Hampir 15 menit Krist memperhatikan selembar kertas yang diberikan oleh dokter, Selembar kertas yang mampu meloloskan seluruh sendi sendi di tubuhnya.
Krist tak mungkin salah baca, Di batang hidungnya telah bertengger kacamata dengan lensa cukup tebal. Namun vonis dokter begitu menampar relung hatinya.
"Dok, Ini ngga salah ketik atau apa lah itu? Ngga mungkin anak saya sakit separah ini."
"Saya tau ini berat pak, Tapi kami akan membantu penyembuhan Fiat. Untuk selanjutnya kita atur jadwal pengobatannya ya pak, Saya permisi."
Sepeninggal dokter, Krist jatuh terduduk. Berulang kali mengecek hasil scan milik Fiat yang menyatakan bahwa anak itu mengidap kanker tulang. Hati Krist hancur, Tak tahu apa yang akan ia katakan pada Fiat.
Laki laki itu hanya bisa menangis, Satu ujian lulus, Kini muncul ujian baru yang harus ia lalui. Kehilangan Singto sudah cukup menyakitkan baginya. Kini ia dihadapkan oleh kenyataan kalau sewaktu waktu putranya akan pergi juga.
Setelah mengumpulkan tenaga, Krist memutuskan untuk memasuki kamar inap Fiat. Terlihat anak itu sedang menikmati sop buah yang diberikan oleh rumah sakit. Senyum Fiat mengembang saat melihat Krist.
"Gimana pa hasil scan nya?" Tanya Fiat. Krist tak langsung menjawab, Ia memandangi wajah putranya cukup lama.
"Hasilnya jelek ya? Papa kebiasaan. Kalo sesuatu yang jelek terjadi sama aku, Papa bakal diem dan ngga mau aku tau. Pa, Aku udah gede, Bilang aja yang sebenernya terjadi."
"Fiat dari kapan sakit punggung? Jujur sama papa."
"Udah cukup lama, Tapi aku pikir itu cuma sakit punggung biasa."Krist tak bisa lagi menahan air matanya. Usahanya untuk terlihat tegar di hadapan Fiat kini sia sia. Yang bisa ia lakukan hanya menyerahkan selembar kertas hasil scan pada Fiat.
Fiat sama syoknya dengan Krist, Ia bahkan tak bisa menangis saking terkejutnya. Selama ini dirinya merasa sehat, Olahraga pun sering ia lakukan.
"Papa, Fiat ngga kenapa napa. Kan baru stadium awal, Masih bisa sembuh. Papa jangan nangis." Fiat tersenyum meskipun matanya berkaca kaca. Krist lantas memeluk putranya, Berharap semua hanya mimpi.
"Kita sembuh bareng ya sayang, Papa temenin kamu sampe bener bener sembuh."
Di pelukan Krist, Fiat melamun. Ia bukan meratapi nasibnya, Pikirannya justru melambung jauh membayangkan bagaimana jika akhirnya ia kalah melawan kanker dan meninggalkan papanya sendirian.
"Papa, Maafin Fiat ya. Padahal keuangan papa masih kurang baik tapi harus dibebanin sama biaya pengobatan Fiat yang pasti mahal banget."
"Ngga nak, Papa kerja banting tulang buat kebahagiaan Fiat. Jangan pernah minta maaf, Kamu ngga salah apa apa."
●●●
Malam harinya Fiat termenung, Ia mengelus punggungnya yang masih terasa sakit. Disana ada sesuatu bernama kanker yang tumbuh dan menggerogoti tubuhnya. Entah apa yang terjadi, Tapi Fiat lebih tegar daripada Krist saat menerima berita buruk ini. Ia hanya menangis sebentar lalu pasrah menerima semuanya.
Mungkin Fiat merasa kalau ia down, Krist juga semakin down. Yang bisa Fiat lakukan hanya berusaha kuat agar Krist juga kuat menjalaninya.
Dari jendela kamar inapnya Fiat bisa melihat suasana kota yang penuh sesak. Lampu rumah berkelap kelip bak kunang kunang. Mobil berbaris rapi layaknya pasukan semut membawa cadangan makanan.
Fiat membayangkan beberapa disana ada orang tua kandungnya. Jika saja bisa ditemukan dengan mudah, Fiat ingin pulang dan membiarkan Krist bernapas lega tanpa memikirkan bebannya. Sudah banyak beban di punggung Krist, Kini harus bertambah lagi tanpa pengampunan.
"Fiat, Tidur sayang udah malem." Suara Krist membuyarkan lamunan Fiat. Laki laki itu tersenyum dan bersiap menutup tirai jendela.
"Pa, Ayah ngga di kasih tau tentang ini?"
"Ngga usah, Ayahmu biar tenang sama kehidupan barunya."
"Pacar ayah ngga se keren papa. Mukanya biasa aja."
Krist terkejut, Sebelumnya Fiat tak pernah bertemu langsung dengan Namtan."Kamu tau dari mana? Udah pernah ketemu?"
"Udah, Waktu aku ngga pulang kerumah, Aku sering ke kantor ayah. Rasanya pengen mukul muka ayah tiap liat ayah sama pacarnya makan siang di kantin kantor."Jika Fiat ingin memukul wajah Singto, Krist lebih ingin menjambak rambut keduanya secara bersamaan.
●●●
Singto dan Namtan bersiap untuk tidur. Mereka berdua memang sudah tinggal bersama meskipun belum resmi menikah. Malam yang dilalui Singto akhir akhir ini cukup berat, Tak ada lagi yang suka rela mematikan AC dan tidur panas panasan demi dirinya. Hampir setiap malam ia mengalami serangan asma karena hawa dingin menerpa.Seperti malam ini, Singto merasakan sesak di dadanya. Disampingnya Namtan sudah terlelap dan tenggelam dalam mimpi. Untuk kesekian kalinya ia harus mencari inhalernya sendiri demi meredakan sesak di dada.
Di saat saat seperti ini Singto teringat pada Krist. Laki laki itu yang biasanya siaga terjaga menemani sampai Singto tertidur tiap kali asmanya kambuh. Sayang semua itu hanya jadi kenangan, Namtan tak sepeduli itu padanya.
Singto yang tiba tiba merindukan Krist memberanikan diri untuk mengechat mantan suaminya.
Singto tersenyum, Rasanya menyenangkan bisa berbincang dengan Krist meskipun responnya sedikit menyebalkan. Krist masih marah padanya, Itu wajar. Singto bahkan tak mengelak jika Krist melayangkan tinju di wajahnya.
Lagi lagi ia membandingkan Krist dan Namtan. Singto mungkin merasa nyaman dengan Namtan, Tapi ia terbiasa hidup dengan Krist yang memperlakukannya bagai raja. Krist berperan layaknya istri siaga, Membantu dan memahami setiap masalah Singto. Untuk kesekian kalinya, Singto merindukan sosok Krist.
Vote nya jangan lupa yaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
1000 ANGSA KERTAS
FanfictionMitosnya, Seribu angsa kertas akan mengabulkan harapan. Sebesar apa harapan yang mereka kabulkan? Apakah sebanding dengan lika liku yang Fiat alami?