||Happy Reading ||
"Kenapa? Biasa aja kali." ucap Laki-laki itu datar.
Embun masih tidak menyangka bahwa laki-laki disamping nya ini adalah orang yang selalu orang tua nya banggakan.
Embun tersadar, lalu memutar bola matanya malas. "Pergi, gue gak suka di ganggu."
Laki-laki itu tidak memperdulikan ucapan Embun.
"Gue bisa aja habisin lo, tangan gue gatel." lanjut Embun ketus.
Laki-laki itu menatap Embun intens, perlahan mendekat ke arah Embun, mengikis jarak antara mereka.
"Lo manis, gue gak bakal lepas lo." ucap laki-laki itu datar.
"Apaan sih lo, sana jauh-jauh gila." Embun mendorong bahu laki-laki itu kencang.
Laki-laki itu yang belum siap menahan diri langsung terdorong. "Gila, bar-bar banget lo."
Embun mendengus, bibirnya mengukir senyum meremehkan. "Ck gue kira jagoan, ketua geng apaan lemah."
Laki-laki itu sama sekali tidak tersinggung, ia malah makin mendekati Embun, lalu tiba-tiba memegang bahu Embun agar menghadap sepenuhnya ke arahnya.
"Susst swetty, gue bahkan bisa buat nekat sama lo juga." Laki-laki itu berbicara dengan menatap Embun lekat.
"Jangan kurang ajar lo Elang!" ucap Embun kencang.
Embun menjauh beberapa langkah, tangannya terangkat menunjuk ke arah laki-laki itu. Wajah Embun pun sudah memerah, merah karena emosi yang sedari tadi ia tahan.
"Asal lo tau ya, gue gak bakal terima lo dan gue muak liat muka lo." Embun menatap benci laki-laki itu lalu perlahan melangkah keluar dari rooftop.
Embun berjalan cepat dengan masih mode emosi, ia mau tidak mau kembali ke kelas. Bukan untuk duduk dan menunggu guru, tapi untuk mengambil tas nya dan bolos.
Embun tidak peduli apabila Bu Ajeng atau guru yang lainnya menegur atau bahkan memanggil kedua orang tuanya. Yang ia pikirkan saat ini adalah ia butuh tempat yang sepi dan tenang. Ia butuh untuk menjernihkan pikirannya, juga menstabilkan emosinya.
🐳🐢🐳
Aiden berjalan cepat, ia bahkan tidak melihat bahwa ada petugas sekolah yang sedang mengepel lantai. Langkah nya lurus dan matanya terus menatap satu titik.
Toilet
Aiden tiba-tiba kebelet buang air kecil, jadi ia memutuskan berjalan cepat, setengah berlari. Ia sudah tidak tahan. Saking fokusnya menatap pada satu titik saja, ia kepleset dan jatuh duduk.
"Huaaa." pekik Aiden kaget.
Jantung nya berdegup kencang, ia lantas melihat ke samping dimana ada petugas sekolah tersebut sedang melihat Aiden dengan tatapan bersalah.
"Nak maaf ya, ibu seharusnya mengepel nya nanti." Wanita paruh baya itu mengulurkan tangan nya untuk membantu Aiden.
"Eh ibu, maaf ini salah Iden yang gak liat-liat, terus Iden tadi lari-lari juga." Aiden berucap sambil menyambut uluran tangan wanita paruh baya tersebut.
Wanita paruh baya tersebut tersenyum, lalu mengambil alat pel nya. "Lain kali hati-hati nak, ibu pamit ke lorong sebelah ya."
Aiden mengangguk lalu tersenyum. "Semangat ibu."
Wanita paruh baya tersebut langsung berhenti sejenak. Pikiran nya tiba-tiba blank mendengar suara lembut Aiden dan senyum nya. Wanita tersebut tersadar lalu segera berlalu dari Aiden.
Aiden mengelus bokong nya yang terasa lumayan nyeri. "Shh lumayan juga sakit, hue bunda."
Saka mengernyitkan alisnya bingung, apa dia salah liat? Di sebrang sana ada mahkluk bocah yang lagi ngelus-ngelus bokong. Ia memutuskan berjalan ke arah sebrang.
"
Lah tuh bocah ngapain disini?" Saka bergumam bingung.
"Woi cah." panggil Saka.
"Eh permen permen!" latah Aiden. Padahal Saka memanggil nya tidak kencang tapi Aiden kaget.
"Dih gaje gue panggil pelan juga."
"Btw ngapain lu pegang-pegang pan to the tat lu? Ambeyen mas nya?" Saka terkikik geli.
"Enak aja! Iden tuh tadi jatoh dari lantai tau Saka." ucap Aiden seraya memberikan tatapan tajamnya.
Saka memutar bola matanya malas. "Yah bocah si begini nih." gumamnya sangat pelan.
"Kenapa Saka? Jelek banget muka nya."
"Gak gue kasih coklat busuk lo ini ya?" Saka mengambil coklat batang kecil dari saku celananya, lalu ia perlihatkan didepan mata Aiden.
Aiden meneguk ludah. "O-Oke Saka yang baik hati dan tidak sombong. Boleh ya kasih iden?"
"Ogah, cium kaki gue dulu." Saka berucap sinis lalu tertawa berikut nya. Senang rasanya ngerjain bocah.
Aiden merengut sebal, kaki nya dihentakkan. "Gitu ya Saka."
Saka masih tertawa bahkan sampai keluar sedikit air mata dari sudut matanya.
"Makanya jadi bocah tuh jan kocak." ucap Saka lalu melempar coklat tersebut ke Aiden yang berhasil menangkapnya.
"Nyenyenye." balas Aiden dengan nada yang menyebalkan.
"Berani lo bocah?" Saka melotot garang, lengan baju nya ia naikkan.
"Makasih Saka coklat nya, Iden ke toilet dulu!" ucap Aiden yang langsung berlari.
"Hadeh bocah ngeselin bat." Saka memutuskan berjalan lagi sesekali tebar pesona.
🐳🐢🐳
"Bagus kerjaan lo, tapi gue masih kurang puas." ucap perempuan itu dengan nada malas.
"Maaf nona, s-saya ingin mengundurkan diri." ucap wanita paruh baya yang ada di arah kiri dengan takut - takut.
"Kenapa? Lo gak inget dia yang bikin anak lo gila?" ucap perempuan itu sinis, dagu nya terangkat angkuh.
"S-saya–"
Ucapan wanita paruh baya itu terpotong saat perempuan angkuh itu mendekat lalu memegang dagu perempuan itu kencang.
"Gue tegasin, kalo lo out.. Lo dan keluarga lo gue pastiin bakal hancur." Lalu perempuan angkuh tersebut tertawa sinis.
"Ba-baik saya tidak akan berhenti."
"Bagus, terus aja bikin dia susah." Perempuan angkuh tersebut melangkah keluar dari lorong sepi yang jarang dilewati siswa.
Wanita paruh baya itu langsung terduduk lemas. Matanya berkaca-kaca, mengingat dirinya harus melakukan semua hal buruk.
"Maafin ibu." lirih wanita tersebut.
-
-
-
Hai gaiss disini banyak teka teki ya wkwk, nanti bakal keungkap ko, stay terus aja.Vote komen cuss! ✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Childish Boy 👶🏻
Teen FictionAiden Hafidz Anggara, laki-laki polos, periang, kekanakan, sangat manja tentunya ini sudah menempuh kelas 12 SMA. Namun karena sedari ia masih bayi sampai sekarang pun Ayah Bunda nya terlalu memanjakan laki-laki ini. Ini kisah cinta, persahabatan...