Orang bilang, liburan itu melepas stres. Tapi, bagi Clara, liburan itu justru meningkatkan ke-stres-annya, karena ia benci packing dan unpacking. Seolah itu semua belum cukup, kebawelan Selena membuat kepalanya seperti dipasangi bom waktu. Kapan saja bisa meledak.
"Clara, my darling, lo ini mau island hopping atau kondangan? Masa mau ke Pulau Komodo malah bawa dress batik?!" tanya Selena sewot, sambil mengacungkan baju yang akan Clara masukkan ke koper.
"Ehhh itu dikasih partner bisnis gue, tukeran sama dress baju tenun yang gue kasih ke dia."
"Gue nggak peduli ini dikasih sama Donald Trump sekalipun, ini tetap nggak nyambung!"
Selena berjalan menuju lemari Clara, kemudian membuka pintunya lebar-lebar. Clara memang fashion designer, tapi kadang-kadang kemampuannya mencocokkan outfit and occasion sungguh bencana di mata Selena.
"Bikini di mana, bikini?"
Wajah Clara langsung merah seperti tomat. "Gue nggak punya bikini!"
"Oke, swimwear, kalau gitu."
Clara membuka salah satu laci lemarinya, menarik keluar sepotong baju renang yang... entah kapan terakhir kali melihat dunia luar. Warnanya sudah memudar, dan bahannya sudah kendor ke mana-mana.
"Ini baju renang lo...?" tanya Selena. "Nista banget, sih."
"Adanya cuma ini. Gue mana punya waktu buat berenang kali, Len."
Selena menggeleng putus asa. "Ney, ney. We're not gonna bring this piece of sh*t."
"Tadi katanya suruh bawa baju renang, gimana sih?"
"Iya, baju renang, bukan selongsong kulit ikan paus, Nenek!"
Clara cemberut. "Gue adanya cuma ini."
Selena mengabaikan pembelaan Clara, lalu mulai mengaduk-aduk isi lemari lagi. Ia menemukan sehelai summer dress berwarna putih dengan garis-garis diagonal oranye yang lumayan. Bagian atasnya berpotongan halter.
"Nih, bawa ini," katanya sambil melemparkan dress itu pada Clara.
"Males ah, Len, ini mesti pakai bra yang strapless. Ribet."
"Bawa. Gue nggak mau temen gue kelihatan kayak saltum di sana, bikin malu aja." Ia kembali mengobrak-abrik lemari Clara lagi. "Celana pendek di mana? Ada playsuit atau romper?"
* * *
Semakin lama Selena membawanya berputar-putar di department store itu, semakin panjang daftar makian Clara. Bayangkan, Selena menyeretnya ke sini cuma untuk belanja baju liburan, padahal Clara kan banyak pekerjaan!
"Leeen, balik yuk. Masih ada proposal yang mesti gue garap nih."
Clara setengah menyeret tas kain depstor – yang digunakan untuk membawa pakaian sebelum dibayar – berisi pakaian yang sedari tadi dipilihkan Selena untuknya. Di dalam sana sudah ada sepotong celana pendek, satu playsuit merah muda dengan flower print, tiga cami top, dan tentu tidak ketinggalan... swimdress swimsuit. Tadinya, Selena berniat memilihkan bikini bermotif daun-daun tropis berwarna hijau dan putih, tapi Clara mati-matian menolak karena bikini itu benar-benar seeking-for-attention. Setelah negosiasi alot, barulah Selena mengizinkan Clara memilih sling swimdress swimsuit berwarna hitam-putih. Itu baju renang yang paling tidak mencolok yang bisa Clara temukan di depstor itu.
"Bentar, belum kelar. Lo beli ini juga deh," kata Selena, mengacungkan two-pieces swimsuit lagi pada Clara. Bukan bikini, hanya tank top dan bawahan berbentuk celana pendek. Warnanya biru muda dengan motif nanas-nanas kuning kecil yang imut.
"Nggak deh. Kita ini kan liburan tujuannya cuma mau ngabur dari Nyokap gue, kenapa malah jadi kayak mau vlogger ala-ala gitu sih?"
"Ya sekalian, kan. Lo nggak pengen punya foto-foto liburan yang bagus, apa? Gue sih pengen. Tapi kalau lo-nya di situ jelek kan foto gue jadi nggak bagus." Selena meleletkan lidah. Asli deh, kalau nggak ingat malu kalau dilihatin orang, Clara udah kepengen menggencet Selena di lantai.
"Ya tapi ngapain beli baju renang sampai dua?"
"Kita tuh pergi empat hari tiga malam, masa selama itu lo cuma mau pakai satu baju renang? Cuci kering pakai melulu?"
Sebelum Clara sempat menjawab, Selena memasukkan swimsuit itu ke dalam tas kain depstor. Ia akhirnya menyerah. Lagian, swimsuit itu memang terlihat cute, mungkin tidak ada salahnya ia membelinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere to Go
ChickLitClara Sudirgo benci selalu dianggap belum "sempurna" hanya karena ia belum menikah di usia yang hampir menginjak kepala tiga. Keberhasilannya menjadi seorang entrepreneur sukses seolah tidak ada artinya di mata banyak orang, terutama ibunya. Di mata...