TUJUH

2.2K 135 29
                                    

"Baiklah, karena kita semua akan menghabiskan empat hari ke depan bersama-sama, ada baiknya kita saling memperkenalkan diri. Nggak enak kan kalau nggak tahu nama satu sama lain, nanti saling panggil 'eh' dan 'hei', lagi," kata Bang Daud, memamerkan deretan giginya yang putih bersih.

Serius deh, giginya beneran putih bersih seolah habis di-bleaching, Clara saja sampai minder melihatnya. Atau mungkin, hmm, jangan-jangan Bang Daud benar-benar memutihkan giginya? Mungkin pekerjaan sebagai tour guide menuntutnya untuk punya senyuman yang menyilaukan? pikir Clara. Ah, sudahlah, itu bukan urusannya. Kenapa pula ia jadi memikirkan itu? Seharusnya sekarang ia berkonsentrasi pada...

"Hai semuanya, gue Selena!"

Tentu saja, sahabatnya yang ekstrovert itu tidak bisa menahan diri untuk tidak menjadi orang pertama yang memperkenalkan diri.

"Gue dari Jakarta. Sekarang kerja di Jakarta juga. And by the way I'm taken, jadi jangan ada yang naksir yaaa..."

Perkenalan Selena yang tidak lazim itu disambut cekikikan beberapa cewek, dan tawa mendengus dari pria-yang-tertimpa-ransel-Clara-di-pesawat.

Ha! Dia bisa tertawa juga rupanya! Tadinya Clara kira pria itu hanya bisa memasang tampang marah dan merengut kesal, seolah seumur hidupnya dia selalu merasa tidak bahagia.

"Ra! Ssshh!" Clara merasakan rasa sakit di pinggangnya, yang rupanya dicubit Selena karena ia tadi bengong. "Giliran lo."

"Oh." Clara menatap delapan orang teman sekapalnya, juga Bang Daud. Terik matahari bersinar dari belakang mereka, sehingga mata Clara menyipit untuk menghindarinya. "Erm. Hai semuanya. Gue Clara. Tinggal di Jakarta juga. Temen Selena."

"Single," tukas Selena cepat, membuat Clara memelototinya dengan murka, tapi tentu saja itu tidak digubris oleh Selena, karena ia enak saja menambahkan, "Dan sudah ditagihin nyokapnya untuk cepet-cepet mengenalkan calon mantu."

Kalau saja mereka nggak jauh dari bibir kapal, Clara pasti sudah menceburkan teman durhakanya itu ke laut. Belum ada sejam mereka di kapal ini, eeh dia sudah dipermalukan habis-habisan.

"Wait, I know you," potong si gadis montok yang tadi semobil dengan Clara. Logat Singlish alias Singaporean English-nya mengingatkan Clara pada beberapa orang yang dikenalnya saat menghadiri acara di Singapura. "Clara Sudirgo, right? Founder bajutenunku? I attended one of your talks."

Clara mengumpat dalam hati. Hal yang terakhir ia inginkan saat ini, setelah Selena membongkar aibnya, adalah orang mengenalinya.

"Ya," jawab Clara tak punya pilihan. Ia toh tak mungkin berpura-pura jadi orang lain selama empat hari ke depan. Tapi syukurlah, kelihatannya nama Clara Sudirgo doesn't ring a bell buat sebagian besar orang di situ.

"Wow, nggak nyangka kita bakal ketemu di tempat ini. I'm Maria, but you can call me Carol."

Alis Clara terangkat. Dari manaaa coba, Maria bisa jadi Carol?

Rupanya si Maria alias Carol menangkap ekspresi heran Clara, karena ia kemudian menjelaskan, "Oh, because we're both Maria." Ia menunjuk temannya yang berambut hitam legam dan berkulit pucat. "I'm Maria Caroline, she's Maria Candra. You can call her Candra. Biar bisa bedain kalian manggil Maria yang mana."

Ow, okay, it all makes sense now.

Kedua Maria - Carol dan Candra - melambaikan tangan mereka pada penumpang kapal yang lain, dan mengenalkan diri mereka sedikit lebih banyak. Carol orang Batam, sementara Candra orang Tanjung Pinang. Keduanya teman saat kuliah di Singapore beberapa tahun lalu - yang menjelaskan aksen Singlish Carol - namun sekarang sudah kembali ke kota masing-masing. Carol meneruskan usaha orangtuanya, sementara Candra bekerja di bank.

Somewhere to GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang