Sandiwara

1.6K 276 15
                                    

       11 Tahun berlalu, Fiat tumbuh dibawah asuhan Krist dan Singto. Anak kecil yang mereka bawa dari panti asuhan itu kini beranjak remaja. Parasnya tampan meskipun badannya mungil.

       "Selamat pagi Ayah, Selamat pagi Papa." Sapa Fiat pada kedua orang tuanya yang sudah bersiap untuk menikmati sarapan.

       "Pagi juga sayang. Duduk sini nak, Sarapan dulu." Krist membalas sapaan Fiat. Laki laki itu tersenyum ramah. Tangannya cekatan menyiapkan sarapan untuk suami dan putranya.

       Fiat mendekat dan duduk disamping Singto. Tangannya hendak mengambil piring namun dicegah oleh Krist.

       "Ettt, Biar Papa aja yang ambilin, Mending kamu minum dulu susu cokelat yang udah Papa bikin."
        "Astaga Pa, Aku kan punya tangan, Lagian aku juga bukan suami papa, Jadi ngga perlu dapet perlakuan khusus. Iya kan, Mas Singto?"

        Fiat menyenggol tangan Singto dan menirukan panggilan Krist. Singto hanya tersipu malu, Begitupun Krist. Fiat tersenyum, Momen momen kecil seperti ini yang menghangatkan rumah mereka.

       "Ayah, Hari ini aku berangkat sendiri ya."
       "Loh kenapa nak?" Tanya Singto pada putranya.
       "Ya pengen aja, Ngga papa kan? Aku berangkat naik angkot aja."

        Singto mengangguk. Ia memang sosok ayah yang membebaskan kegiatan anaknya asal tak menyalahi aturan, Berbanding terbalik dengan Krist yang terkesan over protektif.

       Mereka bertiga menghabiskan sarapan dengan ceria. Sesekali mereka tertawa, Seolah tak ada masalah yang menerpa rumah tangga itu.

       "Ayah, Papa, Aku berangkat ya." Fiat mencium pipi Singto dan Krist secara bergantian.
       "Iya sayang, Hati hati di jalan ya." Ucap Krist. Matanya terus memandangi punggung Fiat yang menjauh meninggalkan rumah. Begitu anak angkatnya tak terlihat lagi, Senyum Krist luntur. Wajahnya menjadi lesu.

       Krist melanjutkan sarapan dengan tenang. Tak ada canda seperti beberapa saat lalu. Singto pun begitu, Ia hanya fokus menghabiskan sarapannya sesekali mengecek ponsel.

       "Kira kira apa yang akan Fiat rasain kalo hubungan kita ngga sebaik yang dia pikir?"

       Ucapan Krist membuat Singto terdiam dan meletakkan sendok di piring. Nafsu makannya seketika lenyap.

       "Kamu bener bener ngga mau ninggalin Namtan?"
       "Krist, Perasaan aku ke kamu udah lama hilang. Aku bertahan sama kamu demi Fiat. Dan aku pernah bilang kalau aku bisexual. Aku bisa jatuh cinta sama perempuan."

       Leher Krist seolah tercekik, Rasanya sulit untuk sekedar menarik napas. Dari balik kacamata yang ia pakai, Terlihat genangan air mata yang siap terjun bebas.

       "Udahlah Krist, Ngobrol sama kamu pagi pagi gini cuma nambah beban pikiran. Aku berangkat kerja dulu."

       Singto berjalan begitu saja. Tak ada peluk dan kecupan hangat seperti saat mereka baru menikah, Atau seperti saat mereka bersama Fiat.

       Di meja makan, Krist hanya bisa menyeka air matanya. Ia merindukan suaminya yang dahulu, Yang tak akan membiarkan dirinya menangis barang sedetikpun. Kini Singto justru menjadi alasan ia menangis tiap malam.

       Pada saat saat seperti inilah Krist bisa meluapkan kesedihannya. Saat dimana ia sendirian di rumah. Krist memegangi dadanya, Laki laki itu mengeluarkan seluruh rasa pedih yang ia tahan di hadapan Fiat.

       Kalau boleh jujur, Krist sudah lelah menjalani sandiwara ini. Namun ia tak tega membiarkan Fiat tahu kalau kedua orang tuanya sudah tak seharmonis dulu.

       Ingatan Krist kembali ke masa dimana mereka masih berkuliah, Singto terus menggodanya meskipun berulang kali ia menghindar. Krist merindukan masa masa itu.

        Tiba tiba terlintas di hadapannya wajah wanita yang membuat suaminya berpaling. Sosok sekretaris cantik dengan penampilan menarik yang bekerja dengan Singto sejak 2 Tahun lalu.

       "Andai kamu tau mas, Perasaanku ke kamu belum berubah, Sedikitpun." Gumam Krist.

Jangan lupa vote ya, Thank u

1000 ANGSA KERTASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang