"Mas yakin mau cerai sama aku? Udah dipikirin matang matang?"
Singto sepertinya tak main main dengan ucapannya. Begitu mereka masuk ke dalam kamar, Obrolan menjadi begitu serius. Singto mengajak Krist untuk hidup masing masing.
"Aku yakin, Udah aku pikir berulang kali dan hasilnya tetap sama, Aku butuh anak kandung untuk meneruskan usahaku. Dan kamu ngga bisa ngasih aku keturunan."
Krist menelan ludah, Rasanya menyakitkan mendengar ucapan Singto barusan. Padahal saat melamarnya, Singto pernah berkata ia akan menerima semua yang ada pada diri Krist, Bahkan fakta bahwa mereka berdua sama sama laki laki.
Sekuat tenaga Krist menahan air mata dan terlihat baik baik saja. Dipaksakanlah bibirnya untuk tersenyum meskipun disetiap sudut bibirnya terasa berat.
"Kamu bener mas, Kamu butuh pewaris. Besok kita bicarain sama Fiat ya, Sekarang kamu tidur udah malem, Besok kerja kan?"
Krist menarik selimut hingga menutupi badan Singto. Ia lantas mematikan AC, Rutinitasnya tiap malam sejak mereka masih berpacaran karena Krist tau betul suaminya tak tahan dingin dan memiliki asma juga.
Bertahun tahun Krist rela tidur tanpa AC demi bisa menemani Singto, Namun semuanya sia sia sekarang. Usai mematikan AC, Krist tidur disamping Singto, Ia berusaha memejamkan mata namun sangat susah.
Setelah berjam jam mencoba untuk tidur, Krist memutuskan untuk terus membuka mata, Memandangi laki laki yang terlelap disampingnya. Laki laki yang beberapa tahun lalu berlutut dihadapannya membawa sebuah gelang dengan hiasan berbentuk bunga matahari kecil.
Tanpa sadar air matanya menetes. Banyak hal yang sudah mereka lalui bersama dan akan menjadi kenangan. Saat saat indah dimana mereka masih kompak menjaga dan merawat Fiat, Juga saat mereka mengucap janji suci sehidup semati.
Krist langsung menutup mata saat melihat Singto bergerak dan berbalik badan membelakanginya. Tanpa Krist sadari, Singto juga belum tidur, Ia menyadari Krist menangis.
Sejujurnya Singto merasa bersalah pada laki laki itu, Terlebih jika ia mengingat saat Krist rela keluar dari rumah demi menikah dengannya. Namun apa daya hatinya kini sudah berlabuh pada Namtan, Perempuan yang memberinya kenyamanan.
●●●
Suasana sarapan pagi kali ini berbeda dari biasanya. Singto dan Krist sama sama bungkam, Fiat yang merasa janggal langsung angkat bicara.
"Papa sama Ayah marahan ya?" Tanya Fiat. Hening, Tak ada jawaban.
"Atau aku bikin salah? Kalian berdua marah sama aku?" Lanjutnya.Mendengar pertanyaan Fiat, Krist lantas menarik napas dalam dan tersenyum. Senyum yang menyiratkan kepedihan.
"Papa sama Ayah mau pisah, Fiat ikut papa ya." Fiat tertawa, Ia masih menganggap ucapan Krist sebagai lelucon.
"Pisah? Kalian kemarin masih baik baik aja dan sekarang mau pisah? Please deh."
"Nak, Kita ngga baik baik aja. Kita berpura pura seolah semuanya baik baik aja, Demi kamu." Krist akhirnya mengaku.Fiat menatap Singto dan Krist bergantian, Berharap mereka tidak serius. Namun yang ia lihat hanya tatapan kosong Singto dan senyum pahit Krist.
"Kalian egois, Kalian bikin aku berpikir seolah rumah ini adalah surga, Lalu tiba tiba kalian lempar aku ke gerbang neraka dengan bilang kalo kalian mau pisah. Kenapa harus boong kalo kalian udah ngga saling sayang? Aku bisa balik lagi ke panti asuhan, I'm fine about that."
Tanpa berpamitan Fiat meraih ranselnya dan pergi begitu saja, Meninggalkan panggung sandiwara yang sejak lama ia tonton tanpa dirinya sadari.
"Aku bakal siapin berkas perpisahan kita." Tutur Singto. Krist mengangguk pelan. Ia sudah cukup lelah menghadapi semuanya.
"Iya mas, Kamu mau berangkat kerja sekarang? Hati hati di jalan."
Krist berdiri dan berjalan ke arah dapur membawa piring kotor. Tangannya bergetar, Ia bahkan tak sanggup menatap suaminya sendiri, Rasanya terlalu sakit.
Singto pun tak merasa heran jika ia tak diantar saat hendak pergi bekerja. Kali ini justru ia yang mengantar Krist, Mengantar ke kenyataan pahit.
●●●
Krist berulang kali menekan bel rumah seseorang namun tak ada jawaban sampai akhirnya seseorang membuka pintu dan tersenyum padanya. Seseorang itu adalah Gun, Teman kuliahnya.
"KIT! KANGEN BANGET" Laki laki bertubuh kecil dengan bibir seksi itu memeluk Krist. Krist pun balas memeluk Gun.
Saat dipelukan Gun, Tangis Krist pecah. Gun jelas terkejut, Setahunya, Krist bukanlah orang yang cengeng. Anak itu hanya akan menangis jika masalahnya benar benar tak bisa dibendung lagi.
"Kit kenapa? Ayo masuk dulu." Gun menggiring temannya masuk ke dalam rumah.
"Aku mau pisah sama mas Singto, Gun."
"What the fff- Pisah? Cerai maksudnya? Tapi kenapa? Terus Fiat gimana?"Akhirnya Krist menceritakan semuanya, Mulai dari kehadiran Namtan sampai sandiwaranya dengan Singto.
"Kit, I feel so bad, Kamu udah korbanin banyak hal buat hidup sama dia. Kamu rela melawan restu, Menerima cacian dan banyak lagi. Tapi sekarang... Ah that's so hurt, Let me hug you." Gun merentangkan tangan, Berusaha menyalurkan energi positif pada Krist.
"Aku sama Fiat boleh tinggal disini untuk sementara waktu kan Gun? Aku mau nyari apartemen."
"Selamanya juga ngga papa Kit. Tapi Fiat gimana? Aku tau gimana sifat anak kamu."Benar, Fiat yang sensitif dan pemarah tak mungkin bisa menerima begitu saja.
"Tadi pagi dia pergi sekolah tanpa pamitan, Nanti siang aku coba jemput dia dan bicara baik baik. Aku harap Fiat bisa ngerti." Ucap Krist yang dibalas oleh anggukan Gun.
Kit sayang sini sama bunda aja nak🥲anw jangan lupa vote ya
KAMU SEDANG MEMBACA
1000 ANGSA KERTAS
FanfictionMitosnya, Seribu angsa kertas akan mengabulkan harapan. Sebesar apa harapan yang mereka kabulkan? Apakah sebanding dengan lika liku yang Fiat alami?