BAB XVI

26 9 3
                                    

Hari di mana Edgar pertama kalinya bertamu di rumahku telah tiba. Aku sangat bersemangat sekali hari ini. Setelah melaksanakan ibadah salat subuh, aku mencoba memasak sesuatu untuk Edgar makan nanti. Kali ini aku ingin memasak aneka makanan seafood, semoga saja Edgar suka dengan masakanku. Aku menghabiskan waktu dua jam lamanya hanya untuk memasak semua ini. Aku menjadi ragu dengan kemampuanku sendiri, sehingga menjadi lama seperti ini. Sepertinya aku merasa gugup pertama kali memasaki seorang pria yang aku cinta.

Menu yang aku buat hari ini yaitu udang asam manis, cah kangkung, dan cumi goreng tepung. Dari penampilan masakanku, sepertinya ini akan enak dan tidak mengecewakan untuk dimakan bersama. Saat aku sedang membuat minuman, Edgar baru saja tiba dan memarkir motornya di teras rumahku.

"Assalamuallaikum," teriaknya dari arah luar.

"Waalaikumsalam, masuk aja, nggak di kunci kok," teriakku dari dalam.

Ia masuk dan melihatku penuh gembira dan cukup tercengang karena melihat masakan yang sudah aku buat untuknya.

"Ini kamu yang masak semua?" Tanyanya semangat.

"Iya dong. Kamu bantu aku taruh semua di meja makan ya, Bae," ujarku.

"Siap dilaksanakan! Duh, jadi nggak sabar pengen cepat-cepat nyoba deh," ujarnya sambil membawa piring ke meja makan.

Aku hanya tertawa kecil membalas perkataannya. Saat makanan sudah siap saji di atas meja, Edgar menanyakan keberadaan kedua orangtuaku saat ini.

"Mama sama Papa kamu kemana, Tar?" Tanyanya sambil duduk di kursi yang tersedia di meja makan.

"Ayahku ada kerjaan mendadak, Bae, jadi dia pagi-pagi buta udah berangkat. Paling ada Mama aja, sebentar ya, aku panggilin dulu," aku beranjak ke kamar ibuku untuk mengajaknya makan bersama.

Saat ibuku baru saja keluar dari kamarnya, Edgar langsung berdiri menghampiri ibuku dan mencium tangannya.

"Hi, Tante. Apa kabar? Maaf ya Tante, aku udah ngerepotin pagi-pagi gini," Edgar melontarkan senyuman manisnya.

"Nggak apa-apa, Edgar. Sama sekali nggak ngerepotin kok. Sering-sering aja ya, main di sini," ibuku mengelus pundak Edgar didampingi senyuman.

"Iya siap, Tante"

Aku mengambilkan makan untuk ibuku dan Edgar makan. Rasanya begitu hangat saat momen seperti ini menyelimuti rumah. Saat menyantap makanan bersama, tidak henti Edgar memuji masakanku. Ia menyarankanku untuk mengikuti acara master chef yang membuat semua menjadi tertawa karena ucapannya. Melihat ia tertawa lepas seperti ini, aku berharap bisa menjadi pelengkap dari kekurangan kehidupan Edgar.

Setelah menyantap sarapan, kami semua terdiam karena terlalu kenyang. Edgar mulai membuka pembicaraan dan memberikan sebuah kotak berbentuk persegi panjang berwarna merah marun.

"Nih buat kamu, Tar," ia menjulurkan kotak tersebut kepadaku.

Aku membukanya, aku sangat tercengang melihat isinya. Di dalam kotak ada sebuah tiket nonton konser Avril Lavigne di Seattle, Washington DC dan juga sebuah tiket pesawat untuk hari sebelumnya.

"Ini kamu seriusan?" Tanyaku semangat.

"Iya serius, Tari," sahutnya.

"Oh iya, soal tiket itu, Tante. Boleh nggak aku pergi sama Tari, Tante? Itu kita berangkat Jumat sore setelah pulang sekolah, kita cuman ambil dua hari aja, Tante," dengan lembut ia meminta izin kepada ibuku.

"Nanti ke sana sama siapa aja, kalau Tante boleh tahu, Edgar?" Wajah ibuku terlihat khawatir.

"Tenang, Tante. Aku nggak berdua aja kok. Mamaku sekalian ingin bertemu rekan bisnisnya di sana, lalu Bibi sama Mang Iman juga ikut ke sana. Kalau Tante sama Papanya Tari mau ikut, juga boleh kok, Tante," jelas Edgar semangat.

"Tante sama Ayahnya Tari nggak usah ikut, Ayah Tari pasti kerja juga, dan Tante pasti temani Ayah Tari di sini," ibuku terdiam sejenak. "Ya sudah boleh, tapi kamu janji ya sama Tante, jaga anak Tante," lanjut ibuku.

"Iya siap, Tante," senyum semeringah mendampingi jawaban Edgar.

