Clara baru saja selesai rapat dengan orang-orang Kementerian Pariwisata yang mengundang bajutenunku untuk mengikuti Festival Indonesia di Moskow, ketika sebuah pesan masuk di ponselnya.
Mami
Ini nomor HP anak Om Romi ya
Jason +628199987565
Kalau saja bukan karena orang-orang Kementerian yang masih berdiri di dekatnya, Clara sungguh ingin membanting ponsel itu, lalu menginjak-injaknya sekalian. Apa coba Mami ini?! Sudah dibilang Clara nggak mau dijodohkan, masih saja dipaksa-paksa.
"Mbak Clara, kira-kira koleksi bajutenunku yang mana ya, yang akan dibawa ke Moskow? Apakah sudah ada gambaran?"
Clara masih memandang layar ponselnya dengan kesal, sampai-sampai ia tidak mendengar pertanyaan yang diajukan orang KemenPar.
Awas saja kalau Mami masih membicarakan masalah jodoh-jodohan ini...
"Mbak Clara? Apa ada masalah?"
Clara terlonjak. "Ooh, maaf Bu Dewi, saya tadi sedang tidak fokus. Tidak ada masalah kok, Bu." Cuma ibu saya saja yang lagi rese.
"Mbak Clara kenapa? Sepertinya banyak pikiran. Semua baik-baik saja?" tanya Bu Dewi lagi.
"Iya, Bu, semua baik-baik saja." Clara berusaha tersenyum semeyakinkan mungkin. Ia tidak mau sampai dikira tidak professional dalam bermitra, oleh orang Kementerian pula! Bisa hancur nama baiknya.
Dan ini semua gara-gara Mami! Dan siapa tuh anak Om Romi? Jason? Akan kuhapus saja nomor HP-nya sekalian! Siapa juga yang mau dijodohkan!
Sambil mengamati keadaan di sekitar supaya jangan sampai ada yang memergokinya tidak fokus lagi, Clara dengan sengaja menghapus nomor ponsel Jason dari WhatsApp chat Mami.
Delete message from Mami?
Delete for me.
Bye, Jason!
"Mbak Clara."
Clara terlonjak lagi. Bu Dewi kembali berdiri di hadapannya.
"Ya, Bu?"
"Tadi pertanyaan saya belum dijawab. Koleksi bajutenunku yang mana yang kira-kira akan dibawa ke Moskow? Apakah sudah ada gambaran?"
"Oh, itu. Bagaimana kalau..."
* * *
Rumah sudah gelap ketika Clara tiba. Hanya lampu carport yang tetap dibiarkan menyala, juga bagian belakang dapur. Mami, juga Bik Suti dan Pak Hamdan, pembantu dan sopir keluarga, pasti sudah tidur.
Clara mengecek arlojinya. Sudah hampir tengah malam. Hari ini benar-benar melelahkan. Setelah rapat di KemenPar tadi pagi, ia masih harus mengecek desain baru yang datang dari bagian produksi, kemudian meeting dengan panitia bazaar mal untuk acara yang akan diadakan selama bulan puasa. Dan seharusnya meeting terakhirnya, dengan web designer bajutenunku dan agensi yang menangani media sosial mereka, dijadwalkan hanya berlangsung maksimal dua jam, tapi Clara kurang sreg dengan konsep yang diajukan, hingga mereka harus brainstorming dari awal lagi.
Ya, ia memang idealis, tapi itulah yang membuatnya bisa berada di posisi seperti ini.
Sekarang, yang Clara inginkan hanya mandi air hangat, lalu menyelinap ke balik selimut. Kakinya pegal bukan main karena menyetir ke banyak tempat. Besok-besok ia akan minta disetiri Pak Hamdan saja.
Clara menuju dapur, berniat mengambil segelas air dingin dari kulkas.
"Kok malam-malam minum air es? Nanti batuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere to Go
ChickLitClara Sudirgo benci selalu dianggap belum "sempurna" hanya karena ia belum menikah di usia yang hampir menginjak kepala tiga. Keberhasilannya menjadi seorang entrepreneur sukses seolah tidak ada artinya di mata banyak orang, terutama ibunya. Di mata...