Realita

1.2K 251 21
                                    

       Dua minggu sudah Singto dan Namtan hidup sebagai sepasang suami istri. Sifat asli Namtan perlahan mulai terbongkar. Rumah tangga mereka hampir setiap hari diwarnai dengan konflik kecil yang membuat Singto muak.

      Pada dasarnya mereka memang tidak diciptakan untuk bersatu. Keduanya sama sama memiliki zodiak taurus yang dikenal keras kepala. Baik Singto maupun Namtan tak pernah ada yang mau mengalah. Semuanya ingin menjadi pemimpin.

       Namtan yang baru menjalani kehidupan sebagai istri terkejut karena semuanya harus diatur oleh suami, Sedangkan Singto dikejutkan oleh sifat istrinya yang pembangkang, Berbeda dengan mantan suaminya.

      Seperti pagi ini, Namtan tak membuatkan sarapan untuk Singto karena bangun terlambat sementara ia harus menyiapkan berkas meeting sang suami.

      "Ini mana sarapannya? Masa iya aku berangkat ke kantor tanpa sarapan." Protes Singto melihat meja makan kosong tanpa satupun hidangan atau bahkan untuk sekedar segelas teh pun tak ada.

       "Aku kesiangan, Kamu makan roti aja ya. Lagi buru buru nih buat nyiapin berkas meeting kamu nanti."
       "Apa apaan sih, Ngga bisa gitu dong. Sesibuk apa sih kamu sampe bikinin sarapan suami aja ngga bisa. Seumur umur aku hidup sama Krist, Ngga pernah dia biarin aku berangkat kerja tanpa sarapan."

       Namtan yang semula mencoba sabar kini mulai kesal saat Singto membandingkan ia dengan Krist.

       "STOP BANDINGIN AKU SAMA DIA YA MAS, JANGAN PERNAH SEDIKITPUN KAMU SEBUT NAMA ORANG ITU DISINI"

       "DAN JANGAN PERNAH KAMU SEDIKITPUN MENAIKKAN NADA BICARA DI RUMAH INI! AKU NGGA SUKA." Singto balas berteriak. Ia benar benar benci sifat Namtan yang suka berteriak.

      Namtan pergi begitu saja meninggalkan Singto. Sementara Singto masih terdiam. Rekaman momen sarapan dengan Krist dan Fiat terputar otomatis.

       Singto teringat akan kafe Krist yang sudah buka sejak pagi. Lebih baik ia pergi sarapan kesana daripada makan setangkup roti.

●●●

       "Emang istri kamu ngga masak mas?" Tanya Krist sembari menyajikan semangkuk sereal untuk Singto.

       "Ngga, Dia jarang bikin sarapan. Cape banget serius hidup sama dia." Singto berkeluh kesah pada Krist. Mendengar itu Krist tertawa kecil.

        Mata Krist memperhatikan Singto yang sedang melahap sarapannya. Senyum Krist perlahan terbit. Singto yang tiba tiba mendongak menangkap basah Krist yang sedang tersenyum.

        "Krist, Kalo saya ngajak kamu balikan, Kamu mau ngga?"
        "Sebelum kamu nanya gitu, Mending kamu bayangin gimana rasanya disiram air panas sama Namtan."

      Mereka berdua tertawa. Untuk pertama kalinya mereka berada di satu lingkaran tanpa paksaan meskipun sikap Krist masih sedikit dingin.

       "Kamu kurus banget, Padahal belum setaun lepas sama aku."
       "Kamu ngetreat saya kaya raja,Kit. Perlakuan yang ngga pernah saya dapetin di siapapun termasuk Namtan."
       "Nyesel kan cerain aku? Enak idup sama perempuan?"

        Singto terdiam. Ia mengaduk aduk sisa sereal di mangkuk. Memang benar ia agak menyesal berpisah dengan Krist.

       Setelah menyelesaikan sarapan, Singto pamit untuk pergi ke kantor.
       "Singtuan, Semangat ya. Jalani realita yang udah kamu pilih sendiri."

       Krist menatap kepergian Singto hingga mobil laki laki itu menjauh. Ia masih bisa menghirup aroma parfum Singto yang biasanya ia belikan. Parfum itu pertama kali Krist berikan pada Singto saat ulang tahun pernikahan yang ke dua tahun. Dan hingga saat ini masih menjadi parfum favorit Singto.

       Perhatian Krist beralih pada sebuah bingkai foto di sudut kafe yang ia pasang terbalik. Krist berjalan mendekati bingkai tersebut dan membalikkan bingkai yang memperlihatkan fotonya dengan Singto di hari pernikahan mereka.

      "Damai doang kan, Ngga sampe jatuh cinta lagi."

●●●

       Semakin hari kesehatan Fiat semakin menurun. Pagi buta ia harus dilarikan ke rumah sakit karena rasa sakit dan sesak yang menyelimuti dada anak itu. Namun Krist tak menceritakan keadaan Fiat pada Singto tadi pagi karena ia tak mau membebani pikiran mantan suaminya.

      Krist bergegas pergi setelah menitipkan kafe pada karyawannya. Wajahnya terlihat letih karena ia sudah mondar mandir sejak subuh. Kali ini ia harus ke rumah sakit karena mendapat panggilan dari dokter.

       Setibanya Krist di rumah sakit, Ia langsung pergi menghadap dokter yang menangani putranya.

      "Pak Krist, Fiat anak yang kuat. Tapi kanker di tubuhnya jauh lebih kuat. Kanker itu sudah menyebar ke organ dalamnya termasuk paru paru."

       "Apa ngga ada cara buat nyembuhinnya dok? Atau perlu anak saya dibawa ke luar negeri untuk pengobatan?" Dokter itu menundukkan kepala cukup lama sampai akhirnya angkat bicara.

       "Sebenarnya bisa dilakukan operasi. Tapi bapak tahu sendiri sistem imun Fiat yang kian melemah. Resiko gagalnya cukup besar untuk kondisi separah Fiat. Untuk saat ini saya akan memberi obat pereda nyeri untuk kenyamanan Fiat."

       Krist benar benar terpukul. Ia masih ingin menikmati waktunya dengan Fiat. Namun kenyataannya Fiat sudah benar benar berada di titik lelahnya.

●●●

       Krist menghela napas, Tak siap untuk jujur pada Fiat tentang keadaan yang sebenarnya. Namun siap tak siap ia harus menemui putranya. Begitu Krist membuka pintu kamar inap, Fiat menyambutnya dengan senyuman lemah. Anak itu terbaring tanpa tenaga dengan wajah pucat pasi.

      "Gimana kata dokter pa?" Tanya Fiat pada Krist.
      "Ngga kenapa napa kok, Kamu kecapean aja. Masih sakit dadanya?"
      "Sedikit."

       Fiat tau papanya berbohong. Sesuatu yang baik baik saja tak seharusnya sesakit ini. Sesuatu yang baik baik saja seharusnya tak membuat mata papanya berair. Bahkan rasa sakit yang ia rasakan tadi pagi sama dengan rasa sakit yang ia alami saat pertama kali mendapat vonis.

      Namun bagaimanapun Fiat hanya bisa diam. Mungkin berbohong menjadi salah satu obat untuk luka Krist.

      "Pa, Maafin Fiat ya. Maaf karena nyusahin papa."

Yuk vote dulu yuk
     

1000 ANGSA KERTASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang