gue'. Xavier yang manis tidak ada disana.
Gio menarik ponsel yang dipegang oleh Hana. Ia ikut terkejut melihat nya. Pantas seorang Xavier marah. Pacar mana yang tidak marah melihat pasangannya bermesraan dengan orang lain.
"Puas sekarang? Lo puas ambil Hana dari gue, Gio?" Tanya sarkas Xavier.
"Sekarang lo ambil aja dia. Gue udah gak sudi punya pacar yang gatel kayak gitu."
BUKK!!
"JAGA MULUT LO!" Teriak Gio dengan marah.
"Asal Lo tau, ya. Gue udah muak liat tingkah Lo. Lo selalu ngebebani Hana. Lo selalu manja sama Hana tanpa Lo tau Hana juga pengen dimanja sama Lo. Lo egois, Xavier. Lo masih bocah yang meminta belaian dari orang lain!"
"Gue muak ketika Hana sedih, Lo sebagai pacar gak ada disisi Hana. Kemana Lo?"
Xavier diam. Ia tahu jika dirinya selalu manja kepada pacar nya itu. Karena Xavier nyaman dengan Hana yang selalu memberikannya ketenangan.
"Lo selalu dikelilingi orang-orang yang selalu sayang sama lo. Tanpa lo tau, kalo Hana selalu dicaci karena pacaran sama Lo. Sadar gak lo?" Teriak Gio.
Xavier menoleh kearah Hana. "Apa bener, Hana? Apa bener lo selalu kena masalah?"
Hana yang terisak itu mengangguk, "kamu terlalu friendly, Xavier. Aku gak kuat. Kamu selalu menyamakan aku dengan yang lain. Kata pacar hanya status saja. Perhatian kamu ke aku dan ke yang lainnya disama ratakan. Aku capek, Xavier. Aku jenuh."
Xavier memegang rambutnya frustasi, "tapi jangan kayak gini, Hana. Lo harusnya bilang kalo Lo terbebani. Gak kayak gini."
"Sekarang lo ngerti sekarang kenapa Hana menjauh? Itu semua karena Lo sendiri!" Desis Gio seraya menunjuk dada Xavier. Gio meraih bahu Hana dan membawa gadis itu pergi dari kerumunan siswa dan meninggalkan Xavier yang termangu.
••••
KAMU SEDANG MEMBACA
XavieRihanna TAMAT
Short StoryXavier Natariksa, lelaki SMA yang sangat mencintai dan meragukan seorang Rihanna Fernandez secara bersamaan. Xavier melihat bahwa Hana begitu banyak menyembunyikan dunia nya kepada lelaki itu. Xavier ingin menyerah, tapi cintanya lebih besar untuk R...