Tentang Viona

80 15 26
                                    


Kau tahu bagaimana rasanya menerima kenyataan bahwa seseorang tengah mencintai kita, sedangkan diri kita sendiri tak memiliki rasa apapun padanya. Terlebih saat kita sudah menganggapnya seperti saudara. Kalian tahu apa yang kurasakan saat ini, saat Viona dengan tanpa sengaja mengakui perasaanya padaku. Duniaku seakan berputar 50 derajat dari sebelumnya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi, bukankah kita sudah seperti saudara, kita hanya sahabat. Dan kali ini aku mengerti bahwa mustahil dua insan lain gender bisa sepenuhnya menjadi sahabat tanpa tumbuh benih-benih cinta di salah satunya. Dan hal itu terjadi pada Viona.

“Apa kau bilang Viona?”

“Iya Hisyam aku mencintaimu, aku suka padamu, aku sayang padamu hanya padamu Hisyam, tapi apa selama ini kau peduli, kau hanya peduli dengan hidup dan kesenanganmu saja. Kau bahkan tak pernah memikirkan perasaanku, kau bercerita tentang perempuan aku selalu menjadi pendengar setia, karena bagiku kau senang maka aku akan senang juga. Tapi nyatanya aku salah, aku tak bisa melihatmu bahagia dengan orang lain.”

“Tapi bu-bukankah kita selama ini hanya sebatas sahabat, sebatas saudara Viona?” tanyaku padanya, jujur saja aku tak mengerti mengapa bisa menjadi seperti ini.

“Itu hanya kau yang berpikiran demikian Hisyam, kau hanya menganggapku sekedar sahabat dan saudara, sedangkan aku. Aku sudah mencintaimu sejak lama. Jika kau bertanya padaku kenapa aku tak mengatakan ini, maka jawabku adalah takut kehilanganmu.”

“Tapi bagaimana bisa?”

“Tak ada yang tahu bagaimana datangnya sebuah rasa Hisyam, aku menganggumi mu, bahkan saat pertama kali berjumpa denganmu.” Ujar Viona, kini matanya sudah berkaca-kaca, ia bisa saja menangis saat ini juga.

“Tapi Viona, aku tidak bisa seperti ini, kau sudah ku anggap seperti saudaraku sendiri, aku tidak bisa mencintaimu, aku tidak bisa bersamamu.” Dengan sangat hati-hati aku mengatakan ini, dan benar saja air mata Viona mengalir di pipinya, ini kali pertama aku melihatnya menangis dan itu karena aku.

“Aku tahu Hisyam, sampai kapanpun aku tak akan bisa mendapatkanmu, tapi ingat satu hal, sekali saja ada seseorang yang membuat patah hatimu, maka orang itu akan berurusan denganku.” Ujar Viona lalu pergi meninggalkanku sendiri di dapur.

“Viona! Viona berhenti!” aku terus berteriak memanggil namanya, namun sama sekali tak ia hiraukan. Aku benar-benar tidak tau harus berkata apa lagi saat ini, aku remas rambutku, berteriak meluapkan emosi. Bagaimana mungkin seseorang yang aku temui beberapa tahun lalu bisa mencintaiku seperti ini.

Dahulu kurang lebih lima tahun lalu, dia Viona sedang diganggu oleh para senior-senior di sekolah kita, perundungan, cacian dan bulliying saat itu masih marak terjadi. Aku membantunya, aku panggil seorang guru BK agar Viona dapat segera di selamatkan dari siksaan kejam para senior-senior itu. sejak saat itu aku bertemu dengannya. Tapi masalah di kehidupan Viona semakin bertambah, kehidupannya semakin kacau, kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Viona menjadi orang yang sangat berdiam diri, tak mau berbicara, tak mau makan walau hanya sedikit saja. Dan saat itu aku kembali datang, aku datang sebagai sahabat.

Kita terus bersama hingga lulus SMA, dan aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah di negeri gingseng ini, Seoul Korea. Saat itu kita memiliki mimpi yang sama dengan tujuan yang sama. Tak ada rasa curiga saat aku mengetahui Viona ikut terbang ke tempat ini. Saat itu aku hanya berpikir mungkin dia juga ingin menempuh pendidikan yang sama dengan itu, hanya itu yang ada dalam pikiranku. Aku kah yang terlalu bodoh, atau memang aku benar-benar tidak peka terhadapnya.

Aku bergegas keluar dari dalam Kedai, mencoba mengejar Viona.

“Saka, titip kedai sebentar, aku akan mencari Viona. Dia nampaknya sedang kacau.” Saka yang setengah terkejut melihatku secara tiba-tiba berdiri disebelahnya hanya mengangguk tak sepenuhnya sadar dengan apa yang aku katakan padanya. Aku pun bergegas berlari keluar kedia, mencari keberadaan Viona.

***

“Min-Ah hari ini aku mau ke toko buku, kamu temenin aku ya Min-Ah.” Ujar Fatma kepada Min-Ah yang sejak tadi sibuk dengan ponsel di genggamannya.

“Min-Ah kamu denger aku nggak sih?” Min-Ah hanya mengangguk mendengar pertanyaan Fatma.

“Iya Fatma aku denger, kamu mau diantar ke tukang benerin sepatu kan?” ujar Min-Ah lalu meletakkan handphone di gengamannya itu kedalam saku celananya.

“Astaga Min-Ah, aku bilang ke Toko Buku Min-Ah bukan ke tukang sepatu.” Fatma berusaha memperjelas perkataannya tadi.

“Hehehe maaf-maaf, ngga fokus tadi.” Ujar Min-Ah pada Fatma, Fatma tahu kini perhatian Min-Ah sedang teralihkan dengan Chung-Hee. Dan kabar baiknya mereka sudah resmi menjadi sepasang kekasih, hal yang sangat cepat untuk menjadi sepasang kekasih hanya perlu beberapa hari saja untuk mereka saling mengikat janji, seperti anak Abg yang sedang jatuh cinta.

“Jadi kapan ke sana?” Tanya Min-Ah.

“Nanti kita tidak ada kelaskan? Bagaimana kalau nanti saja?” usul Fatma dan Min-Ah menyetujuinya.

“Fatma!” seseorang memanggil Fatma dari balik pintu kelas Fatma.

“Viona?” Fatma yang tak menduga Viona datang dengan teriakan memanggil namanya hanya bisa tertegun memperhatikan Viona. Viona pun mendekat kearah Fatma, andai kalian berada di sana saat ini, sudah pasti kalian akan merasakan keterkejutan yang sama dengan yang di rasakan Min-Ah dan para mahasiswa yang berada di kelas sana. Viona menampar Fatma.

“Viona!” Min-Ah seketika berdiri tak terima dengan apa yang dilakukan Viona pada Fatma.

“Kau sudah gila ya? Ngapain kamu datang kesini lalu menampar Fatma begitu saja, apa salah Fatma?”

“Kau bertanya apa salahnya? Tanyakan pada temanmu ini Min-Ah. Dia hanya menutup tubuhnya saja dengan kain-kain ini, pada nyatanya dia hanya seseorang yang busuk hatinya, seseorang yang hanya bisa mempermainkan perasaan seseorang.”

“Apa maksudmu?” tanya Fatma yang masih merasakan panas di bekas tamparan Viona.

“Kau benar-benar busuk Fatma, sekarang kau tanya apa maksudku, jelas-jelas kau hanya menutupi wajahmu dengan kain ini agar orang-orang tidak melihat kebusukanmu bukan? Seharusnya kau lepaskan saja kain ini.” Viona kini berusaha menarik Cadar yang dikenakan Fatma, dengan sekuat tenaga Viona menarik cadar itu hingga lepas, kini seluruh kelas meliat wajah Fatma.

“Astaghfirullah.” Ujar Fatma bergegas menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.

“Lihat! Kalian lihat wajah ini, ini adalah wajah manusia munafik yang di tutup dengan cadar, kalian mau ditipu dengan kain ini, dia sama saja seperti sampah yang berusaha mendapatkan apa yang dia inginkan. Untuk apa kalian memuji-muji manusia yang tidak kalian tahu seperti apa busuknya.”

“Hentikan!” Jungje yang entah sejak kapan sudah berada di ruang kelas itu bergegas mendekat kearah Fatma, ia membuka jaket yang ia kenakan lalu menutupi wajah Fatma dengan jaket itu.

“Kalau kau ada masalah dengan Fatma, bukan seperti ini cara penyelesaiannya. Kau bahkan lebih busuk dari pada sampah.” Jungje bergegas membawa Fatma pergi dari kelas itu, di susul dengan Min-Ah. Namun sebelum Min-Ah benar-benar pergi, ia mengambil Cadar Fatma yang masih ada di genggaman Viona.

“Setelah ini kau berurusan denganku Viona.” Ujar Min-Ah.

###
di part ini aku benar-benar gedeg sama Viona, ya ampun aku kira dia bakalan baik aja orangnya ternyata kagak...

Untung ada Jungje kan ya 😄

Hilal To Halal (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang