Menempuh pendidikan di Yonsei University tidak semudah yang seperti kalian bayangkan. Di negeri gingseng ini aku belajar dua kali lipat perjuangan menempuh pendidikan di Indonesia. Di Seoul aku harus mampu menganalisis apapun sendiri, mencari infomasi sendiri, bahkan hanya sekedar untuk belajar kita diajarkan untuk berjuang sendiri terlebih dahulu. Jika di Indonesia aku hanya menempuh pendidikan beberapa jam saja, di Seoul berbeda, bisa saja kau seharian penuh akan menempuh pendidikan. Tapi hal ini tak jadi masalah bagiku. Yang jadi masalah saat ini adalah seseorang yang tiba-tiba saja menarik tanganku tanpa permisi.
“Hisyam lepaskan tanganku!” Aku berusaha melepaskan tanganku dari tangan Hisyam, namun tak bisa. Hisyam sama sekali tak mendengarkan ucapanku. Aku berharap ada seseorang yang bisa menghentikan semua ini. Aku benar-benar tidak nyaman dengan keadaan ini, di tambah semua mata memandangi kita berdua.Tertatih-tatih aku mengikuti langkah Hisyam, hingga Min-Ah yang sejak kapan berada di sana menarik tanganku, hingga Hisyam menghentikan langkahnya. Dan saat itu juga, tanpa aba-aba Min-Ah langsung menampar Hisyam sangat keras, semua yang melihat kejadian itu hanya bisa menutup mulut tak menduga jika Min-Ah akan melakukan hal itu.
“Kau sudah gila Hisyam? Kau mau mempermalukan Fatma. Apa mau mu sebenarnya?” Emosi Min-Ah sudah menggebu-gebu. Ia luapkan semuanya, Hisyam tak berbicara sedikit pun.
“Aku hanya ingin bicara dengan Fatma.” Ujar Hisyam sembari menatap Fatma.
“Tidak seperti ini caranya Hisyam, aku benar-benar tidak tahu di mana jalan pikiranmu.” Maki Min-Ah dengan kesal.
“Maafkan aku!”
“Kau tahu Hisyam, lebih baik seseorang itu ditusuk kepalanya dengan jarum besi dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Kau melakukan kesalahan Hisyam.” Aku yang sudah tak tahan melihat Min-Ah emosi sejak tadi akhirnya berbicara.
“Di mana letak kesalahanku Fatma?” ujar Hisyam wajahnya penuh tanda tanya.
“Aku tahu orang bodoh itu seperti apa, tapi kau melebihi dari orang bodoh Hisyam. Kau tak malu denganku, aku Kim Min-Ah seseorang yang bukan beragama islam saja mengerti apa yang tidak harus kau lakukan, tapi apa kau melakukan kesalahan Hisyam.” Min-Ah maju satu langkah lalu menuding-nuding wajah Hisyam tak terkontrol.
“Oke jika aku menyentuh Fatma menjadi masalah, maka sekarang kau lihat tanganku Min-Ah tanganku masih ada di saki jaket yang aku kenakan, aku tidak semerta-merta menyentuh Fatma begitu saja, aku melapisinya agar kulit kita tidak bersentuhan satu sama lain.” Min-Ah terdiam, tak dapat lagi berbicara.
“Tetap itu salah Hisyam. Berlapis atau tidak yang namanya bersentuhan laki-laki dengan perempuan tetap saja tidak di perbolehkan. Hal ini sama saja menimbulkan fitnah, dan kau lihat Hisyam, lihat sekelilimu! Orang-orang sedang memperhatikan kita, hal ini bisa saja menimbulkan fitnah yang nyata bagi kita berdua.” Aku tahu, ilmu ku mungkin tidak cukup tinggi, tapi aku harus menyampaikan sesuatu jika hal itu salah. Dengan bahasa Indonesia aku berbicara kepada Hisyam, agar Min-Ah tak mengerti apa yang aku katakan. Aku tak ingin membuat Hisyam lebih malu lagi.
“Selama itu bukan hal mendesak, misal aku dalam bahaya besar. Hal itu baru kau boleh lakukan. Tapi aku tidak Hisyam, apapun alasanmu kau telah membuatku kecewa.”
“Aku mencintaimu Fatma.” Hal itu tiba-tiba terucap begitu saja dari mulut Hisyam, Min-Ah yang juga tidak menduga dengan apa yang di katakan Hisyam tercengang sesaat.
“Tapi kau baru mengenalku Hisyam.”
“Tiada yang tahu kapan cinta itu datang Fatma, aku sudah cukup lama menunggu ini, bahkan sebelum kita berkenalan di depan kedai itu. Aku sudah mencintai mu sejak lama.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilal To Halal (TERBIT)
Teen FictionNamaku Fatma, saat ini aku harus menghadapi dua pilihan dalam kehidupanku. Lamaran mereka bertiga atau pendidikan yang aku tempuh. Tiga laki-laki itu tiba-tiba saja datang, menyatakan cinta dan melamar secara bersamaan. Bagaimana aku memilih mereka...