Badai Susulan

1.3K 264 37
                                    

       Pelajaran masih berlangsung namun Fiat tak bisa fokus karena rasa sakit yang menyerang punggungnya. Rasa sakit yang menerpa sejak beberapa hari yang lalu. Fiat pikir itu hanya efek dari kelelahan dan kurang tidur namun semakin hari sakitnya semakin parah.

      Fiat menjatuhkan pulpen yang sedang ia pegang. Rasa sakit di punggungnya sudah tak bisa tertahan lagi. Ia mengerang kesakitan, Nanon yang duduk di sampingnya pun panik melihat Fiat kesakitan.

       Fokus seisi kelas seketika berpindah pada bangku Fiat. Guru yang mengajar meminta Nanon dan Chimon untuk menggotong Fiat dan membawa anak itu ke UKS.

       Setibanya di UKS, Nanon membalurkan salep nyeri otot di punggung temannya. Sementara Fiat masih merasakan sakit yang begitu menyiksa.

       "Mon, Mending lo telpon Om Krist deh. Ngga tega gue liat Fiat. Nih pake HP gue, Gue nyimpen nomernya."

      Chimon mengangguk dan menelpon Krist menggunakan ponsel Nanon. Butuh waktu untuk Krist mengangkat telepon darinya.

      "Halo Om, Aku Chimon, Ini Fiat sakit punggung. Udah diolesin obat tapi masih kesakitan. Gimana Om?"
       "Oh iya Mon tolong jagain Fiat bentar ya, Om kesana sekarang."

       Setengah jam kemudian Krist datang dengan tergopoh gopoh dan setengah berlari menuju UKS. Didalam UKS Fiat sudah ditemani oleh suster sekolah. Di punggungnya tertempel banyak koyo.

       "Anak saya kenapa ya Bu?" Tanya Krist begitu ia masuk ke ruangan.
       "Temen temennya bilang Fiat tiba tiba teriak kesakitan pas lagi pelajaran pak. Saran saya Fiat dibawa aja ke rumah sakit barangkali ada cidera di punggungnya."

       Krist mengangguk dan meminta tolong pada suster untuk membantunya membawa Fiat ke dalam mobil.

●●●

       "Pa, Sakit." Rintih Fiat di tengah perjalanan. Krist benar benar dibuat panik saat jalanan macet sementara putranya sudah hampir kehilangan kesadaran karena rasa sakit yang menyerang punggungnya.

       "Sabar ya sayang, Bentar lagi sampe rumah sakit." Ucap Krist berusaha menenangkan Fiat.

       Begitu mereka tiba di rumah sakit, Krist segera menggendong Fiat. Untungnya ada suster yang menghampirinya dengan membawa kursi roda sehingga Krist tak perlu susah payah menggendong Fiat lagi.

       Cemas dan takut menjalari tubuh Krist. Fiat bukan tipikal anak yang mudah sakit, Jelas ia takut saat putra semata wayangnya tiba tiba jatuh sakit di sekolah.

       Tiba tiba Krist teringat pada Singto. Laki laki itu harus tahu kabar putranya sekarang. Segeralah ia menelpon Singto.

       "Halo, Ada apa? Aku mau rapat bentar lagi."
       "Halo mas, Fiat masuk rumah sakit. Habis rapat nanti kamu bisa kan kesini?"
       "Ngga bisa, Aku ada pertemuan sama keluarga Namtan. Nanti aku transfer aja biaya pengobatan ke rekening kamu ya."
       "Kamu pikir aku nelpon kamu karena apa? Karena biaya pengobatan? Bukan. Aku nelpon kamu karena kamu ayahnya, Ayah dari anak yang sekarang lagi ditangani sama dokter di dalam sana. Oke kalo kamu ngga mau kesini, Ngga perlu transfer, Aku nelpon kamu bukan buat ngemis."

       Krist memutuskan sambungan telepon dengan kesal. Bagaimana bisa Singto mengira Krist menelponnya untuk meminta uang. Tak lama dokter menghampiri Krist.

       "Pak, Kita perlu melakukan scan pada punggung Fiat. Hasilnya mungkin akan keluar beberapa hari lagi, Dan sambil menunggu hasilnya keluar, Lebih baik Fiat rawat inap disini agar kami juga bisa memantau perkembangan kesehatan Fiat."

       "Lakuin yang terbaik buat anak saya dok." Pinta Krist. Dokter mengangguk dan meninggalkan Krist. Sementara itu Krist masih berharap tak ada sesuatu yang buruk menimpa putranya.

●●●

       Ucapan Krist mengganggu pikiran Singto. Ia terus memikirkan keadaan Fiat sepanjang rapat. Bahkan setelah rapat pun Singto masih memikirkan anak angkatnya itu.

       "Namtan, Pertemuan keluarganya kita undur besok aja ya."
       "Loh kenapa mas? Mendadak banget."
       "Fiat sakit dan Krist minta aku buat ke rumah sakit. Mungkin aja Fiat butuh aku. Aku juga mau tau keadaan Fiat."

      Namtan berdecak kesal. Ia tak suka momen kebersamaannya dengan Singto diganggu, Apalagi oleh Krist dan Fiat.

       "Kamu ke rumah sakitnya besok aja kan bisa, Hari ini ketemu sama keluarga aku."
       "Kita kan ngga tau seberapa parah kondisi Fiat."
       "Yaudah lah terserah kamu, Balikan sama Krist juga ngga papa, Peduli banget kamu sama mereka kayanya."
       "Fiat itu anak aku, Dia bukan cuma anak Krist, Dan aku ngga mau anak aku kenapa napa."

       Singto menatap Namtan dengan tatapan kesal. Kepribadian perempuan itu berbanding terbalik dengan kepribadian Krist. Krist memiliki hati yang jauh lebih lapang dari Namtan. Seumur hidup ia bersama Krist, Tak pernah sekalipun Krist menaikan nada bicaranya.

●●●

       Singto benar benar membatalkan pertemuannya dengan keluarga Namtan dan memilih menjenguk Fiat di rumah sakit.

       Fiat yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit tersenyum saat melihat Singto memasuki ruangan. Laki laki itu membawa sekantong buah yang ia serahkan pada Krist.

      "Ditanyain ruangan aja jawabnya setahun."
      "Kamu berharap aku bales chat kamu secepat kilat? Sorry you are not my priority." Jawab Krist, Ia memasang ekspresi datar.

       "Fiat sayang gimana keadaannya nak? Masih sakit punggungnya?"
       "Masih yah, Tapi ngga sesakit tadi. Oh iya aku kangen banget sama ayah, Udah lama kita ngga sarapan bareng, Sejak ayah sama papa pisah."

       Baik Krist maupun Singto sama sama diam. Selain mereka berdua, Ada sosok lain yang terluka, Tak lain dan tak bukan anak sendiri, Fiat.

    
Rajin bgt up 3 bab berturut turut wkwkw,jgn lupa vote ya cintaku

1000 ANGSA KERTASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang