|| Happy Reading ||
"Yaela si bocil lama banget dah, lumutan gue disini." Saka mengoceh terus sambil melihat jam dipergelangan tangan nya.
"SAKAA!" teriak Aiden dari arah gerbang pintu masuk sekolah.
"Yeh bocah, liat aja nih ya kalo kata gue tu bocah jatoh." Bagaimana Saka tidak berkata seperti itu? Sedangkan orang yang teriak memanggil namanya lari-lari tak memperhatikan jalan.
Brukk
Kan apa ia bilang? Jatoh juga.
Aiden jatuh tersungkur kedepan, tidak terlalu keras namun cukup membuat Aiden berkaca-kaca.
Dengan langkah malas Saka menghampiri Aiden dan mengulurkan tangan nya.
"Ayo bocah jan nangis dulu, kita telat nanti."
Aiden memegang tangan Saka, namun ia hanya diam dengan mata yang masih berkaca-kaca.
"Tar aja nangis nya dirumah, telat ini diomelin pak Ali tar." Saka langsung menarik tangan Aiden menuju ruang bimbel.
Ya mereka akan melakukan bimbel dengan guru yang mata pelajaran nya ada di UN, bagaimana pun mereka harus tetap ikut tidak boleh bolos.
Sepanjang jalan Aiden hanya menunduk, jalannya pun agak lambat padahal sudah ditarik Saka.
"Sshh Saka jalannya pelan pelan.." lirih Aiden, ia lalu menarik tangan nya dan berhenti berjalan.
Saka menoleh, ia ikut berhenti. "Kenapa dah?"
"Ka-kaki iden Sakit." ucap Aiden dengan mata yang siap mengeluarkan air mata.
Saka menatap Aiden dari bawah ke atas. "Perasaan lo gak apa apa deh, kenapa emang kaki lo? Itu cuma berdebu den."
Aiden memukul lengan Saka lumayan kencang. "Bukan gitu Saka, ini lutut Iden kayanya memar bengkak."
Saka mengusap lengannya yang dipukul Aiden. "Heh bocah tenaga lo ada juga ya, yauda sini gue bantuin lo jalan."
Saka langsung menaruh tangan kanan Aiden di pundak nya, lalu berjalan pelan.
Aiden diam-diam tersenyum. "Saka baik, tetep jadi temen iden ya."
Saka mendengus. "Ogah, males."
Namun begitu Aiden tetap tersenyum.
🌻🌻🌻
Embun berjalan menuju rak demi rak buku, ia mencari buku novel terbaru.
Saat ini ia tidak mengikuti bimbel, yah lebih tepatnya ia sengaja tidak ikut.
Drtt drtt
Ada panggilan dari ponsel Embun, sebenar nya sudah dari tadi banyak panggilan masuk, namun embun memilih abai.
Dan ini sudah masuk ke 15 panggilan kalau tidak salah, sambil memilih buku, Embun juga menghitung getaran panggilan diponsel nya.
"Ketemu!" pekik Embun tertahan, ia lalu melihat ke sekitar tokobuku yang sepi dan buru-buru mengambil buku novel yang ia cari.
Drrt drrt
Lagi lagi panggilan masuk bergetar diponsel Embun, untuk kali ini Embun memilih melihat siapa yang menelpon nya.
Mama calling
"Angkat gak ya." Embun menggigit bibirnya ragu, ia akhirnya memilih tombol hijau.
"Ha-halo Ma."
"Dimana kamu? Jujur." ucap Clarissa dengan nada tegas.
"Aku disekolah." Bohong, dari pada Embun kena masalah.
"Awas kamu bolos ya, nilai ujian kamu harus bagus. Ingat setelah ujian kamu akan tunangan." setelah mengucap kan itu Clarissa langsung memutuskan telfonnya sepihak.
"Gue gak peduli, gue gak denger." Embun berucap ketus, namun berbeda dengan tatapan matanya, ia menahan tangis.
Embun menarik nafas banyak-banyak, setelah berhasil menahan tangisnya, ia bergegas menuju kasir untuk membayar bukunya.
"Mba nya gak apa-apa? Matanya merah Mba." ucap kasir laki-laki yang memperhatikan Embun secara intens.
"Iya kenapa? Mau gue colok juga mata lo?" Embun berucap ketus lalu mengambil barang belanjaannya dan keluar dari toko buku.
"Buseng tuh cewe galak amat kek emak-emak yang tupperwarenya ilang." gumam kasir laki-laki yang tadi.
Embun tidak tau lagi harus kemana sekarang, ia tidak punya teman sejati. Teman-teman nya dulu banyak, namun sayangnya semua temannya penghianat.
Ia memutuskan berjalan menuju kafe sekitar toko buku.
- Kafe Muda Mudi -
Embun masuk kafe tersebut dan memesan Milk Tea, setelah memesan ia mencari tempat duduk di pojok dekat jendela.
Sambil menunggu pesanan nya tiba, ia melihat pemandangan dijendela yang menampakkan padatnya kendaraan lalu lintas kesana kemari.
"Perlu gue lapor gak ya ke Tante Clarissa?" ucap seseorang yang tiba-tiba menghampiri Embun dan menarik kursi lalu duduk dihadapan Embun.
Embun menoleh terkejut. "Bisa gak sih lo gak muncul sehari aja di kehidupan gue?!" ucap Embun kesal.
Orang yang dihadapannya adalah Elang.
Elang tersenyum miring, ia lalu mengusap pipi Embun tiba-tiba, dan sontak Embun langsung menepis tangan Elang.
"Lo tuh manis, gue suka. Gue juga banyak sih cadangan yang manis, tapi gue gak keberatan kalo harus nikah sama lo." tutur Elang dengan penekanan disetiap ucapannya.
"Gue gak sudi." Embun mengalihkan pandangan kemana saja, asal tidak arah depan.
"Sudi gak sudi lo tetep jadi istri gue swetty."
Embun benar-benar pusing, ia akan menyerah pada hidupnya, untuk apa ia hidup kalau seperti ini? Kapan Embun bahagia?
Tak sadar Embun menetes kan air matanya, menangis memikirkan nasibnya.
"Kok lo nangis? Mana Embun yang gue kenal." Elang berucap lembut lalu mengusap puncuk kepala Embun pelan.
Embun menepisnya lagi. "Kita gak pernah kenal, inget itu." ucap Embun lirih.
Embun lalu berdiri, memutuskan pergi dari kafe ini saja, ia benar-benar muak.
Saat ingin berjalan, keseimbangan Embun goyah, ia benar-benar pusing.
Dan untuk kali ini ia pingsan, sebelum ia benar benar tak sadar, ia dapat mendengar si brengsek itu meneriaki nama nya.
-
-
-
TbcHolla gais, semoga selalu sehat ya dan tetep baca cerita iden muehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Childish Boy 👶🏻
Teen FictionAiden Hafidz Anggara, laki-laki polos, periang, kekanakan, sangat manja tentunya ini sudah menempuh kelas 12 SMA. Namun karena sedari ia masih bayi sampai sekarang pun Ayah Bunda nya terlalu memanjakan laki-laki ini. Ini kisah cinta, persahabatan...