Nggak salah Clara menyerahkan semua urusan liburan a.k.a perjalanan ngabur pada Selena. Sahabatnya itu mengurus semua keperluan Clara – mulai dari tiket Jakarta-Denpasar-Labuan Bajo, memesan tempat di Open Trip 4D3N Sail Komodo, dan segala printilannya. Clara tinggal menampakkan diri di Soekarno Hatta di pagi keberangkatan mereka. Oh, dan mentransfer Selena semua biaya perjalanan.
"Nanti kita sampai di Labuan Bajo dijemput sama tour guide-nya, Len?" tanya Clara sambil memainkan sandal jepitnya. Mereka sedang transit sebentar di Ngurah Rai, menunggu penerbangan ke Labuan Bajo.
"Iya."
"Terus, kapal kita nantinya cuma isi kita sama awak kapal aja?"
"Yee, emangnya yacht pribadi? Engga lah, total sepuluh peserta plus awak kapal, kalau nggak salah."
"Tapi kita dapat kamar sendiri?"
"Iya, Neneeek. Bawel deh ah." Selena menunjukkan beberapa foto kamar serta ruangan kapal yang ada di ponselnya pada Clara. "Bukannya kemarin-kemarin gue ada kirimin lo foto ini?"
Clara nyengir, merasa bersalah. "Gue belum sempat lihat. Sibuk."
Clara nggak bohong sih, ia memang sibuk banget gara-gara cuti "liburan" ini. Dia jadi harus menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum berangkat, dalam waktu yang sangat singkat, pula. Kalau bukan karena ia sudah benar-benar gerah dengan semua rengekan-bujukan-rayuan Mami untuk bertemu Jason, mungkin ia bakal memilih tetap di Jakarta saja.
Nah, sekarang, mumpung ada waktu, dia memperhatikan foto-foto yang dikirim Selena itu. Pertama, foto kapal mereka, yang berukuran cukup besar dan terlihat gagah dengan layar-layarnya yang terkembang. Kemudian ada empat foto kamar tidur, tiga di antaranya dengan satu double bed, sementara satu kamar lainnya, yang ukurannya paling besar, memiliki dua double bed. Lalu ada foto kamar mandi dengan shower yang bagus, ruang bersantai yang dilengkapi mini bar, meja makan di dek kapal, dan... wah, nggak salah nih...?
"Kapal kita ada jacuzzinya?" tanya Clara.
"Yoi."
"Gils. Lo pilih yang paling mahal ya, ini?"
"Nggak kok. Ada satu kapal lagi yang lebih mevvaaaah, muat sampai dua puluh orang. Tapi tanggal open tripnya kelamaan, gue khawatir nyokap lo udah keburu nikahin lo sama Jason," jawab Selena sambil membetulkan kacamata hitamnya.
Clara menjambak ujung rambut Selena, sementara yang dijambak hanya tertawa mencela.
* * *
Suhu udara di dalam pesawat yang mendadak terasa lebih dingin membuat Clara terpaksa berdiri untuk mengambil jaket yang disimpannya di tas ransel di bagasi kabin. Ia beringsut melewati Selena yang duduk di aisle seat dan kini sedang tertidur pulas. Setelah berdiri di lorong pesawat, ia membuka tempat bagasi di atas kepala, dan menjulurkan tangan untuk meraih ranselnya.
Dasar apes, karena tinggi badannya yang di bawah rata-rata, usaha Clara sia-sia. Tangannya sama sekali tidak berhasil menggapai ranselnya, yang kini sudah bergeser di ceruk bagian dalam kompartemen bagasi itu. Dia juga nggak bisa minta tolong Selena, yang omong-omong bertubuh lebih tinggi, karena Selena pasti cranky kalau dibangunkan. Satu-satunya jalan adalah dengan memanjat sedikit di bagian samping kursi, kemudian berusaha sebisa mungkin menggapai ranselnya.
Clara tolah-toleh, mendapati penumpang yang duduk di sekitarnya sebagian besar sedang tertidur pulas, kemudian dengan cepat ia memijak pada bagian samping kursi, mengulurkan tangan untuk menarik tali ranselnya dan...
BERHASIL!
Dan bahkan lebih dari berhasil, ia tanpa sengaja menarik tali ranselnya dengan terlalu kuat, menyebabkan tas itu seperti meloncat keluar dari bagasi kabin... dan sukses mendarat di kepala seseorang yang duduk tepat di depan Selena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere to Go
ChickLitClara Sudirgo benci selalu dianggap belum "sempurna" hanya karena ia belum menikah di usia yang hampir menginjak kepala tiga. Keberhasilannya menjadi seorang entrepreneur sukses seolah tidak ada artinya di mata banyak orang, terutama ibunya. Di mata...