"Bang Daud, boleh nggak saya dikabarin setiap satu jam sebelum jam makan?" Clara samar-samar mendengar Carol bicara pada Bang Daud.
"Boleh, Mbak. Kenapa memangnya?"
"Saya harus minum obat diet, biar lemak dari makanannya nggak diserap sama tubuh," jelas Carol dengan nada yang seolah berkata masa-gitu-aja-Bang-Daud-nggak-tahu?
Clara cuma bisa geleng-geleng mendengarnya. Ia tahu, harusnya ia nggak kaget mendengar hal semacam itu meluncur dari mulut Carol, mengingat Carol terlihat seperti orang yang benar-benar memperhatikan penampilan. Tapi yah, tetap saja ia kaget.
Kapal mereka masih berlabuh di perairan Pulau Kanawa, yang dimanfaatkan para penumpangnya, kecuali Clara, untuk berenang dan snorkeling sepuas hati. Clara memang sudah berganti baju renang karena dipaksa Selena, tapi akhirnya ia hanya duduk-duduk saja di geladak.
Sebaliknya, Didi, Devina, Felix, bahkan Carol, sudah bolak-balik meloncat dari kapal ke laut sambil berteriak-teriak riuh, sementara Selena masih terlihat takut-takut tapi memaksakan dirinya mencebur supaya nggak kelihatan cupu. Di sini Clara bisa melihat jelas perbedaan mereka yang tumbuh besar di pulau seperti Lombok, Batam, atau Tanjung Pinang dan Selena yang anak kota metropolitan. Anak-anak pulau bisa mencebur ke laut tanpa beban, benar-benar seperti menyatu dengan habitatnya, sementara Selena masih terlihat menghitung segala risiko sebelum melompat ke laut. Ia bahkan bertanya pada Bang Daud apakah ada hiu di perairan Kanawa!
"Clara! Ayo sini! Loncat!" teriak Carol dari permukaan laut.
"Iya, Ra, ayo! Jangan cupu!" teriak Selena sambil tertawa-tawa. Huh, gaya banget Selena, mentang-mentang dia sudah berhasil mencebur dua kali tadi.
Jangan salah, Clara sama sekali nggak takut mencebur. Waktu kecil ia sudah les renang sampai cukup mahir, tapi kelakuan Mr. Boyband di pantai Pulau Kanawa tadi benar-benar membuat Clara nggak mood untuk ngapa-ngapain. Sialan.
Makian Clara disela dering ponselnya sendiri. Telepon dari Kiki, asistennya. Dengan jari Clara memberi isyarat pada Carol dan Selena mengapa ia tidak bisa mencebur sekarang. Saved by the call!
"Ya, Ki?"
"Mbak Clara, sori ganggu cutinya."
"Nggak papa. Kenapa, Ki?"
"Tadi saya dikontak maskapai Indonesia Air, mereka rencananya ingin meluncurkan seragam awak kabin edisi spesial dalam rangka anniversary mereka yang ke-25. Mereka ingin berkolaborasi dengan bajutenunku, dan minta Mbak Clara yang merancang desain seragamnya."
"Kapan anniversary-nya?"
"Pertengahan tahun depan, Mbak."
"Oke, sepertinya bisa. Kamu coba atur jadwal meeting saya dengan mereka dulu, mungkin Senin depan?"
"Baik, Mbak."
"Oke, kalau ada apa-apa, kabari saya ya. Kalau pas kamu telepon saya nggak nyambung, mungkin sinyal saya lagi jelek. Kamu WhatsApp dulu aja, nanti saya telepon balik begitu dapat sinyal."
"Oke, Mbak."
Clara memutus sambungan, wajahnya sumringah. Wah, mendesain seragam awak kabin? Menarik! Ini pertama kalinya Clara mendapat proyek semacam ini, dan sekarang inspirasi membanjiri benaknya. Dengan excited, Clara membuka aplikasi gambar di ponselnya, lalu mulai menggambar.
Finally, something to lift her mood up, after it sinks the whole afternoon.
***
"Pelan-pelan makannya, Bro," kata Felix pada Didi, yang tampak sama sekali tidak peduli.
Koki kapal menghidangkan sayur asem dan ayam goreng lengkap dengan lalapan untuk makan siang mereka. Mungkin kelaparan sehabis berenang sesiangan, para penumpang kapal menyerbu makanan itu secepat kilat.
"Wah gila, the best nih ayam goreng!" ujar Didi dengan mulut penuh, berniat mengambil sepotong ayam goreng lagi dari meja.
"Kokooo, sudah ambil berapa potong ayamnya?" tegur Devina.
Didi kontan salting. "Nggak, Vin, cuma mau ambil lalapan sama sambel ini," jawabnya dengan logat Lomboknya yang kental.
"Bener lho ya? Awas kalau Vina lihat Koko ambil ayam jatah orang." Wajah Devina yang kecil mungil dan manis seketika berubah menjadi galak. Clara tertawa dalam hati melihatnya.
"Ambil jatah gue aja, nggak papa." Tiba-tiba Morgan muncul. Kini giliran wajah Clara yang berubah.
"Hah? Serius, Bro?" tanya Didi.
Tanpa menjawab, Morgan menusuk sepotong ayam goreng dari meja makan, dan meletakkannya di piring Didi.
"Gue nggak gitu suka ayam, sukanya ikan."
"Lha, tapi kamu jadi makan cuma pakai sayur asem sama lalapan?" Didi melongo.
"Nggak papa, tapi nanti kalau pas ada lauk ikan, lo kasih jatah lo ke gue, oke?"
"Wah, kalau gitu saya pesan ke koki supaya lauknya ayam terus saja sampai hari terakhir!"
Mereka berdua terbahak, diikuti penumpang kapal yang lain. Cuma Clara saja yang mencibir. Huh, Morgan benar-benar berlagak menjadi Duta Persahabatan di kapal ini, rupanya. Baik banget sama semua orang. Pertama tethering, lalu obat anti mabuk, sekarang ayam goreng...
"Morgan, nanti kamu nggak kenyang, kamu makan ayam jatahku saja," Carol tiba-tiba sudah memindahkan ayamnya ke piring kosong di hadapan Morgan.
Selena menyikut Clara diam-diam, Candra melirik temannya dengan awkward, sementara Felix, Vero, Didi dan Devina bertukar pandang penuh arti.
"Eh, nggak usah, Car. Gue memang nggak doyan ayam."
"Nggak papa, kamu makan aja. Aku lagi diet."
Menyadari ia sepertinya tidak akan menang melawan Carol, Morgan akhirnya hanya tersenyum, dan mulai menggigit ayam pemberian Carol. Clara tertawa-tawa dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere to Go
ChickLitClara Sudirgo benci selalu dianggap belum "sempurna" hanya karena ia belum menikah di usia yang hampir menginjak kepala tiga. Keberhasilannya menjadi seorang entrepreneur sukses seolah tidak ada artinya di mata banyak orang, terutama ibunya. Di mata...