Aku benar-benar gembira mendengarnya. Masih tidak percaya, betapa dermawannya Edgar terhadapku. Sangat beruntung sekali aku memiliki satu minat dalam hal musik.

Aku bersama Edgar membersihkan meja makan, sementara ibuku kembali beristirahat di kamarnya. Setelah membersihkan semuanya, Edgar mengajakku ke ruang tamu untuk berbincang di sana.

Baru berbincang beberapa menit, aku baru tersadar handphone-ku lowbat. Akhirnya, aku memutuskan untuk ke kamar untuk meng-charger handphone-ku. Baru saja mencolokan kabel charger, ada notifikasi Eril mengirim pesan via whatsapp untukku.

Isi pesan:
Eril
Tar
Lagi ada Edgar ya di rumah?
Gue taro depan pager aja ya buku tugas lo yg kebawa
Terus itu tugas udh gue kasih contoh cara ngerjainnya
Belajar Tar, jgn pacaran mulu hahaha
Tari
Ih lo di depan?
Gue ke depan skrg deh
Eril
Eh gausah, gue mau langsung cabut
Mau tanding basket gue
Dadahhh
Jgn kangen ya wkwk
Tari
Heleeehhh
Yaudah iya, makasih ya
Semoga menang tandingnya

Aku kembali ke bawah untuk menemui Edgar, ternyata ia sudah tertidur di kursi tamu. Memang benar, Edgar adalah orang yang PELOR alias nempel molor. Aku membiarkannya tertidur, nampaknya ia mengantuk karena bangun terlalu pagi hanya untuk datang ke rumahku. Aku memutuskan untuk mengambil buku yang baru saja ditaruh oleh Eril di depan.

Aku membuka buku yang Eril berikan, ia menyisipkan kertas yang ia tulis dikala itu saat pemilihan ketua PENSI. Senyumku lepas begitu saja saat melihat kertas ini, aku sama sekali tidak mengerti mengapa ia menyisipkan kertas ini dibukuku. Aku kembali ke kamar untuk menaruh buku ini. Ketika sampai di kamar, terdapat notifikasi kembali di handphone-ku. Eril mencoba panggilan video kepadaku.

Isi percakapan:
Tari
Kenapa, Ril?
Eril
Kangen, hahaha.
Tari
Yee, ketulah kan lo, sama omongan lo sendiri.
Eril
Bohong deh, GR lo ah!
Tari
Helehh, katanya mau tanding, kok telepon?
Eril
Ini lagi mau siap-siap kok.
Tari
Eh, gue minggu depan mau ke Seattle sama Edgar.
Bye, ya! Hahaha.
Eril
Yah, nanti gue sama siapa dong.
Tari
Miris banget sih lo, punya temen gue doang, hahaha.
Eril
Hmm, tapi lo habis pergi dari sana janji temenin gue beli sepatu ya, nggak mau tahu, bodo amat, titik, nggak pakai koma.
Tari
Dih! Pemaksaan, lo! Ya udah iya, gue temenin.
Posesif banget sih lo, jadi temen.
Eril
Ya udah gue mau siap-siap ya.
Bye, muah-muah, jangan kangen gue.
Tari
Iyuuuhhh, udah sana. Awas aja kalau nggak menang!
Eril
Iya, iya.

Aku mematikan panggilan video ini, tiba-tiba Eril mengirimkan pesan yang berisikan sebuah foto screenshoot saat aku sedang panggilan video bersamanya. Aku hanya bisa tersenyum sendiri melihat foto ini.

Aku bergegas kembali ke lantai bawah untuk menemani Edgar di sana. Terlihat Edgar baru saja terbangun dari tidurnya saat aku baru saja turun dari lantai dua rumahku.

"Kok kamu nggak bangunin aku sih, Sayang?" Tanyanya sambil meregangkan tubuh.

"Aku mana tega ngebanguninnya, kamu kelihatan pulas banget tadi," jawabku.

"Hmm, jalan-jalan yuk, Tar. Keliling-keliling ngukur jalan, hahaha," guraunya.

"Kebanyakan makan kangkung nih kayaknya, jadi bisa lucu, hahaha," gurauku.

Kami tertawa bersama setelah itu.

Aku pun menuruti kemauan Edgar untuk berkeliling bersama. Aku merasa penafsiranku salah mengenai aku tidak beruntung di dalam dunia percintaan, bahkan aku melebihi keberuntungan dari perempuan mana pun dimuka bumi ini. Aku sangat bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepadaku.

Hari sudah mulai sore, Edgar mengantarku pulang setelah puas berkeliling mengukur jalan Ibu Kota. Edgar meminta maaf kepadaku jika aku merasa waktu hari ini tidak lama karena ia ingin segera pulang untuk menghadiri acara keluarga. Sikapnya yang seperti ini, semakin membuat aku jatuh cinta kepadanya.

■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■

Terima kasih sudah membaca cerita ini. Jangan lupa vote setelah membaca ya, karena support kalian sangat berharga. See u on the next part 💚

JOKES LIFE WITH TRUE LOVE [TERBIT | OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang