Dua Cincin(4).

1.9K 112 11
                                    

Seokjin yang tengah tertidur terusik karna mendengar suara yang memanggilnya, panggilan itu tidak akan berhenti sampai dirinya sudah membuka matanya.

Dengan terpaksa dan berat, Seokjin membuka matanya secara perlahan. Mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya pagi yang masuk disela-sela jendela kamarnya.

"Pagi Ayah."

Pria kecil yang sedari tadi memanggil Seokjin sudah naik dikasur orangtuanya, lalu dia meloncat-loncat didekat Seokjin. Membuat sang empu mau tak mau harus bangun untuk Memberhetikan aksinya.

"Berhenti Jiwon, atau Ayah akan menangkapmu." ujar Seokjin yang masih ditempatnya.

"Ayah bangun, aku ingin berangkat sekolah." ujarnya menggoyangkan tubuh besar Seokjin tidak ada reaksi membuatnya kembali meloncat.

Namun tiba-tiba merasakan kakinya yang sedang dicekal dibalik selimut, dan-

"Hap, kena kamu." Seokjin yang menarik kaki Jiwon dan menjatuhkan diatas tubuhnya dengan memeluknya seperti mengurungnya.

"Aaaa Ayah ampun." pekiknya ketika Seokjin mulai menggelitiki tubuhnya.

"Ayo mau melakukannya lagi, seperti tadi? Ayah akan menghukummu seperti ini." ujar Seokjin kembali menggelitiki tubuh kecil Jiwon yang terus menggeliat.

"Ahaha iyah Ayah, aku tidak akan mengulangnya lagi." ujarnya terdengar lelah karna tertawa sedari tadi, merasakan geli disekujur tubuhnya.

Seokjin menghentikan aksinya mengangkat tubuh Jiwon yang lemas, seakan tidak berdaya karna berusaha melepaskan diri dari Ayahnya.

"Good, mandi lah Ayah juga akan siap-siap." ujar Seokjin mengusap lembut rambut putranya.

"Siap Yah." Jiwon hormat pada Seokjin setelah tubuhnya diangkat dan turun dari ranjang, lalu dia keluar kembali ke kamarnya untuk mandi seperti ucapan Ayahnya barusan.

.

"Nenek!"

Wanita paruh baya yang sedang didapur itu membalikan tubuhnya secara pelan ketika mendengar pekikan dari arah belakangnya, terlihat pria kecil itu berlari menghampirinya.

"Yaampun cucu Nenek, sudah rapih. Coba cium? Heum wangi." ujarnya ketika sang cucu sudah ada didekatnya, berjongkok mensejajarkan tingginya sambil mengendus seluruh wajahnya.

"Ayah membelikan ku sampo baru, ini rasa strawberry Nek." adunya dengan mengacak rambutnya, supaya aromanya keluar dan bisa dicium oleh Neneknya.

"Wah kamu memakannya? Mangkanya dibilang rasa strawberry?" ujar Neneknya sambil merapihkan kembali rambut cucunya yang sudah diacak-acak tadi.

"Tentu saja tidak Nek, kenapa aku harus memakan sampo?" tanyanya balik.

"Berarti pengucapan kamu salah, seharusnya wanginya seperti strawberry." jelas Neneknya, pria kecil itu mengerjapkan matanya yang bulat. Mencerna akan ucapan Neneknya.

"Tapi digambarnya tadi ada strawberrynya Nek." ujarnya, membuat Nenenknya terkekeh dan menciumnya gemas.

"Haha iyah sudah seterah kamu, dimana Ayahmu?" ujar Nenek beranjak dari jongkoknya, lalu menggendong cucunya yang sudah besar.

"Ayah masih dikamar, katanya aku suruh turun lebih dulu." ujarnya.

"Yasudah kamu duduk dimeja makan ya, sambil tunggu Ayah. Apa Kakek didepan juga?" tanyanya.

"Aku tidak lihat ada Kakek."

"Ibu."

Keduanya menolehkan kepalanya, ketika seseorang baru memasuki area dapur.

Oneshoot Jinsoo.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang